
Jakarta, INDONEWS.ID - IRIAN BARAT: Bayang-Bayang Intrik Global di Balik Misteri Pembunuhan Kennedy, novel 464 halaman karya Yusron Ihza, adalah sebuah novel sejarah yang menyingkap tabir gelap di balik salah satu konspirasi politik terbesar abad ke-20: Pembunuhan John F. Kennedy di Dallas tahun 1963!
Mengusung latar Perang Dingin, persaingan ideologi, dan kepentingan ekonomi korporat besar Amerika, novel ini membawa pembaca ke dalam sebuah perjalanan penuh ketegangan, menguak rahasia di balik tragedi yang mengubah wajah dunia.
Graham Edward Miller, mantan agen CIA yang meninggalkan dunia intelijen karena muak atas trik-trik kotor, bertemu dengan Jane Hellen Lewis, seorang wartawan investigatif yang gigih dari Dallas Tribune. Bersama, mereka menyelidiki kematian Kennedy yang sarat kejanggalan. Kesimpulan Komisi Warren yang menuding Lee Harvey Oswald sebagai pelaku tunggal kejahatan, dinilai tidak memuaskan. Kecurigaan mereka mengarah pada keterlibatan Allen Dulles—mantan Direktur CIA yang dipecat Kennedy—dan korporasi besar Rockefeller yang mengincar kekayaan alam Irian Barat.
Dalam investigasi mereka, Graham dan Jane menemukan bahwa tragedi Dallas memang tidak terlepas dari latar belakang Perang Dingin. Terutama, garis kebijakan Kennedy yang pasifis, yang mengancam status quo tatanan dunia (sistem bipolar) yang berlaku. Akan tetapi Gunung Emas di Irian Barat yang merupakan deposit emas terbesar dunia, merupakan faktor yang amat signifikan. Terutama, dalam kaitan Rezim Bretton Wood yang mengatur sistem nilai tukar uang waktu itu.
Rencana kunjungan Kennedy ke Jakarta bulan Mei 1964 untuk bertemu Sukarno, menjadi kunci dari semua ini. Tegasnya, kunjungan itu akan merupakan “Skakmat” bagi Alllen Dulles (CIA) dalam pertarungan strategi melawan Kennedy.
Jika kunjungan tersebut terlaksana, Kennedy akan berhasil merangkul dan meyakinkan Sukarno, pemimpin yang berani menentang dominasi Dunia Barat itu. Sukarno bukanlah tokoh sembarangan. Ia merupakan arsitek utama Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, yang melahirkan Gerakan Non-Blokāsebuah blok netral yang menolak berpihak pada Blok Barat atau Timur. Sukarno bahkan membentuk CONEFO, organisasi tandingan PBB, setelah Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebagai bentuk protes atas kebijakan internasional yang dianggap tidak adil.
Allen Dulles dan kelompoknya melihat pertemuan Kennedy dan Sukarno sebagai ancaman besar. Jika Sukarno, yang memiliki pengaruh besar di dunia internasional itu, bersedia menghentikan Konfrontasi dengan Malaysia (yang notabene adalah perangkap CIA dan MI6) atas arahan Kennedy, hal itu akan menjadi kemenangan politik gemilang bagi Kennedy. Dan, akan memperbesar peluangnya terpilih kembali sebagai presiden Amerika untuk kedua kalinya.
Jakarta merupakan pentas pertarungan politik dan diplomasi paling krusial bagi Kennedy dalam rivalitas atas lawan-lawannya, di mana kebijakan Trikora dan Dwikora yang ditempuh Sukarno adalah medan laga utamanya.
Kennedy nyaris meraih kemenangan!
Tapi, enam bulan sebelum pertemuan dengan Sukarno, dia ditembak mati di Dallas, menyusul kematian Mantan PM Juanda Kartawijaya (Ketua Tim Perunding Indonesia dalam Program Bantuan Ekonomi Kennedy), yang tewas mendadak di tengah perjamuan makan malam di Jakarta, dua minggu sebelumnya.
Tragedi di Dallas itu adalah satu-satunya cara bagi Dulles untuk menghentikan langkah besar Kennedy. Yaitu, sebuah langkah putus asa setelah ia kalah dalam pertarungan trik dan strategi melawan Kennedy seperti yang disebutkan tadi.
Dari Austin, Texas hingga Jakarta, investigasi Graham dan Jane menyingkap jejak panjang operasi rahasia CIA di Indonesia, mulai dari mendukung pemberontakan PRRI dan Permesta hingga merancang kudeta terhadap Sukarno. Melalui pembentukan Kostrad dan reorganisasi TNI, CIA memunculkan “kuda hitam” untuk menggantikan Sukarno, dengan terlebih dahulu menampilkan Letkol Untung sebagai ”kambing hitam.”
Rekayasa kudeta berdarah pada September tahun 1965 menjadi gong terakhir yang memastikan jatuhnya Sukarno dan munculnya Suharto, yang diikuti dengan pemberian izin tambang kepada Freeport, kurang dari satu bulan sejak Suharto menjadi pejabat presiden.
Selain dipenuhi suspense dan intrik yang menegangkan, novel ini juga dihiasi oleh kisah romansa antara Graham dan Jane, yang perlahan tumbuh di tengah badai konspirasi. Hubungan mereka, yang awalnya tak lebih dari sekadar rekan kerja dalam investigasi berbahaya ini, berkembang menjadi cinta sejati.
Setelah menyelesaikan misi mereka di Jakarta, Graham dan Jane yang sempat pulang ke Dallas, tempat tinggal mereka, kembali lagi ke Jakarta untuk menikah di Gereja Katedral di kota itu. Dan, menandai akhir dari perjalanan panjang penuh bahaya serta awal kehidupan baru bersama.
IRIAN BARAT tak hanya cerita tentang konspirasi dan perjuangan mengungkap kebenaran, tetapi juga kisah tentang cinta dan kebencian, kesetiaan dan pengkhianatan, keserakahan, keberanian, dan kekuatan tekad di tengah dunia yang penuh intrik. Sebuah novel yang menggugah pikiran, menggetarkan hati dan membawa pembaca memahami sejarah kelam yang terlupakan.***