Nasional

Dewan Pakar BPIP, Dubes Djumala: Megawati Lakukan Diplomasi Pancasila untuk Lindungi Hak Anak

Oleh : very - Rabu, 05/02/2025 10:19 WIB


Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menghadiri “World Leaders Summit on Children`s Rights” yang membahas hak-hak anak.

Dalam kesempatan itu, Megawati berbicara sebagai panelis dalam acara yang dibuka langsung oleh pemimpin Katolik dunia Paus Fransiskus, Senin (3/2/2025).

Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala, menanggapi partisipasi Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut sebagai salah satu pembicara di Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia untuk Hak-hak Anak di Aula Clementine, Istana Kepausan, Vatikan, 3 Februari tersebut.

“Pancasila yang bersifat universal bisa dijadikan pedoman nilai bagi dunia dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Dengan telah diakuinya Pancasila sebagai Memory of the World oleh UNESCO-PBB, Indonesia bisa memberi inspirasi bagi dunia dalam perlindungan hak anak berdasarkan nilai inti Pancasila, yaitu gotong royong, toleransi dan kemanusiaan,” ujar Djumala.

Konferensi itu dihadiri tokoh-tokoh dunia yang memiliki perhatian dan keprihatinan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak sedunia.

Difasilitasi oleh Paus Fransiskus, konferensi dihadiri antara lain oleh Ratu Rania dari Jordania dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore.

Dalam keterangan tertulisnya, Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar untuk Austria dan PBB di Wina itu mengungkapkan bahwa hak anak sudah merupakan masalah dunia.

Dikatakannya, di berbagai belahan dunia jutaan anak kehilangan hak-haknya akibat konflik bersenjata, perdagangan manusia, hingga kekerasan di dalam keluarga. Lebih dari 40 juta anak saat ini terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata. Sementara sekitar 100 juta anak kehilangan tempat tinggal.

Selain itu, katanya, sekitar 160 juta anak menjadi korban kerja paksa, perdagangan manusia, kekerasan, dan eksploitasi, termasuk dalam pernikahan paksa.

Selama konferensi, terungkap pula bahwa sekitar 150 juta anak di dunia tidak memiliki identitas hukum sehingga mereka tidak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, serta rentan diperjualbelikan.

Dalam konteks itu Megawati menyerukan perlunya kolaborasi lintas negara untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak di seluruh dunia.

Dubes Djumala menilai keikutsertaan Megawati tepat waktu. “Sebab, dunia kini seperti kehilangan nilai dalam melaksanakan diplomasi dan hubungan antar-negara. Dewasa ini kebijakan luar negeri suatu negara lebih sering terekspose sebagai pelaksanaaan diplomasi ‘cash and carry’, pragmatis dan berdasar kalkulasi untung rugi,” kata Dr Djumala.

Padahal, kata Dubes Djumala, hubungan antar negara juga dipandu oleh nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. “Hubungan antar negara itu tidak selamanya didasarkan pada hitungan untuk rugi jangka pendek. Setiap negara punya kewajiban sosial kemanusiaan untuk saling kerja sama dalam mengatasi masalah hak anak,” ujar Dubes Djumala.

Partisipasi Megawati di konferensi itu juga dinilai tepat waktu karena PBB melalui UNESCO pada Mei 2023 menganugerahkan status Memory of the World bagi pidato Pancasila Bung Karno berjudul “To Build  the World Anew” di Sidang Umum PBB, New York, pada 30 September 1960.

Dengan penganugerahan itu sejatinya nilai Pancasila sudah diakui dunia sebagai nilai-nilai universal yang selaras dengan nilai-nilai kebajikan semua negara di dunia. Pancasila bisa digunakan sebagai instrumen diplomasi, yaitu diplomasi Pancasila.

“Diplomasi Pancasila adalah upaya Indonesia menyemaikan adab gotong-royong (kerja sama), musyawarah (dialog) dan toleransi (saling menghargai) sebagai inspirasi di dunia dalam menyelesaikan  berbagai masalah global, termasuk dalam upaya melindungi dan memenuhi hak anak sedunia,” ujar Dubes Djumala.*

 

Artikel Lainnya