
Penulis : Bunga CK
Kita mungkin tak sadar ketika melewati daerah sekitar Gambir, Lapangan Banteng Jakarta Pusat, bahwa tiga bangunan bersejarah di daerah itu; Masjid Istiqlal, Gereja Katedral dan Monumen Nasional (Monas) berdiri sejajar. “ Tahun 1961, Presiden Soekarno berpesan pada arsitek Frederick Silaban, untuk menata masjid, gereja dan Monas berada dalam satu poros,” kata Bali Taranto, fotografer yang memamerkan karya di Pameran Harmonisasi Islam, di Galeri Masjid Nasional Istiqlal. Dua foto berukuran besar memanjang memperlihatkan penyatuaan tiga simbol harmoni ini dengan pencahayaan yang indah dari langit lepas magrib.
Anto, yang telah menekuni fotografi sekitar 30 tahun ini yakin bahwa Soekarno, pemimpin visioner, mengirimkan pesan keserasian antar agama dalam keragaman budaya negeri ini secara simbolik. Berbagai karya seni multimedia yang dipamerkan merupakan jejak-jejak sejarah nilai keislaman, dan kaitannya dengan budaya yang berkembang di nusantara. Eksibisi ini merupakan bagian dari Festival Harmoni Istiqlal. Nama Istiqlal berarti Kemerdekaan yang dipilih oleh Soekarno.
Kemasan penceritaan sejarah dibuat dengan amat berselera, seperti terlihat di lukisan cat air Nugraha Pratama. Di dalam lukisan panel-panel kecil itu, sekaligus terbaca keterangan obyek lukisan dengan tulisan tangan yang apik. Misalnya tentang masjid Cut Meutia dibangun tahun 1910 sebagai kantor biro arsitek Belanda untuk pemekaran kota Menteng dan Gondangdia. Gedung beralih menjadi masjid tahun 1990. Lalu gambar Vihara tua Sin Tek Bio Temple dari tahun 1698 di daerah Pasar baru yang dibangun oleh penganut Konghucu.
Di ruangan yang lain, ada cerita tentang Muhammad bin Ismail Al Bukhari atau yang dikenal sebagai Imam Bukhari. Wapres ke13 Mar’uf Amin pernah berziarah ke makamnya di Uzbekistan 2023 dan meneyebut almarhum sebagai Amirul Mukminin fil hadist atau pemimpin orang-orang beriman dalam hal ilmu hadis. Lagi-lagi, Bung Karno punya peran dalam penemuan makam ini karena presiden pertama itu yang bersikeras menemukan makam tokoh besar yang lahir di Bukhara wilayah Uzbek yang saat itu masih menjadi negara bagian Rusia. Bung Karno “mengancam” presidennya Nikita Kruschev bahwa ia tak bersedia datang ke Rusia kalau makam Bukhari belum ditemukan.
Pengunjung yang hadir dalam pemeran ini membaca bagaimana perjuangan ulama besar dari abad 9 ini dalam memurnikan ribuan hadis selama 40 tahun. Salah satu bunyi hadis sahih yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab tentang Niat Baik, “ Sesungguhnya amal itu, tergantung niatnya. Sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan rasulnya, maka hijrahnya untuk Allah dan rasulnya. Barang siapa yang hijrah untuk memperoleh suatu di dunia atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijarhnya untuk apa yang dia tuju”
Yang ingin melihat negeri kelahiran Bukhari Uzbekistan dapat menonton pemandangan indah negeri dengan penduduk mayoritas Islam itu dengan bantuan enam google VR (virtual reality) yang disediakan.
Spiritualitas dalam budaya lokal
Di galeri juga tampak bergantung lima lembar kain batik bergaya tiga negeri dari Batang, kota yang bersebelahan dengan Pekalongan. Ini bukan sekedar dekorasi. Di masa penyebaran agama Islam, Syekh KH Ahmad Rivai menjadikan pekerjaan membatik sebagai medium dakwah dalam bahasa Jawa dan Arab. Inilah bagian dari akulturasi sebagaimana yang dilakukan WaliSongo dengan wayang kulit. Musik gamelan Sekatenan di Jawa dan musik Dhol dari Bengkulu juga contoh bagaimana Islam memasukan unsur spiritual dalam praktik budaya lokal.
Ada pun seni modern abad 21 antara lain terlihat dalam lukisan akrilik AD Pirous. Pirous, pelukis ternama dari Bandung mengisi setengah bidang merah lukisannya berukuran 2 x 1 meter dengan dua baris huruf Arab petikan hadist, “ Nasib suatu kaum terletak di tangannya sendiri.”
Pameran seni multimedia dalam Fastival Harmoni ini layak untuk dilihat karena kemasan penyampaian pesan-pesan sejarah keserasian Islam dengan lingkungannya disuguhkan dengan sangat teliti dan serius. Inisiator pameran ini adalah Gerakan Cipta Kawasan, Global Istiqlal Fund dan Bukhari Creative Group. Acara ini berlangsung sampai 28 Februari 2025, dengan harga tiket 35 ribu untuk pelajar dan 45 ribu untuk umum.
( bunga kejora, jurnalis)