Nasional

Andri Tedjadharma Mengadu ke DPR, Tuntut Keadilan atas Penyitaan Aset Miliaran Berdasarkan Putusan Palsu

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 14/04/2025 20:56 WIB


Kuasa hukum Andri Tedjadharma, Japaris Sihombing, S.H saat konferensi pers kompleks DPR RI, Senin (14/4/25).

Jakarta, INDONEWS.ID – Pemilik Bank Centris Internasional, Andri Tedjadharma, mengadu ke Komisi III DPR RI untuk meminta keadilan atas penyitaan harta pribadinya oleh negara yang diduga berdasarkan salinan putusan kasasi palsu.

Kuasa hukum  Andri Tedjadharma, Japaris Sihombing, S.H., menyampaikan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan RI telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum.

Salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) No. 1688 K/Pdt/2003, yang digunakan sebagai dasar penyitaan, dinyatakan tidak pernah ada dalam sistem resmi MA.

Atas dasar salinan tersebut, PUPN dan KPKNL menyatakan Andri sebagai penanggung utang negara. Akibatnya, aset pribadi seperti lahan di Bali dan Bandung, villa di Bogor, kantor dan rumah di Jakarta disita. Bahkan istri dan anak Andri turut terancam pencekalan dan penyitaan aset pribadi.

“Kami menerima tiga surat resmi dari Mahkamah Agung. Isinya tegas: tidak pernah terima permohonan kasasi BPPN melawan Bank Centris. Maka, dari mana datangnya putusan ini? Lebih parah, salinan inilah yang dipakai menyita aset pribadi klien kami,” ungkap Japaris, S.H kepada awak media di kompleks DPR RI, Senin (14/4/25).

Akibat putusan tersebut, ungkap Japaris, aset pribadi Andri seperti lahan di Bali dan Bandung, villa di Bogor, serta rumah dan kantor di Jakarta telah disita. Bahkan istri dan anaknya terancam pencekalan dan penyitaan harta pribadi.

Sejauh ini, kata Japari, kliennya telah menempuh berbagai upaya hukum antara lain mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun ditolak karena dianggap bukan kewenangan lembaga tersebut.

Selanjutnya, pihaknya juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan nomor perkara No. 171. Namun lagi-lagi ditolak tanpa mempertimbangkan fakta bahwa putusan kasasi tersebut tidak sah. Padahal dalam persidangan, bukti dan saksi ahli menyatakan jelas bahwa dasar hukum penyitaan tersebut cacat formil.

Tidak sampai di situ, Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) juga ikut melaporkan tiga hakim dalam kasus ini ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik. Mereka menilai hakim-hakim yang menolak gugatan hukum yang diajukan Andri ikut terlibat karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang ada.

Bukti Pemalsuan Dokumen: Kejanggalan dalam Salinan Kasasi

Tim kuasa hukum Andri menemukan lebih dari 20 kejanggalan fatal, di antaranya nomor relaas tidak masuk akal: diklaim tahun 2003, tapi relaasnya tahun 2022; Kesalahan fatal dalam isi: tanggal tak konsisten, kutipan UU tidak relevan, nama pihak keliru.

Konfirmasi palsu: Nama Prof. Bagir Manan tercantum sebagai Ketua Majelis, padahal beliau membantah pernah mengadili perkara tersebut; Terdapat kesalahan tanggal, referensi UU tidak relevan, dan nama pihak yang keliru. Lalu amar putusan kontradiktif. Poin amar menyatakan akta sah dan berharga, namun menyebut Bank Centris berutang dalam jumlah besar, tanpa dasar jelas.

"Bertentangan dengan Pernyataan Menteri Keuangan: Sri Mulyani pada 2008 di Gedung DPR menyatakan kasus Bank Centris masih menunggu kasasi. Selain itu, kontradiksi dengan Audit BPK: Laporan 2006 menyebut perkara Bank Centris belum inkrah, artinya tidak mungkin sudah ada putusan tahun 2006," " kata Japaris Sihombing.

Bukan Sekadar Kasus Pribadi

Sementara itu, Pemilik Bank Centris Internasional, Andri Tedjadharma menyampaikan negara telah sungguh zolim kepada diri dan keluarganya dengan menyita aset pribadinya dengan dasar dokumen palsu.

 “Yang dilakukan Kementerian Keuangan terhadap saya dan keluarga sungguh zalim. Menyita hak pribadi warga negara dengan dasar dokumen palsu, itu pelanggaran hukum dan HAM. Kalau ini dibiarkan, siapa pun bisa jadi korban,” ujar Andri.

Andri menilai tindakan tersebut melanggar UUD 1945, UU Perseroan Terbatas, dan UU Waris. Dalam waktu dekat, ia juga akan melapor ke Komnas HAM untuk meminta perlindungan atas hak konstitusionalnya yang dilanggar.

“Hakim telah mengabaikan dalil kebenaran dan bukti otentik yang kami ajukan. Ini bukan lagi soal saya pribadi. Ini soal keadilan, tentang apakah  negara benar-benar mampu dan punya niat melindungi warganya dari kejahatan sistemik atau tidak,” tegas Andri.

Duduk Perkara Kasus Bank Centris Internasional

Berdasarkan informasi yang dirangkum media ini dari berbagai sumber, berikut adalah kronologi kasus hukum yang melibatkan PT Bank Centris Internasional (BCI) milik Andri Tedjadharma terkait dugaan keterlibatan perusahaan perbankan yang disingkat BIC ini dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998:

 

Tuduhan Awal dan Penetapan Sebagai Bank Beku Operasi (BBO)

Pada tahun 1998, Bank Centris Internasional dituduh menerima dana BLBI dan kemudian ditetapkan sebagai Bank Beku Operasi (BBO) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 4 April 1998. Seluruh direksi dan karyawan dipaksa keluar dari gedung tanpa diperbolehkan membawa dokumen apapun. Padahal, BCI adalah satu-satunya bank yang saat itu tidak mengajukan diri sebagai obligor BLBI.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Dalam perkara nomor 350/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Sel, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa Bank Centris Internasional tidak pernah menerima dana BLBI, bahkan satu rupiah pun. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung.

Penyitaan Aset oleh Satgas BLBI

Pada tahun 2021, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta mengeluarkan surat paksa yang memerintahkan Andri Tedjadharma untuk membayar utang negara sebesar Rp897,6 miliar. Meskipun sudah dibatalkan oleh putusan PTUN Jakarta, Satgas BLBI tetap menyita aset pribadi Andri Tedjadharma, termasuk lahan di Bali dan Lembang, serta properti lainnya.

Gugatan Rp11 Triliun

Merasa dirugikan, Andri Tedjadharma menggugat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sebesar Rp11 triliun atas dugaan perbuatan melawan hukum. Gugatan ini diajukan setelah mediasi gagal dan sidang lanjutan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2024.

Andri Tedjadharma menegaskan bahwa dirinya dan Bank Centris Internasional bukanlah obligor BLBI. Ia juga menyatakan bahwa salinan putusan kasasi Mahkamah Agung No.1688 tanggal 4 Januari 2006 yang digunakan untuk menyita asetnya diduga palsu, karena Mahkamah Agung menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi dari BPPN terkait Bank Centris.

Kasus ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keputusan pengadilan dan tindakan eksekusi oleh pihak berwenang, serta menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dalam penanganan piutang negara. Proses hukum masih berlangsung, dan publik menantikan keadilan yang seadil-adilnya. 

Perjalanan Singkat Kasus:

  • 2003: Kasasi fiktif bernomor 1688 K/Pdt/2003 disebut diajukan BPPN atas perkara Bank Centris. MA menyatakan permohonan ini tidak pernah diterima.

  • 2006-2008: Audit BPK dan pernyataan Menteri Keuangan menyatakan perkara masih dalam proses hukum, belum inkrah.

  • 2023: Andri melaporkan dugaan pemalsuan putusan ke Bareskrim Polri (STTL/374/IX/2023), namun penyelidikan mandek.

  • 2024-2025: Gugatan hukum ditolak di PTUN dan PN Jakarta Pusat, meski bukti menunjukkan putusan yang digunakan tidak sah.

  • 14 April 2025: Andri membawa kasus ini ke Komisi III DPR RI untuk meminta keadilan dan perlindungan hukum.*(Rikard Djegadut)

Artikel Lainnya