Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Syamsuddin Haris menyatakan akan segera merampungkan berkas kasus dugaan pelanggaran kode etik penggunaan helikopter mewah oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
"Semoga awal Agustus bisa rampung," ujar anggota Dewas Syamsuddin Haris dalam pesan singkatnya, Kamis (23/7/2020).
Syamsuddin mengatakan, pada akhir Juli ini, Dewas KPK sedang fokus mempersiapkan dua event besar. Pertama adalah Rakorwas dan kedua yakni Rapat Evaluasi Kinerja Triwulan II.
Menanggapi masih diprosesnya laporannya, pelapor pelanggaran kode etik KPK, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku, sabar menanti hasil yang akan diumumkan Dewas KPK.
"Saya sabar menunggu," ujar Boyamin.
Diketahui, ini adalah yang kedua kalinya MAKI melaporkan Ketua KPK. Dalam aduan pertama, diduga Firli melanggar protokol Covid-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel. Boyamin pun menjelaskan inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut.
"Pertama, bahwa pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, antara lain ziarah kubur makam orang tuanya," katanya.
Kedua, perjalanan dari Palembang menuju Baturaja tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Atas kegiatan tersebut, kata Boyamin, diduga Firli telah melanggar kode etik.
"Pertama, Firli patut diduga menggunakan helikopter adalah bergaya hidup mewah karena mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh 4 jam perjalanan darat dengan mobil," tuturnya.
Hal tersebut, kata dia, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
"Kedua, bahwa helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousine) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin (motivator dan pakar marketing) yang disebut sebagai Helimousine President Air," ungkap Boyamin.
Sementara, Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menyakini perbuatan Firli tersebut pada dasarnya telah memenuhi unsur pelanggaran kode etik.
"ICW mendorong agar Dewan Pengawas tidak berlarut-larut dalam melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Komjen Firli Bahuri selaku Ketua KPK," kata Kurnia.
Kurnia menilai Dewas KPK seolah membiarkan potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK.
Ia mencontohkan dugaan Firli memulangkan paksa penyidik KPK Kompol Rossa ke Polri. Padahal Rossa diketahui sedang menangani kasus korupsi yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
Ia melanjutkan, Dewas KPK pun semestinya bercermin pada Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat yang pernah menjatuhkan sanksi etik kepada pimpinan KPK yaitu Abraham Samad dan Saut Situmorang.
"Jika pelanggaran yang sudah terang benderang seperti ini mereka diamkan saja, lalu apa guna dari Dewan Pengawas? Toh faktanya lebih berani Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat dibanding lima orang anggota Dewas tersebut," kata Kurnia. (rnl)