Lombok, INDONEWS.ID -- Sepanjang sejarah pembebasan lahan sejak tahun 1993 untuk pengembangan parwisata di Lombok NTB atau yang dikenal publik dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, terus diwarnai kisruh persoalan lahan.
Sejak proses pembebasan lahan sampai upaya pembangunan saat ini, pemerintah terus saja bersikap tidak transparan dan menggunakan tangan besi terhadap rakyat yang masih mempersoalkan keabsahan tanah tersebut.
Seperti dikatakan kuasa hukum penggugat Totok Sugiarto, SH, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (24/8) pada 7 Oktober 2019, pihak PT. ITDC melakukan pembersihan lahan di luar SOP terhadap tanah sdr Sibawaih, Amaq Adi / Jagung dan H. Gazali tanpa ada surat pemberitahuan.
Tiga hari sebelum eksekusi telah dilakukan mediasi yang difasilitasi oleh pihak kepala dusun Bunut atas nama Rahmat Panye. Pihak ITDC diwakili oleh Staf Biro Pertanahan atas nama sdr Rijal dan jajarannya termasuk security ITDC. Sedangkan dari pihak warga hadir Sibawaih dan Amaq Jagung, juga hadir Amaq Kangkung dkk yang merupakan pihak yang memang harus dikosongkan lahannya merujuk pada Surat perintah Pengosongan Lahan dari PN Praya.
Dalam forum tersebut ada kesepakatan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh pihak ITDC adalah tindak lanjut Surat Perintah Pengosongan Lahan dari Kepala Pengadilan Negeri Praya terhadap lahan Kangkung DKK, yang telah memiliki keputusan hukum tetap untuk dieksekusi.
“Namun pada pelaksanaannya pembersihan lahan juga dilakukan di lahan milik sdr Sibawaih yang bukan merupakan obyek perkara. Saat pengosongan lahan milik Sibawaih ada perlawanan terhadap proses tersebut namun pihak ITDC tidak mengindahkan alasan dan bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan yang di tunjukkan oleh sdr Sibawaih,” ujar Totok.
Totok mengatakan bahwa pihak ITDC bahkan tidak dapat menunjukkan bukti Surat Perintah Pengosongan atas lahan milik Sibawaih karena Surat Perintah Pengosongan Lahan yang dipakai ITDC adalah Surat Perintah Pengosongan Lahan untuk obyek yang berbeda.
Bahkan untuk selembar kertas Surat Pemberitahuan secara resmi dari pihak yang berwenang juga tidak ada. Malah secara arogan mereka melakukan pembersihan dengan menggunakan alat berat dengan pengawalan ketat aparat keamanan.
Setelah melalui proses klarifikasi dan indentifikasi ditemukan bahwa dalam proses sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Terpadu POLDA NTB dimana dalam setiap tahapan tidak terjadi kesepakatan dan satu pemahaman karena memang Tim tidak mau menindaklanjuti proses hukum acara untuk melakukan eksekusi dan pengambilan obyek perkara atas penetapan obyek perkara dalam putusan PN yang sudah berkekuatan hukum (incrah).
Oleh karena itu, menurut Totok, masyarakat yang bersengketa dengan pihak PT ITDC masih terus memperjuangkan hak-haknya. Pertama, mereka memperjuangan tanah dalam HPL yang belum dibebaskan. Kedua, tanah dalam kawasan yang masih kelebihan luas. Ketiga, tanah dalam kawasan yang salah bayar atau tidak berhak atas tanah yang menjadi pihak sebagai pelepas hak.
Berikut tuntutan warga:
“Berdasarkan alasan di atas kami ahli waris dari saudara Amaq Semin dengan tegas dan berkesadaran penuh menolak dan tidak mengakui bahwa tanah tersebut sudah dilepaskan hak kepemilikan dengan cara demikan tersebut diatas, serta dengan dan dalam kesadaran penuh kami nyatakan bahwa kami masih menguasai, menggarap dan memafaatkan lahan yang dimaksud sebagai sumber ekonomi dalam bentuk berkebun kelapa sebagai sumber ekonomi keluarga hingga saat ini, dan tidak pernah kami pindahtangankan kepada siapa pun dan untuk dan dari pihak-pihak mana pun sampai sekarang,” ujar.