INDONEWS.ID

  • Selasa, 16/02/2021 14:45 WIB
  • Jejak Alumni FISIP UI: Sosok Juwono Sudarsono, Sang Menteri Empat Presiden

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Jejak Alumni FISIP UI: Sosok Juwono Sudarsono, Sang Menteri Empat Presiden
Mantan Menteri Pertahanan RI Dua Kali, Juwono Sudarsono (Foto: Ist)

Sosok, INDONEWS.ID - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) boleh berbangga karena sudah mencetak sosok nasional sekaliber Juwono Sudarsono, salah seorang Guru besar Universitas Indonesia sejak 1988 hingga sekarang.

Alasannya, Juwono Sudarsono adalah satu-satunya tokoh yang dipercayakan oleh lima presiden dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tercinta.

Baca juga : Jejak Alumni FISIP UI: Mengenal Cosmas Batubara, Sosok Konseptor dan Andalan Order Baru

Perjalanan karir Juwono Sudarsono cukup fantastik. Bayangkan, dalam waktu 30 bulan, ia pernah menjadi menteri di bawah tiga presiden berbeda.

Media Indonews.id kali ini, akan mengikuti jejak karir cemerlang seorang Juwono Sudarsono, kontribusi dan sumbangsihnya bagi pembangunan Indonesia. Penasaran siapa sosok Juwono Sudarsono, simak!

Baca juga : Jejak Alumni FISIP UI: Sosok Sadik Algadri, Sang Pakar Judo Indonesia

Sosok Juwono Sudarsono

Juwono Sudarsono lahir di Ciamis, Jawa Barat 5 Maret 1942 merupakan seorang politikus Indonesia. Ia merupakan putra bungsu dari Dr. Sudarsono (almarhum).

Baca juga : Jejak Alumni FISIP UI: Dyah Kartika Rini Sosok yang Dekat dengan Jokowi

Ayahnya, Dr. Sudarsono, merupakan seorang diplomat terkenal yang pernah menjabat Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan terakhir sebelum meninggal menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Yugoslavia.

Sebagai anak diplomat, Juwono melewatkan masa kecil dan remajanya di beberapa negara. Pada umur enam tahun, ia menyusul ayahnya ke India dan masuk sekolah dasar di sana.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar di India, Juwono memasuki SMP Cikini, Jakarta. Ia mengaku kesulitan mengadaptasi bahasa Indonesia.
“Bahasa Indonesia saya tak becus,” tuturnya.

Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah lanjutan tingkat atas di Inggris.

Pendidikan tinggi sebagian besar ia timba di luar negeri. Namun ia meraih gelar sarjana publisistik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) pada 1965.

Setelah tamat dari UI, ia melamar ke Departemen Luar Negeri, namun lamarannya ditolak untuk sementara. Alasannya, saat itu sedang ada pengecekan ulang terhadap pegawai Departemen Luar Negeri (Deplu) yang terlibat G30S/PKI.

Sambil menunggu lamarannya diproses kembali, Juwono menjadi asisten dosen Miriam Budiharjo di Universitas Indonesia (UI) untuk mata kuliah sistem politik Asia.

Ketika proses lamaran Deplu dibuka kembali, ia sudah tidak tertarik lagi melamar ke sana. Sebaliknya, ia memantapkan diri sebagai dosen dengan menempuh pendidikan S2 di Universitas Berkeley, Amerika Serikat dalam bidang ilmu politik pada 1971.

Juwono meraih gelar doktor untuk Ilmu Hubungan Internasional di London School of Economics di London, Inggris.

Juwono juga sukses mendapatkan gelar PhD dari London School of Economics and Political Science Inggris, dengan disertasi berjudul “Politik Luar Negeri Indonesia 1965-1975: Studi Kasus Hubungan Indonesia-Amerika Serikat” pada 1978 serta gelar PhD dari Universitas Georgetown Inggris pada 1985.

