INDONEWS.ID

  • Sabtu, 24/08/2019 17:20 WIB
  • Pansel KPK Dinilai Tak Dengarkan Suara Masyarakat

  • Oleh :
    • very
Pansel KPK Dinilai Tak Dengarkan Suara Masyarakat
Panitia Seleksi Pimpinan KPK. (Foto: Antara)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Masa depan pemberantasan korupsi terancam. Kondisi ini disebabkan proses seleksi Pimpinan KPK yang menyisakan berbagai persoalan serius. Mulai dari tindakan atau pernyataan Pansel, proses seleksi, hingga calon-calon yang tersisa sampai sejauh ini.

Baca juga : Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora

Koalisi Kawal Capim KPK yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Pusat Studi Konstitusi FH UNAND dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi setidaknya mencatat dua hal utama yang patut dicatat selama proses pemilihan calon pimpinan. 

Pertama, Pansel seakan tidak menghiraukan masukan dari berbagai elemen masyarakat. “Respon yang diberikan oleh Pansel acapkali negatif dan defensif; padahal penyikapan atas langkah-langkah Pansel dalam penjaringan pimpinan KPK bukan hanya oleh kalangan masyarakat sipil antikorupsi namun sudah mencakup perwakilan organisasi agama hingga mantan pimpinan KPK,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (24/8).

Baca juga : PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok

Malahan, Koalisi Kawal Capim KPK menilai Capim KPK melakukan penilaian terhadap hal yang tidak relevan seperti isu radikalisme. Pada 25 Juni 2019 Pansel menghembuskan isu radikalisme pada proses pemilihan Pimpinan KPK. Hal ini sama sekali tidak relevan, karena seharusnya yang disuarakan oleh Pansel adalah aspek integritas. Posisi ini memperlihatkan keterbatasan pemahaman Pansel akan konteks dan mandat KPK sebagai penegak hukum.

Selain itu, Capim KPK menyebutkan bahwa lebih baik Pimpinan KPK ke depan berasal dari unsur penegak hukum. Alasan Pansel lantaran penegak hukum dipandang lebih berpengalaman dalam isu pemberantasan korupsi.

Baca juga : Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN

“Logika ini keliru, karena seakan Pansel tidak paham dengan original intens pembentukan KPK. Sejarahnya KPK dibentuk karena lembaga penegak hukum konvensional tidak maksimal dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan lebih jauh: Apa saat ini penegak hukum lain telah baik dalam pemberantasan korupsi?,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK.

Berbagai penelitian dan survei masih menempatkan penegak hukum dalam peringkat bawah untuk penilaian masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Pansel KPK juga gagal memperhitungkan potensi konflik kepentingan jika kelak penegak hukum aktif terpilih menjadi Pimpinan KPK.

Dalam berbagai kesempatan Pansel kerap menyebutkan bahwa isu kepatuhan LHKPN tidak dijadikan faktor yang menentukan dalam proses seleksi Pimpinan KPK. Ada 2 (dua) poin penting pada isu ini. Pertama, Pansel tidak memahami bahwa untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara ataupun penegak hukum salah satu indikator yang digunakan adalah kepatuhan LHKPN.

Kedua, LHKPN merupakan perintah undang-undang kepada setiap penyelenggara negara maupun penegak hukum. Ini sesuai dengan mandat dari UU No 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK No 07 Tahun 2016. Sederhananya, bagaimana mungkin seorang Pimpinan KPK yang kelak akan terpilih justru figur-figur yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN?

Selanjuntnya, Keppres Pembentukan Pansel juga tidak dapat diaskses publik. Pada tanggal 10 Juli 2019 LBH Jakarta mengirimkan surat permintaan salinan Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019. Namun sayangnya pihak Sekretariat Negara tidak memberikan dengan alasan bahwa hanya diperuntukan untuk masing-masing anggota Pansel saja. Padahal berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Informasi Publik, Kepres Pansel KPK merupakan informasi publik dan bukan termasuk informasi yang dikecualikan.

Waktu proses seleksi Capim KPK juga dinilai tidak jelas. Sejak awal pembentukan Pansel tidak ada sama sekali pemberitahuan bagi publik terkait jadwal pasti proses seleksi Pimpinan KPK. Hal ini tentu merugikan para calon serta masyarakat sebagai fungsi control. Alhasil dapat dikatakan Pansel telah gagal dalam mendesain agenda besar seleksi Pimpinan KPK 2019-2023.

Terakhir, Pansel ingin agar KPK fokus pada isu pencegahan. Pernyataan ini dilontarkan oleh Pansel ketika merespon pidato dari Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Saat itu salah seorang anggota Pansel menyebutkan agar KPK ke depan lebih baik pada aspek pencegahan. Seharusnya bagaimana politik penegakan hukum dilakukan oleh KPK bukan menjadi bagian Pansel KPK untuk menerjemahkan.

“Logika keliru, karena bagaimanapun di tengah praktik korupsi yang masih massif dan indeks persepsi korupsi yang juga tidak merangkak naik signifikan maka pencegahan juga harus diikuti dengan langkah penindakan,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK.

Hal di atas malah direspon secara defensif oleh Pansel KPK. Hal ini seolah menyangkal salah satu esensi tugas mereka sendiri yaitu menerima masukan publik atas proses penjaringan pimpinan yang mereka lakukan.

Catatan kedua dari Koalisi Seleksi Capim KPK yaitu lolosnya 20 calon yang pada tahapan ini tidak menggambarkan masa depan cerah bagi KPK ke depan. Masih ada calon di antara 20 nama tersebut yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN. Ada juga beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi mempunyai catatan kelam pada masa lalu.

“Ini mengartikan bahwa Pansel tidak mempertimbangkan isu rekam jejak dengan baik. Patut dicatat apabila calon-calon dengan rekam jejak bermasalah lolos berarti Pansel KPK memiliki andilnya sendiri dalam lemahnya agenda pemberantasan korupsi ke depan,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK.

Lepas dari poin atas Pansel, yang terpenting adalah peran Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat tertinggi dalam proses seleksi ini. 

Pansel seharusnya mafhum bahwa setiap pernyataan, langkah, dan tindakan yang dijalankan mewakili sikap dari Presiden. Menjadi pertanyaan bagi publik, apakah sebenarnya Presiden setuju dengan 20 nama yang menyisakan banyak persoalan seperti saat ini? Apakah Presiden sepakat ketika kelak Pimpinan KPK terpilih justru figur yang tidak patuh melaporkan LHKPN?

Juga apakah Presiden sependapat jika kelak nantinya Pimpinan KPK yang terpilih justru mempunyai rekam jejak bermasalah pada masa lalunya? Dan beresiko melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi di Negeri ini?

"Seharusnya Presiden bisa berlaku tegas dengan tidak menyerahkan semua hal pada Pansel karena dalam menjalankan kerjanya karena buruknya pilihan Pansel merefleksikan komitmen Presiden terhadap agenda pemberantasan korupsi nasional,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK.

Karena itu, Koalisi Kawal Capim KPK meminta Presiden Joko Widodo memanggil serta mengevaluasi Panitia Seleksi Pimpinan KPK 2019-2023.

“Pansel Pimpinan KPK agar lebih peka dan responsif terhadap masukan masyarakat serta mencoret nama-nama yang tidak patuh melaporkan LHKPN dan mempunyai rekam jejak bermasalah,” ujar Koalisi Kawal Capim KPK. (Very)

 

 

Artikel Terkait
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Artikel Terkini
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Dirikan Dapur dan Pendistribusian untuk Korban Banjir Bandang Tanah Datar
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas