Penulis: Prof Tjandra Yoga Aditama (Awal Januari 2005 ikut membantu RS Zainoel Abidin Banda Aceh)
Kita semua tentu amat berduka bahwa pada 26 Desember 2004 ( tepat 20 tahun yang lalu) terjadi gempa 9,1 SR diikuti tsunami yang menewaskan lebih dari 200 ribu saudara-saudara kita di Aceh. Semoga arwah Almarhum dan Almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT Tuhan YME.
Pada awal Januari 2005, hanya beberapa waktu sesudah tsunami terjadi maka saya bersama team Kementerian (waktu itu namanya masih Departemen) Kesehatan ditugaskan ke Banda Aceh, dan saya diminta ke RS Zainoel Abidin, rumah sakit terbesar di Aceh. Ketika itu arahannya adalah agar saya sebagai dokter paru mungkin dapat melakukan kegiatan bronkoskopi untuk “membersihkan” lumpur tsunami yang masuk ke paru pasien korban.
Tetapi, waktu saya datang ke RS Zainoel Abidin ini maka rumah sakit tidak bisa digunakan sama sekali, semua ruangan penuh lumpur. Di dinding rumah sakit ada bekas ketinggian air yang masuk RS, sekitar 1 meter tingginya nampaknya. Saya hanya bertemu 3 orang dokter ketika itu, yaitu Dr Rusmunandar Direktur RS Zainoel Abidin yang kebetulan teman saya waktu sama-sama bertugas di Puskesmas di Riau pada tahun 1980an, lalu Drg Cut Maulina salah satu pimpinan RS dan seorang Dokter Spesialis Anak. Tidak ada dokter lain, dan juga tdak ada petugas kesehatan lain waktu saya datang itu, sebagian ada yang meninggal dan sebagian besar berkumpul dengan keluarganya masing-masing yang semua penuh duka.
Tentu tidak ada pasien sama sekali karena seluruh rumah sakit di timbun lumpur. Lalu kami berkoordinasi dengan TNI dan dikerahkanlah puluhan prajurit untuk membersihkan lumpur itu. Kalau bukan tentara yang turun tangan ketika itu maka tentu tidak ada tenaga yang tersedia untuk kegiatan yang perlu kerja keras “mencuci” lumpur ini. Sesudah RS bersih, dan beberapa petugas kesehatan mulai masuk kerja, maka beberapa kegiatan mulai berjalan. Ketika itu team kesehatan dari berbagai negara datang ke RS ini, dan di halaman Rumah Sakit lalu dipasang tenda kesehatan oleh team berbagai negara itu, yang setiap pagi kita koordinasikan kegiatannya dalam rapat bersama di salah satu ruang RS yang sudah dapat digunakan.
Sesudah kedatangan pertama ini maka selanjang 2025 yang beberapa kali kembali ke Aceh, baik di RS Zainoel Abidin maupun juga membawa team kesehatan yang berkerja di beberapa daerah di Aceh.
Pada tahun 2005 saya menerbitkan buku berjudul “Masalah Kesehatan Pasca Tsunami” yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia UI Press. Sayang pagi ini saya cari-cari bukunya tidak ketemu lagi, walau teryata ada dijual di Tokopedia.