INDONEWS.ID

  • Senin, 29/01/2018 15:56 WIB
  • Joko Widodo dan Politik ABG Jilid II

  • Oleh :
    • indonews
Joko Widodo dan Politik ABG Jilid II
Stanislaus Riyanta, analis intelijen, alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh: Stanislaus Riyanta*)

KEKUASAAN Presiden Soeharto selama 32 tahun di Indonesia membuktikan bahwa Soeharto mampu membangun pondasi politik yang sangat kuat. Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto menjadi pemimpin yang powerfull dan hampir tidak ada gangguan politik yang mampu diatasi, kecuali pada tahun terakhir yang akhirnya membuat Seoharto mengundurkan diri.

Baca juga : Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"

Rezim orde baru pimpinan Soeharto mengelola pemerintahan dengan tiga pilar kuat yaitu ABRI (militer), birokrasi, dan Golkar, yang kemudian dikenal dengan jalur ABG. Kekuatan politik jalur ABG tersebut selama puluhan tahun berdiri kokoh dan kuat menguasai hampir semua sendi penggerak di Indonesia hingga reformasi pada 1998 terjadi.

Setelah 20 tahun runtuhnya rezim Orde Baru, pasang surut politik terjadi. Partai penguasa tidak lagi didominasi oleh Golkar. Presiden telah berganti beberapa kali, mulai dari BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga saat ini Joko Widodo yang diusung oleh PDI Perjuangan,  yang pada saat rezim orde baru menjadi oposisi. Namun tentu saja kekuasaan PDI Perjuangan saat ini penuh tantangan dari berbagai arah mengingat demokrasi yang semakin berkembang dan bebas.

Baca juga : Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar

 

Penyeimbang PDI Perjuangan

Baca juga : Qodari Sebut Dua Alasan Gibran Berpeluang Jadi Ketum Golkar

Bertahun-tahun PDI Perjuangan menjadi oposisi, dan ketika sudah menjadi partai yang mendukung pemerintah, naluri untuk menjadi oposisi terlihat tetap tidak bisa hilang. Sinyal bahwa Presiden Joko Widodo mendapat goyangan dari partai pengusungnya terbaca oleh masyarakat. Tentu saja mengatasi berbagai gangguan yang berasal dari kalangan dalam lebih sulit dilakukan dibandingan dengan ancaman yang muncul dari pihak oposisi.

Joko Widodo perlu membangun kekuatan sebagai pilar-pilar penyangga kekuasaan selain dari PDI Perjuangan. Mengandalkan partai politik lainnya dengan platform agama agak sulit dilakukan mengingat propaganda yang dilakukan oleh pihak oposisi bahwa pemerintahan sekarang berseberangan dengan kelompok agama dilakukan dengan kuat. Sementara kebutuhan untuk membangun kekuatan penyeimbang PDI Perjuangan perlu dilakukan terutama untuk persiapan pertarungan 2019.

Perombakan kabinet pada Januari 2018 menujukkan bahwa arah Joko Widodo untuk membangun kekuatan penyeimbang PDI Perjuangan semakin tegas. Joko Widodo terlihat hampir sama menggunakan model yang dilakukan Soeharto dengan membangun jalur ABG. Pilar pertama yang dibangun oleh Joko Widodo adalah kekuatan yang mempunyai basis militer. Joko Widodo mengumpulkan Jenderal Purnawirawan yang terlihat mempunyai pengaruh kuat seperti Wiranto, Moeldoko, Luhut B Panjaitan, Agum Gumelar, Ryamizard, Subagyo Hadi Siswoyo, dan Try Sutrisno.

Kekuatan Jenderal purnawirawan ini tentu saja akan membuat Joko Widodo lebih bertenaga saat menghadapi pertarungan 2019 yang diperkirakan akan berhadapan dengan calon presiden dengan latar belakang militer seperti Prabowo Subianto atau Gatot Nurmantyo. Selain itu kekuatan ini juga akan mempermudah proses konsilidasi TNI yang diperlukan pasca Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI diganti oleh Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI-AU.

Partai Golkar juga terpilih menjadi basis kekuatan bagi Joko Widodo. Sebagai partai yang mempunyai kekuatan hingga pelosok desa, Golkar masih dipandang cukup bertenaga dan dapat diandalkan untuk mendukung kepentingan politik Joko Widodo. Hal ini tentu saja tidak gratis bagi Golkar, hak eksklusif diterima oleh Golkar sebagai balas budi dukungan terhadap Joko Widodo. Jatah menteri yang bertambah dengan masuknya Idrus Marham sebagai Menteri Sosial, dan dipertahankannya Airlangga sebagai menteri dengan jabatan rangkap Ketua Umum menunjukkan bahwa Joko Widodo memberikan tempat istimewa kepada Golkar.

Kekuatan basis militer dengan Golkar diikat dengan terpilihnya Letjen TNI (Purn) Lodewijk F Paulus, mantan Danjen Kopassus, sebagai Sekjen Golkar. Tentu saja dugaan publik bahwa ada peran Luhut Panjaitan terhadap terpilihnya Lodewik Paulus sangat masuk akal. Mengingat kedekatan keduanya yang berasal dari korps yang sama.

Kekuatan birokrasi, walaupun tidak setangguh rezim Orde Baru, tentu saja juga dibangun oleh Joko Widodo. Meskipun aturan politik praktis bagi ASN sudah sangat jelas, namun usaha membangun kekuatan politik masih saja bisa dilakukan. Pengaruh kepala daerah yang berasal dari berbagai kekuatan politik, termasuk oposisi, menjadi tantangan tersendiri jika ingin membangun basis kekuatan yang berasal dari pilar birokrasi.

Basis kekuatan ABG Jilid II sangat nampak dibangun oleh Joko Widodo. Kekuatan ini memang perlu selain untuk mengimbangi dominasi dari PDI Perjuangan, juga sebagai kekuatan untuk menghadapi pihak oposisi yang cukup kuat. Berbagai serangan politik akan diluncurkan kepada Joko Widodo hingga Pilpres 2019 nanti, jika Joko Widodo tidak mempunyai kekuatan yang kuat maka serangan ini akan menggerus kepercayaan publik dan membahayakan bagi hasil 2019 nanti. Membangun kekuatan ABG Jilid II cukup masuk akal sebagai karpet merah menuju 2019.

Pemilihan Presiden 2019 tidak akan lama lagi. Mesin politik sudah dipanaskan dan berjalan menyusun kekuatan. Apapun model pembangunan kekuatan politiknya, selama tidak bertentangan dengan perundangan yang berlaku tentu sah-sah saja. Paling penting bagi masyarakat adalah kekuatan politik tersebut selaras dengan tujuan negara Indonesia yang bersatu, maju, mandiri, adil dan sejahtera.

*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Artikel Terkait
Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"
Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar
Qodari Sebut Dua Alasan Gibran Berpeluang Jadi Ketum Golkar
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas