Anak muda layak membaca buku ini, “Ibuku Ratu Pasar Klewer”. Sebab, cerita tentang kegigihan bukan omong kosong, seperti yang digambarkan Dr. Vivid F Argarini dalam otobiografi Nuniek Harun Musawa, terbitan Indra Alya Arya, 2024. Tokoh dalam buku ini Nuniek adalah contoh baik untuk teori psikologi David McClelland tentang Need for Achievement sepanjang karir dan hidup.
Ibu tiga anak ini boleh jadi memecahkan rekor jam kerja 16 jam di awal kariernya bagian iklan majalah Femina. Pun tidak pernah sampai kantor lebih dari jam 8 pagi dan ijin cutinya selalu hangus tak terpakai. Sampai-sampai Nuniek pernah “kena tegur” karena kerajinan.
Nuniek belajar dari ibunya, Soelastri, pedagang grosir di pasar Klewer, Solo. Kala itu tahun 60 an pasar Klewer masih mirip pasar kaget sebelum dirapihkan tahun 71 seperti pasar Bringhardjo Yogyakarta. Bu Lastri yang menghadapi banyak saingan di pasar, lantas mencari siasat untuk berbeda. Ia tidak hanya berjualan jarik seperti yang lain, tapi menawarkan baju dalam, rok, pakaian modis untuk jamannya.
Soelastri menjahit sendiri produksinya sambil mengintip trend di majalah mode Belanda, semacam Libelle dan Burda atau baju artis tahun-tahun itu. Ketika Nuniek di kelas 5 SD ragu-ragu ingin menjahit, bapaknya Goenadi, mengajarkan keberanian.”Coba saja, kalau salah gunting, bapak belikan kain lagi.” Goenadi memang bukan tipe otoriter dalam mengurus 10 anaknya, Nuniek yang paling sulung. Mereka tinggal di kampung Tipes, Serengan, Solo.
Kiat lainnya adalah membangun hubungan baik dengan reseller yang datang dari berbagai kota di Jawa Timur, Bali dan Lampung. Modalnya hanya kepercayaan untuk membayar belakangan. Ibunda Nuniek itu juga punya human relation yag baik dengan pelanggan dan bahkan dengan pesaingnya. Ada tradisi budaya Jawa dalam dirinya yang bisa memendam rasa dan menghadapi rintangan tanpa konflik.
Sifat ibunya tereplikasi dalam diri Nuniek, ketika bekerja di Femina, dan mendirikan majalah Mode dan Aneka Yess dari nol. Semua dalam teori McClelland itu terpenuhi : tugas menantang, perubahan pribadi dan keberhasilan yang terukur. Beruntungnya, nasib seakan menghampar karpet ke jalan yang lurus. Ia mulai menapak di ibukota tahun 71, setelah “puncak pecapaian”nya sebagai gadis Ratu Pasar Klewer, kontes gadis Solo terluwes yang diselenggarakan di pentas depan pasar yang telah direvitalisasi.Usianya 22 tahun waktu itu. Ajang yang bergengsi karena dihadiri oleh Ibu Negara.
Nuniek yang dari muda suka bergaya dengan anting2 heboh dan topi lebar, tau bagaimana mengemas diri sebagai perempuan Jawa luwes dalam memilih kebaya, selendang dan kain batik agar tampil chic. Wajah harus sumringah tak lepas senyum. Ini membuat jurinya antara lain pengusaha Sukamdani Sahid kepincut dan Nunik ditahbiskan sebagi Sang Ratu. Yang mengesankan mahkota ratu dipasang oleh ibu Tien Soeharto. Ketika di kemudian hari tangga karir Nuniek naik, ia dua kali memerankan tokoh ibu negara itu. ( Janur Kuning, 79 dan Djakarta 66, tahun 87)
Di perjalanan awalnya di ibukota, ia menikah dengan koreografer tari kenamaan Kardjono yang membawanya ke panggung TIM dan istana lewat sanggar Ratna Budaya milik ibu menteri penerangan Mashuri. Nuniek yang semula fasih tari Jawa klasik Solo bertambah kemahiran tari klasik Yogya. Kepala negara beberapa kali menonton pentas tari Ratna Budaya.
Sebagai pemburu iklan di majalah Femina ( 1973-1986) , beberapa sumber mengenalnya sebagai penari atau artis. Pergaulan sosial di Jakarta pada tahun ini tak bisa dibayangkan seperti sekarang Tapi lebih dari itu, ia mulai memasang jaring pergaulannya dengan menghadiri semua undangan, gathering, acara apa pun dari lembaga mana pun saat ditugaskan boss besar Femina Sofjan Alisyahbana.
Anak sulung dari 10 bersaudara itu pun tak menolak tugas menyusun jadwal perjalanan, mengurus tiket, bolak balik ke travel biro dan kemudian memotret dan menulis artikel perjalanan. Perkerjaan yang sebetulnya di luar tugas bagian iklan. Awalnya untuk membangun kepercayaan atasan, menunjukan dirinya mampu dan terakhir semua akan memudahkan tugasnya ke depan.
Terbukti saat majalahnya menunjuk Nuniek untuk membawa rombongan Tur Musim Semi di Eropa atau Putri Remaja ke ajang Miss Young International.
Suatu kali, Nuniek diminta mengurus 30 jurnalis yang akan belajar bahasa Inggris selama sebulan di Essex, Inggris. Dalam kegiatan ini, Nuniek yang sudah hidup sendiri, berkenalan dengan redaktur pelaksana Tempo Harun Musawa. Mereka menikah di tahun 1982 dan dikarunia satu orang putri menggenapi sepasang anak Nuniek dari perkawinan terdahulunya.
Saat itu Nuniek telah bermetamorfosis dari kupu2 kecil yang pernah gagap dengan pesawat telpon dan mesin ketik, menjadi primadona iklan di jagat media. Resepnya harus modern dalam kulit dan isi, kenal basa basi orang kota dan terpenting sebagai Kepala Bagian Iklan, Nuniek harus tahu barang apa yang dijual-nya. Karenanya di kantor Nuniek pasang kuping seterang2nya tentang materi redaksi, agar bisa menganalisis poin apa yang bisa diangkat untuk sama-sama untung, antara produsen yang memasang iklan dan majalahnya.
Pekerja juga harus punya kemauan keras melayani, yaitu mengawal tanggung jawabnya dari hulu ke hilir; penempatan iklannya, mengawasi iklan berbentuk naskah advetorial, sampai cara menagih.
Lama kelamaan gadis desa Tipes yang dulu hanya kenal metode pasar tradisional, berubah menjadi orang yang melek sistem manajemen periklanan di media cetak. Femina menjadi majalah super laris bukan saja dari total oplag, tapi pemasukan iklannya.
Usai menimba banyak ilmu media cetak di Femina, Nuniek Harun Musawa jatuh bangun kembali mendirikan majalah Mode dan Aneka Yess. Sebab, untuk memulainya saja setengah mati memperoleh SIUPP ( Surat Ijin Usaha Perusahaan Penerbitan) di jaman sebelum reformasi. Sama sulitnya dengan mencari investor, dan menentukan format majalah agar diterima publik.
Nuniek juga harus memastikan bahwa agen-agen penjual benar mengedarkan majalah baru. Ia rela ke luar jam 3 pagi untuk melihat sendiri agen menjual majalah Mode-nya dan tidak ditahan pesaing.
Mode membidik kelas menengah atas, dan Aneka Yess untuk segmen menengah bawah. Brand yang beriklan tentu disesuaikan dengan target pasar. Iklan barang branded masuk Mode, dan yang lebih ramah kantong untuk Aneka Yess. Gimmick menarik pembaca untuk Mode seperti lomba coverboy dan covergirl. Untuk Aneka Yess lomba pencarian bakat dari olahraga mau pun hiburan yang berhasil mengangkat nama Indra Bekti, Reza Rahardian, Maia Estianty dan Irfan ke publik. Di masa jayanya tahun 1990- 2014, Aneka Yess pernah begitu laris sampai harus dicetak di lima percetakan sekaligus mengejar oplag 150- 180 ribu majalah dua mingguan itu.
Penulis buku setebal 244 halaman ini Vivid F Argarini, doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta adalah anak sulung Nuniek. Vivid layak bangga pada ibundanya, yang pernah menjadi ratu periklanan majalah cetak wanita dan remaja.
Bunga Kejora