Jakarta, INDONEWS.ID - Rencana DPR membahas Rancangan Undang- Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendapat kritik tajam dari berbagai kelompok masyarakat, lembaga DPD dan beberapa Partai Politik di DPR.
Mayoritas anggota DPD memberikan penolakan setelah melihat respon masyarakat terhadap RUU yang akan dibahas oleh DPR. Rencananya, pimpinan DPD akan membentuk tim kerja dengan tujuan membahas dan mengakaji secara mendalam RUU HIP.
"Tentu kita sebagai pimpinan tidak bisa begitu saja mengeluarkan sikap resmi lembaga. Meskipun mayoritas Senator menolak RUU HIP. Maka, jalan keluarnya adalah, kami pimpinan, memutuskan untuk membentuk Tim Kerja (Timja) yang tadi disepakati dipimpin oleh Wakil Ketua DPD RI, Pak Nono Sampono," kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Jakarta, Selasa,(26/06/2020)
Terhadap RUU yang ada, lanjut LaNyalla, mayoritas anggota DPD menginginkan agar pimpinan DPD segera memberikan surat penolakan secara kelembagaan kepada DPR. Namun, ia menegaskan, pihaknya terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada tim kerja yang akan dibentuk untuk mempelajari secara menyeluruh RUU Haluan Ideologi Pancasila.
Penolakan terhadap RUU HIP juga disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia. Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah menerangkan, RUU ini berpotensi mendapatkan penolakan keras dari masyarakat termasuk dari kalangan umat Islam.
Ikhsan Abdullah mengatakan, DPR terkesan terburu - buru dalam membahas RUU HIP. Secara tiba-tiba, RUU ini telah ditetap dalam Program Legislasi Nasional.
"Mencuri di saat senyap, mengganti ideologi negara. Jika dilanjutkan akan berpotensi mendapat tantangan keras dari masyarakat, termasuk umat Islam yang berjuang hidup mati mempertahankan Pancasila," kata Ikhsan Abdullah seperti dikutip dari bbc.com, Senin, (15/06/2020)
Hal yang sama disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu`ti. Ia mengatakan bahwa Pasal-Pasal dalam RUU HIP berpotensi menimbulkan masalah baru berkaitan dengan Pancasila sebagai ideologi negara.
Salah satu pasal yang diangggap bermasalah yakni Pasal 7 yang memiliki tiga ayat, yaitu:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/ demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
"Rumusan seperti di Pasal 7 seperti mengulang kembali perdebatan lama yang sudah selesai dan bertentangan dengan UUD 1945. Padahal rumusan Pancasila sebagai dasar negara sudah final dengan lima sila," kata Abdul.
Beberapa Partai Politik di DPR ikut menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP. Beberapa partai tersebut di antaranya yakni PPP, PKS, PAN dan NasDem.
Keempat partai tersebut menginginkan TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dimasukan sebagai konsiderans `mengingat`dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila.
Wakil Ketua Fraksi Nasdem di DPR, Willy Aditya dengan tegas mengatakan, pihaknya tidak akan terlibat dalam proses pembahasan jika TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 dan pembahasan tidak dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak pihak.
"Kami juga meminta prosesnya lebih inklusif dan melibatkan banyak pihak, dan bukan pemaksaan kehendak seperti yang terjadi sekarang yang tidak mencerminkan bagaimana lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa," ungkapnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR, menyatakan menolak karena melihat adanya potensi masalah dalam RUU HIP.
"Jangan abaikan bahaya laten komunisme. TAP MPRS XXV/1966 secara resmi masih berlaku karena bahayanya mengancam bangsa Indonesia sampai dengan saat ini," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwain,".*