Dipercaya Lima Menteri

Juwono dikenal sebagai pakar ilmu politik. Masalah-masalah internasional menjadi spesialisasi pengajar di FISIP Universitas Indonesia ini.

Dunia birokrasi dan politik akhirnya mendekatinya. Mulanya, semasa pemerintahan Soeharto, Juwono Sudarsono diikat untuk mengurus Lemhanas sebagai Wakil Gubernur. Dari sinilah awal mula Juwono mulai merambah jalur birokrasi politik sebagai menteri kabinet.

Dalam Kabinet Pembangunan VII, kabinet pemerintahan Indonesia yang dibentuk pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Baharuddin Jusuf Habibie yang masa jabatannya paling singkat, Juwono ditunjuk menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia ke-3.

Masa bakti kabinet ini seharusnya berakhir pada tahun 2003, namun karena terjadi demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan massal 1998 akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia yberujung pada pengunduran diri Soeharto dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998.

Lalu diangkatlah B.J. Habibie sebagai pejabat presiden dalam situasi darurat, mengakibatkan kabinet ini menjadi demisioner. Sebagai penggantinya, pemerintahan Indonesia dilanjutkan oleh Kabinet Reformasi Pembangunan.

Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan semasa pemerintahan Presiden ke-3 Republik Indonesia, B. J. Habibie., Juwono menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional.

Kabinet ini diumumkan pada 22 Mei 1998 dan bertugas sejak 23 Mei 1998 hingga masa baktinya berakhir pada 20 Oktober 1999. Kabinet ini terdiri dari sejumlah menteri koordinator, sejumlah menteri pemimpin departemen, sejumlah menteri negara, Sekretaris Negara, dan Jaksa Agung.

Kabinet Reformasi Pembangunan berakhir dan digantikan Kabinet Persatuan Nasional di bawah pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri.

Kabinet ini dilantik pada 29 Oktober 1999 dan masa baktinya berakhir pada 23 Juli 2001. Kabinet yang terdiri dari sejumlah menteri koordinator, sejumlah menteri pemimpin departemen, sejumlah menteri negara, Sekretaris Negara, dan Jaksa Agung berakhir setelah Gusdur lengser dari jabatannya dan digantikan Megawati Soekarnoputri.

Pada 26 Oktober 1999, pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat, 5 Maret 1942, dipercaya Abdurrahman Wahid menjadi Menteri Pertahanan pertama yang berasal dari kalangan sipil.

Sebelumnya, pimpinan departemen ini selalu berada di tangan militer. Kepemimpinan sipil di puncak Dephan ini diharapkan dapat mereformasi kelembagaan TNI menjadi lebih profesional dan modern.

Namun, karena faktor kesehatan, alumnus “London School of Economics” di Inggris dan “Universitas Georgetown” di Washington DC, Amerika Serikat (AS), itu pun diganti pada 23 Agustus 2000.

Penggantinya, Mahfud MD, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang juga sipil dan fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pada era Presiden Megawati Sukarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz,
lahirlah Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini dilantik pada 10 Agustus 2001 dan masa baktinya berakhir pada 20 Oktober 2004.

Di era pemerintahan Megawati, Juwono dipercaya menjabat Duta Besar RI untuk Inggris (12 Juni 2003-Oktober 2004).

Dua Kali Jadi Menhan

Saat Susilo Bambang Yudhoyono naik tahta jadi orang nomor satu RI, ia menyatakan akan mengangkat Menteri Pertahanan (Menhan) dari kalangan sipil yang mengerti soal tentara, perhatian publik langsung mengarah ke nama Juwono Sudarsono.

Selain karena dia sudah pernah menduduki jabatan tersebut pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, juga karena dia lama menjabat Wakil Gubernur Lemhanas.

Juwono dinilai merupakan sosok sipil yang sangat paham dengan masalah militer dan juga peta politik global.

Suami dari Prihanum Martina, ditelepon Letjen (Purn) Sudi Silalahi untuk hadir di kediaman pribadi Yudhoyono, di Puri Cikeas Indah, Bogor, Senin (18/10/2004).

Seusai berdialog dengan Presiden Terpilih Yudhoyono, Juwono mengungkapkan kepada pers bahwa dalam percakapan selama sekitar setengah jam itu, mereka banyak mendiskusikan soal pertahanan dan keamanan Indonesia, baik dalam negeri maupun luar negeri serta prospeknya. Ia mengaku banyak memaparkan perihal posisi Indonesia dalam pertahanan di Asia Tenggara kepada SBY.

Termasuk di dalamnya tentang rencana pembentukan “ASEAN Security Community” dan “ASEAN Economic Community” yang merupakan hasil dari Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2003.

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP-UI) itu, bangsa Indonesia perlu membangun kerja sama yang lebih intensif dengan beberapa negara tetangga terdekatnya, seperti Papua Nugini, Australia, Timor Leste serta negara-negara lain di ASEAN.

Setelah itu, sebagaimana kandidat menteri-menteri lainnya, Juwono mengaku disodori dan kemudian menandatangani pernyataan bermaterai tentang komitmen untuk bersama-sama membangun pemerintahan yang jujur, serta siap bekerja keras.

Akhirnya, pada tanggal 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik mantan Guru besar tamu Columbia University, New York, AS ini sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu.

Kebijakan Sesuai Napas Zaman

Ketika dirinya menjabat, sebagai orang berpengalaman mengurus departemen, Juwono termasuk cerdas mengajukan kebijakan yang sesuai dengan napas zaman.

Setelah lima tahun reformasi bergulir, perlahan Dekan FISIP UI (1988-1994) ini mulai mengisyaratkan tahap akhir reformasi di tubuh TNI.

“Saat ini sedang disusun pokja yang terdiri dari Dephan dan Mabes TNI guna menyusun peta jalan TNI ke depan,” ujarnya.

Salah satu agenda penting yang diajukan adalah integrasi TNI-Polri di bawah departemen yang dipimpinya. Selain itu, bisnis tentara juga menjadi proyeksi kerja yang siap diselesaikannya.

Untuk hal ini, Juwono mengatakan, “Semua unit usaha di TNI akan dikonversi menjadi seperti BUMN. Jadi seperti di Thailand, akan ada BUMN militer.”

Selain soal integrasi TNI di bawah Dephan dan bisnis tentara, nama Juwono akhir-akhir ini juga sering disebut terkait dengan usaha pencabutan embargo senjata dari AS.

Hal terkahir ini sekarang menjadi pekerjaan rumah baginya. Dia bertekad untuk membuat lobi langsung dengan Kongres Negeri Paman Sam.

“Saya akan bicara dengan Direktorat Eropa dan Amerika Utara Deplu. Masalah inti adalah membuat pemetaan, senator mana yang perlu digarap, senator mana yang bisa diyakinkan tanpa uang, dan senator mana yang perlu uang,” katanya.

Anggaran TNI-Polri

Usai menerima memorandum serah-terima jabatan Menhan dari Matori Abdul Djalil yang diwakili Sekjen Dephan Suprihadi, di Jakarta, Juwono mengatakan untuk memenuhi kebutuhan TNI dan Polri, idealnya setiap tahun anggaran mencapai Rp 44 triliun hingga Rp 46 triliun.

Namun sejak awal kemerdekaan hingga sekarang ini, anggaran untuk TNI dan Polri tidak pernah mencukupi guna memenuhi kebutuhan minimal sekalipun.

Matori berhalangan hadir pada acara serah terima itu karena masih dalam keadaan sakit. Hari Jumat 22/10/2004, Juwono disertai beberapa pejabat teras Dephan mendatangi rumah pribadi Matori di Perumahan Tanjung Mas di kawasan Lenteng Agung, Jakarta. Pada kesempatan itu dilakukan penandatangan naskah serah-terima jabatan Menhan.

