Jayapura, INDONEWS.ID – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua menyatakan jenazah Hetina Mirip, seorang warga sipil di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, ditemukan dalam kondisi mengenaskan usai operasi militer oleh Satuan Tugas (Satgas) Habema pada Rabu dini hari, 14 Mei 2025.
Kepala Sekretariat Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengungkapkan jenazah Hetina ditemukan terkubur tidak layak di dekat ladang warga Kampung Jaindapa. "Sebagian tubuh korban tidak terkubur dengan layak," kata Frits saat dihubungi pada Minggu, 25 Mei 2025.
Menurut seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya, Hetina ditemukan sembilan hari setelah operasi militer, tepatnya pada Jumat, 23 Mei. Jenazahnya dikubur di galian tanah sedalam sekitar 60–70 sentimeter.
"Wajah korban dalam keadaan bengkak dan ada bekas luka memar pada bagian lengan kiri," ungkap warga tersebut.
Frits mengatakan, Komnas HAM Papua masih mendalami kasus ini dan belum dapat memastikan pihak yang bertanggung jawab atas kematian Hetina.
“Kami belum menemukan bukti valid apakah korban dibunuh oleh prajurit TNI atau oleh milisi TPNPB,” ujarnya. Laporan yang masuk dari mitra lapangan saat ini tengah diverifikasi oleh lembaga tersebut.
Meski begitu, Frits menekankan bahwa dalam tradisi suku Migani, yang mendiami wilayah Intan Jaya, perempuan dilarang menjadi korban dalam konflik bersenjata. “Apalagi sampai tewas dalam situasi kekerasan bersenjata,” tambahnya.
Soal pembakaran jenazah Hetina, Frits menjelaskan hal itu merupakan bagian dari tradisi lokal. "Masyarakat membakar jenazah setelah ditemukan sebagai bagian dari adat," katanya.
Sebelumnya, TNI menyatakan 18 anggota milisi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tewas dalam kontak senjata dengan Satgas Habema pada 14 Mei.
Namun klaim ini dibantah oleh juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, yang menyebut hanya tiga anggotanya tewas dan dua lainnya luka-luka. "Sisanya adalah warga sipil yang tewas akibat tembakan TNI," ujar Sambom.
Sebuah pesan siaran yang diterima Tempo, diduga berasal dari anak korban, Antonia Hilaria Wandegau, menambah luka keluarga. Dalam pesannya, ia menyatakan Hetina hanyalah ibu rumah tangga yang tidak terlibat dalam kelompok bersenjata. Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto membuka mata terhadap situasi di Papua.
“Tetapi kami terus disayat oleh negara sendiri. Apa arti nasionalisme kalau kemudian membunuh warga sendiri atas nama stabilitas?” tulis Antonia.