INDONEWS.ID

  • Sabtu, 23/01/2021 19:50 WIB
  • Mengapa Indonesia Harus Mengecam UU China yang Memperkuat Penjaga Pantainya?

  • Oleh :
    • very
Mengapa Indonesia Harus Mengecam UU China yang Memperkuat Penjaga Pantainya?
Hikmahanto-Juwana Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Otoritas China meloloskan undang-undang (UU) yang memperkuat wewenang Penjaga Pantai China. UU tersebut memperbolehkan menembak kapal-kapal asing jika memang diperlukan. 

Menanggapi UU tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia harus mengecam penerbitan UU tersebut.

Baca juga : Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78

Dia mengatakan ada tiga alasan utama mengapa Indonesia harus mengecam penerbitan UU ini.

Pertama, meski tidak saling mengakui namun ada klaim tumpang tindih antara Indonesia dengan China di Natuna Utara.

Baca juga : Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum

“Indonesia mengklaim ZEE di Natuna Utara yang menjorok ke China sementara China mengklaim traditional fishing ground yang tidak diakui dalam hukum internasional atas dasar sembilan garis putus yang menjorok ke ZEE Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (23/1).

Hingga saat ini, menurut Rektor Universitas Jenderal A Yani ini, kapal-kapal nelayan China yang memasuki wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara dijerat dengan ketentuan illegal fishing oleh Kapal TNI AL dan Kapal-kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca juga : Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Kapal-kapal nelayan China saat berada di wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara biasanya dibayang-bayangi oleh kapal penjaga pantai China.

Tidak heran bila kapal-kapal TNI AL, Bakamla ataupun KKP kerap berhadap-hadapan dengan kapal penjaga pantai China di area Natuna Utara.

Karena itu, kata Hikmahanto, bila UU yang baru saja diterbitkan oleh Pemerintah China digunakan oleh penjaga pantai China maka hal ini berpotensi terjadi penggunaan kekerasan di Natuna Utara.

“Hal ini mengingat berdasarkan UU tersebut tidak hanya diberlakukan di wilayah kedaulatan tetapi juga di wilayah hak berdaulat,” jelasnya.

Kedua, UU tersebut berpotensi digunakan oleh penjaga pantai China ketika berhadap-hadapan dengan kapal-kapal otoritas dari negara-negara yang memilki sengketa wilayah dengan China, seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina.

Terkahir, Laut China Selatan akan menjadi poros penggunaan kekerasan antar negara besar.

Amerika Serikat, katanya, dengan negara sekutunya tentu tidak akan membiarkan penjaga pantai China menggunakan kekerasan, terlebih di jalur-jalur navigasi internasional.

“Semua ini akan berujung pada situasi perang dingin di Laut China Selatan berubah menjadi perang panas,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas