INDONEWS.ID

  • Rabu, 14/10/2020 10:30 WIB
  • GMNI Pertanyakan Konsep Upah Minimum Padat Karya dalam UU Cipta Kerja

  • Oleh :
    • very
GMNI Pertanyakan Konsep Upah Minimum Padat Karya dalam UU Cipta Kerja
Ketua Umum DPP GMNI-Arjuna Putra Aldino. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) kembali melakukan kajian atas dokumen UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Baleg DPR RI. Dalam dokumen tersebut, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menemukan konsep Upah Minimum Padat Karya yang tercantum dalam Pasal 88E ayat 3 UU Cipta kerja.

Arjuna menilai dalam UU tersebut tidak ada penjelasan secara rinci tentang konsep dan formula seperti apa Upah Minimum Padat Karya tersebut. Sehingga menurut Arjuna, implementasinya justru berpotensi menimbulkan polemik karena pengaturannya yang ambigu.

Baca juga : Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD

“Upah Minimum Padat Karya adalah konsep baru yang kami temukan dalam UU Cipta Kerja. Dan kami tidak melihat ada penjelasan secara rinci. Sehingga kami pertanyakan formulanya seperti apa, konsepnya bagaimana. Ini penting menyangkut implementasinya di kemudian hari,” jelas Arjuna.

Menurut Arjuna, adanya konsep Upah Minimum Padat Karya yang tidak diatur secara rinci dalam UU Cipta Kerja justru bertentangan dengan tujuan Omnibus Law itu sendiri yakni untuk menyederhanakan peraturan dan memberi kepastian hukum. Karena dalam UU tersebut hanya tercantum bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum industri padat karya dan formula tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Baca juga : Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak

“Tidak ada penjelasan rinci. Hanya disebutkan ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Artinya, ini  lagi-lagi memperpanjang alur pengaturan upah minimum ke ketentuan yang lain, yang mana berpotensi menyebabkan ketidakpastian hukum,” tambah Arjuna

GMNI juga menyayangkan hilangnya mekanisme Tripartit berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja. Dalam pasal 151 berbunyi “Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh”.

Baca juga : Menjadi Backbone Agenda Transformasi, Pemerintah Terus Akselerasi Pengembangan Proyek Strategis Nasional

Disini menurut Arjuna, peran pemerintah dalam musyawarah antara organisasi buruh, dan pengusaha dalam menyelesaikan perselisihan industrial dihilangkan. Artinya, tanggung jawab pemerintah dalam mengupayakan tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja dihilangkan. Sehingga PHK menjadi hal yang privat di mana seluruhnya diserahkan pada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.

“Kami menyayangkan hilangnya mekanisme tripartit dalam hubungan industrial. Padahal peran pemerintah dibutuhkan untuk melindungi pekerja dari watak eksesif modal/investasi. Karena dasar negara kita masih Pancasila, yang artinya Negara punya tanggung jawab melindungi warganya dan Pemerintah memegang kontrol atas arus investasi. Sehingga tidak merugikan rakyat Indonesia,” pungkas Arjuna. (Very)

Artikel Terkait
Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD
Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak
Menjadi Backbone Agenda Transformasi, Pemerintah Terus Akselerasi Pengembangan Proyek Strategis Nasional
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Sambut Kedatangan Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Rekomendasi Jasa Penerjemah Tersumpah Terbaik di Jabodetabek
Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD
Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas