
Pekanbaru, INDONEWS.ID – Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) seluruh Indonesia mendesak Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 wajib direvisi. Sebab, banyak pasal-pasal yang kontra produktif terhadap pengelolaan organisasi olahraga dalam lingkup olahraga prestasi.
“Proses pembentukan Permenpora Nomor 14 Tahun 20 tidak memenuhi syarat formal pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga menurut hukum dapat dibatalkan,” kata Prof. Dr. R Benny Riyanto, SH, M.Hum. CN, Guru Besar Fakultas Hukum Unnes.
Prof Benny yang juga menjabat sebagai Staf Ahli KONI Pusat melontarkannya dalam Dialog Olahraga yang bertajuk Kontroversi Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, Dicabut atau Revisi? yang digelar Siwo PWI Pusat di Hotel Mutiara Merdeka, Riau, Jumat, 7 Februari 2024.
Selain Prof Benny Riyanto, hadir pula pembicara lain yaitu Sekjen Federasi Triathlon Indonesia Ahyar, dan anggota Komisi X DPR RI, Dr Hj Karmila Sari, S.Kom, MM dalam diskusi yang digelar dalam rangka Hari Pers Nasional 2025. Dialog Olahraga yang disupport OSO Group itu dipimpin oleh moderator TB Adhi, wartawan senior.
Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang mengatakan Dialog Olahraga ini baguan dari keprihatinan SIWO terhadap kegaduhan di tingkat elite dunia olahraga raga.
“Salah satu tugas pers SIWO adalah melakukan kontrol terhadap semua kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat,” ujar Zulmansyah.
Keresahan terhadap aturan ini, jelas Bang Zum, juga sudah pernah disampaikan oleh KONI Pusat ke pihak legislatif untuk memberikan perhatian khusus agar dapat berdialog dengan Kemenpora.
"Banyak pihak terganggu dengan Permenpora ini. Bukan hanya KONI Pusat tapi juga KONI Provinsi, induk cabang olahraga dengan adanya aturan yang bertentangan dengan Olympic Charter ini," kata Zulmansyah.
Di dalam aturan ini ada beberapa poin yang dinilai menghambat perkembangan prestasi dalam dunia olahraga, poin ini yang akan dibahas.
“Beberapa pasalnya juga menyebabkan tak berkembangnya prestasi karena ada beberapa syarat,” urai Zulmansyah.
Menurut Prof Benny, ada syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi dalam proses pembentukan peraturan Perundang-undangan.
Pertama, menurut Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011, Jo. UU No. 15 Tahun 2019, Jo. UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat.
Kedua, berdasarkan, putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 (hal.393) tentang pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah partisipasi masyarakat yang bermakna. Hal itu terdiri atas tiga unsur.
“Pertama, hak masyarakat untuk didengar. Kedua, hak masyarakat untuk dipertimbangkan. Ketiga, hak masyarakat untuk dijelaskan. Nah, pembentukan Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 tidak mengabaikan hal-hal itu,” jelas Prof Benny.
Tidak Selaras
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Federasi Triathlon Indonesia, Ahyar menilai Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 seharusnya menjadi solusi, bukan menjadi polemik.
“Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini turunan dari UU dan PP. Ada 11 pasal yang bermasalah,” jelas Ahyar.
Menurut Prof Benny dan Ahyar, ada sejumlah norma-norma yang dianggap bermasalah lantaran tidak selaras dengan dengan payung hukum yang lebih tinggi sehingga hal ini dianggap melanggar asas hukum lex superior derogat legi inferior, melanggar asas hierarchy atau concordansi.
Norma-norma yang dianggap bermasalah dengan norma-norma regulasi yang lebih tinggi, yaitu Pasal 10 ayat (2) Permenpora 14 tahun 2024 Tentang kongres/musyawarah organisasi olah raga harus mendapat rekomendasi Kementerian.
“Selama ini yang sudah berjalan dan tidak pernah ada kendala, bahwa kongres/musyawarah organisasi cabang Olahraga yang memberikan rekomendasi adalah KONI. Sebab, KONI dibentuk dan disepakati oleh cabang olahraga itu sendiri, pasal 37 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2022).
Karena itu, Pasal 10 ayat (2) Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi dari pemerintah terhadap teknis pengelolaan Organisasi Olahraga yang melanggar UU nomor 11 tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Karmila Sari dari fraksi Golkar menilai kontroversi dari Permenpora No.14 Tahun 2024 ini harus segera dicarikan jalan tengahnya. Perubahan yang dilakukan mungkin bisa terjadi, tetapi jangan sampai merugikan.
"Karena tentu tujuan semua stakeholder olahraga sama. Bagaimana membuat olahraga Indonesia makin berkualitas, dan pembinaan serta semua pihak yang terkait berjalan dengan baik," kata Karmila.
Pihaknya mengaku sangat mengapresiasi dialog yang dilakukan oleh Siwo PWI dan OSO Grup ini dalam rangka Hari Pers Nasional. Dari kegiatan ini, dirinya berharap bisa mendapatkan tambahan masukan untuk mencari solusi.
"Jadi kami anggap, hasil dari diskusi ini sebagai bagian daripada "meaningful participation". Jadi kami bisa tahu, mungkin ada solusi yang tidak terpikirkan oleh Komisi X atau yang tak terpikirkan oleh Menpora dan pihak KONI. Mungkin dari sisi forum ini juga bisa membantu untuk mencari jalan keluar," imbuhnya.
Setiap saran/masukan pasti dilihatnya akan ada plus minusnya. Tapi, Karmila berharap dari hasil diskusi olahraga ini bisa menjadi notulensi yang bisa disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi X, antara KONI dan Menpora nanti.
"Kapan? tentu dalam waktu dekat. Paling lambat bisa juga di bulan Ramadhan untuk mendudukan bersama membahas yang kontroversi dari Pemenpora ini," ucap Karmila menambahkan.