Menurut Juwono, sejak tahun 1952 sampai sekarang masih dicari-cari jalan supaya anggaran resmi dari pemerintah bisa didukung oleh berbagai unit kesatuan usaha, koperasi, atau yayasan untuk menopang pelaksanaan tugas operasional komando taktis maupun komando utama.

“Sampai sekarang Dephan dan Mabes TNI belum pernah mendapat anggaran resmi yang mencukupi,” ujarnya.

Juwono menambahkan, dalam program pemerintah yang meliputi bidang perdamaian, kesejahteraan, keadilan, dan konsolidasi demokrasi, Dephan mendapat tugas menurut hukum dan perundang-undangan membantu TNI agar prajurit mendapat perlengkapan, latihan, dan kepemimpinan serta alat-alatnya sesuai kemampuan anggaran negara.

“Tugas ini tidak mudah, karena anggaran tiap departemen pemerintah, baik sipil maupun militer, tidak pernah cukup,” ujarnya.

Menurut Juwono, dalam keterbatasan anggaran ini, untuk menjaga pertahanan negara seluas Indonesia, masih banyak hal yang harus diperbaiki.

Karena itu, dia mengajak para pejabat di Dephan maupun di Mabes TNI, DPR, LSM, lembaga-lembaga riset, juga perguruan tinggi agar membahas masalah biaya dan anggaran pertahanan negara ini selama lima sampai 10 tahun mendatang.

Di bagian lain, Juwono mengatakan bahwa embargo senjata oleh pemerintah Inggris telah dicabut sejak Februari 2002. Mereka, katanya, hanya meminta agar penggunaan alat-alat senjata buatan Inggris dibatasi.

Sedangkan embargo senjata oleh pemerintah AS, masih akan dibahas. Dia akan menjelaskan kepada pejabat AS maupun LSM di sana tentang kebutuhan berbagai peralatan yang bersumber dari industri pertahanan AS.

“Tetapi kita tidak akan pernah meminta-minta bantuan. Kita akan menjelaskan secepat mungkin. Kalau diizinkan oleh presiden, rencana itu dilaksanakan bulan depan atau awal tahun depan,” ujarnya.

Profil Singkat:

Nama: Juwono Sudarsono
Lahir: Ciamis, Jawa Barat, 5 Maret 1942
Agama: Islam
Isteri: Prihanum Martina
Anak: Wisnu Juwono, Yudhistira Juwono
Ayah: DR Sudarsono
Ibu: Muspiah

Pendidikan

Universitas Indonesia (B.A., M.S.)
The Institute of Social Studies, Den Haag, Belanda
The University of California at Berkeley, Amerika Serikat (M.A.)
The London School of Economics, Inggris (Ph.D.)

Karir:

Guru besar tamu Columbia University, New York, AS (1986-1987)
Guru besar Universitas Indonesia (1988-sekarang)
Dekan FISIP UI (1988-1994)
Wakil gubernur Lemhanas
Menteri Negara Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan VII Presiden Soeharto (1997-1998)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Reformasi (Mei 1998-Oktober 1999)
Menteri Pertahanan Kabinet Persatuan Nasional (Oktober 1999-Agustus 2000)
Duta Besar RI untuk Inggris (12 Juni 2003-Oktober 2004)
Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Bersatu (21 Oktober 2004-20 Oktober 2009)

Penghargaan :

Bintang Mahaputra Adipradana
Bintang Jasa Utama
Satya Lencana Dija Sistha.*(Rikard Djegadut).

 

Artikel Terkait
Jejak Alumni FISIP UI: Mengenal Cosmas Batubara, Sosok Konseptor dan Andalan Order Baru
Jejak Alumni FISIP UI: Sosok Sadik Algadri, Sang Pakar Judo Indonesia
Jejak Alumni FISIP UI: Dyah Kartika Rini Sosok yang Dekat dengan Jokowi
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas