INDONEWS.ID

  • Selasa, 16/03/2021 14:59 WIB
  • Nobel Dinasti Sastra Kungfu

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Nobel Dinasti Sastra Kungfu
Mantan Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, dokter Christiaan Eijkman yang namanya dilembagakan jadi Lembaga Eijkman serta Bupati Terpilih Sabu Raijua yang diduga Memiliki kewarganegaraan ganda.

Oleh: Christianto Wibisono, penulis buku "Kencan Dinasti Menteng"

Opini, INDONEWS.ID - Berbicara tentang manusia Indonesia dalam interaksi sejarah dan lintas budaya terekam dalam sastra Kungfu dan jebakan gol bunuh diri dalam kontestasi manuver politik layak Nobel Perdamaian dan atas Nobel Sastra. Kenapa Hadiah Nobel Cuma sekali mampir ke Indonesia, Eijkman 1929????

Baca juga : Kenang Christianto Wibisono, Pemred Asri Hadi: Beliau Kerap Berkolaborasi dengan Indonews

Senin siang 15 Maret 2021, Anton Medan yang terlahir Tan Hok Liang wafat di rumahnya di Cibinong Bogor. Ia adalah mantan preman yang jadi mualaf dan sempat jadi Ketua PITI yang sekarang diduduki oleh Dr. Ipong Hembing Wijayakusuma yang melanjutkan dinasti Hembing Wijayakusuma, ayahandanya.

Senin malam ini jam 19.00, kelompok Diskusi Tionghoa ke-31 menggelar tema "Kho Ping Hoo" dengan narasumber Dr. Leo Suryadinata dan Tina Asmaraman, putri ketiga alm Kho Ping Hoo.

Baca juga : Kabar duka! Pendiri PDBI, Christianto Wibisono Tutup Usia Sehari Jelang Pesta Emas Perkawinan

Senin malam (8/3) lalu, diskusi ke-30 dibahas tentang Kung Fu di Indonesia dari zaman Belanda sampai aliran Bango Putih yang diminati dramawan WS Rendra. Dan dianut oleh Kopassus sebagai ilmu bela diri andalan korps baret merah.

Pembicara ke-3 adalah pengarang cersil local Nagabumi, Seno Gumira Ajidarma..Moderator Sutrisno Murtiyoso alias mbak Sumur pemerhati silat.

Baca juga : Stop John Bull All England

Kontroversi riwayat Anton Medan menjadi topik pembahasan kerusuhan rasial Mei 1998 dan sempat tercatat dalam penyelidikan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) Komnas HAM. Dia terlibat massa demo pembakar rumah kediaman Liem Sioe Liong di jalan Gunung Sahari VI yang sampai detik ini tidak pernah dipagar, dan sengaja dilestarikan sebagai monumen otentik, orisinal, asli, sejati sehingga tidak bisa digelapkan bahwa peristiwa rasialis terbesar dalam sejarah Indonesia Mei 1998 itu hanya “legenda”.

Teror the Rape of Jakarta itu dialami nyata dan puing-puing reruntuhan bangunan rumah Liem Sioe Liong yang tembus ke jalan Angkasa adalah barang bukti dan TKP (Tempat Kejadian Perkara) terorisme diskriminasi rasial warisan Orde Baru. Hingga kini tidak jelas siapa pelaku terror diskriminasi rasial Mei 1998 itu.

Kung Fu Bango Putih didirikan oleh Lim Sin Tjoei, lahir 4 April 1925 putra dari Lim Kim Hauw yang masuk dalam pembahasan 8 Maret tentang kung fu di Indonesia. Ia akan berganti nama jadi Subur Raharja dan menerima murid orang Barat Robin Clark serta dramawan WS Rendra di tahun 1972.

Pada usia 60 tahun, Subur mengalami kecelakaan mobil dan wafat setelah berpindah dari desa lokasi Sluke ke RS Lasem dan RS Rembang pada 31 Des 1985, dikebumikan 10 Januari 1986.

Sementara itu, ada Bupati terpilih Sabu Raijua provinsi NTT, Orient P Riwu Kore, yang pernah memegang paspor AS menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini heboh mirip dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar yang juga pernah memegang paspor AS sehingga dibatalkan pengangkatannya sebagai menteri ESDM pertama kali 27 Juli 2016-16 Aug 2016. Arcandra baru diangkat lagi jadi Wamen ESDM mendampingi Ignasius Jonan pada 14 OKt 2016 – 20 Okt 2019.

Selasa 16 Maret, Denny JA menulis tentang mengapa ASEAN belum pernah memperoleh hadiah Nobel. Kawasan dan organisasi ASEAN baru lahir 1967 atau baru 54 tahun sedang Nobel sudah dibagi sejak 1901.

Buku "Kencan Dinasti Menteng" telah menguraikan bahwa Indonesia berpeluang memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian, tapi elite politik Indonesia selalu terperosok dalam langkah gol bunuh diri menjelang injury time putusan final pengumuman hadiah Nobel Perdamaian.

107 individu dan 28 organisasi menerima hadiah Nobel Perdamaian. Palang Merah Internasional menerma 3 kali hadiah yakni 1917, 1944 dan 1963.

Sebetulnya Presiden Sukarno berpeluang memperoleh hadiah Nobel Perdamaoan 1963 karena pada 15 Agustus 1962 berhasil menghindari perang terbuka Indonesia Belanda terkait pembebasan Irian Barat dengan penandatangan Persetujuan New York di PBB.

Sayang, pada 16 Sep 1963 meletus konfrontasi dengan Malaysia, dan 23 Nov 1963 tewasnya Presiden Kennedy sehingga tidak bisa mendamaikan Indonesia Malaysia maka Hadiah Nobel 1963 untuk ketiga kalinya diberikan kepada Palang Merah Internasional.

Kembali ke nasib kurang mujur elite Indonesia. Pada tahun 1992 dan 1993 selaku Ketua GNB, Presiden Soeharto berpeluang jadi jurudamai yang effektif untuk Israel Palestine karena kedua pihak sedang berunding untuk persetujuan perdamaian.

PM Israel Yitzhak Rabin malah sudah rela sowan ke Cendana tanpa pengawalan ketat dari Halim ke Kawasan Menteng kediaman Presiden Soeharto di Candana. Lalu masih disusul sowan lagi di Markas PBB ketika Presiden RI berpidato sebagai Ketua GNB.

Sayang manuver itu kepalang tanggung tidak tuntas. Sehingga hadiah Nobel 1994 justru hanya diberikan kepada trio perunding yaitu PM Rabin dan Menlunya Shimon Perez dan pimpinan PLO Yasser Arafat karena ketiganya menekan Persetujuan Perdamaian Oslo, Norwegia.

Lebih sial lagi bagi Orde Baru tahun 1996 yang menang hadiah Nobel Perdamaian justru Uskup Bello dan Ramos Horta, sendiran mengalahkan korps diplomat RI pimpinan Menlu Ali Alatas. Ketika Presiden Habibie dengan trobosan manuver menyelenggarakn referendum Timtim 1999, ia berpeluang memperoleh Nobel Perdamaian 1999.

Sayang bahwa pasca plebisit terjadi penjarahan Dilli mirip The Rape of Jakarta Mei 1998, maka Hadiah Nobel melayang ke Medecins Sans Frontieres (Doktor Tanpa Batas) LSM korps relavan dokter internasional yang terjun ke Timtim membantu korban chaos anarki.

Presiden Abdurrahman Wahid berpotensi menjadi jurudamai Israel Palestina sayang hanya memerintah 21 bulan dari Okt 1999-Juli 2001. Presiden Megawati adalah presiden kedua setelah Jacques Chirac yang berKTT dengan Presiden George W Bush, segera setelah terror WTC 11 September 2001.

Megawati menolak saran membatalkan KTT degan Bush tapi Wapres HH malah bezoek Abubakar Basyir di rutan.
Peluang paling besar untuk memperoleh hadiah Nobel Perdamaian adalah Presiden SBY Wapres Kalla yang sukses berdamai dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan menyelesaikan konflik sejak Daud Beureuh (17 Sep 1899-10 Juni 1987 dengan Darul Islam 21 Sep 1953- 9 Mei 1962, disusul Hasan Tiro (25 Sep 1925- 3 Juni 2010) Deklarasi GAM 4 Des 1976- diakhiri dengan Persetujuan Helsinki 15 Agustus 2005.

Dengan pencapaian ini, maka Presiden SBY atau duet SBY-JK berpeluang dan ibarat pertandingan Thomas Cup seperti Rudy Hartono dan Liem Swie King, di seeded bahwa Indonesia pasti akan bisa memperoleh Nobel Perdamaian 2006 yang biasanya diumumkan minggu kedua Oktober.

Saya tahun 2006 masih bermukim di Washington DC dan baru saja mengalami perdarahan pasca operasi sinus di New York Cornell Presbyterian Hospital dalam kondisi coma beberapa jam.

Kamis 21 September 2006, Tibo dieksekusi meskipun ada surat dari Uni Eropa menyusul surat Sri Paus Agustus 2006 yang meminta grasi. Surat Uni Eropa itu masuk The New York Times ketika Wapres Jusuf Kalla sedang dientertain oleh anggota Kongres Robert Wexler sebagai kandidat Nobel.

Tapi Selasa 3 Oktober, muncul berita pembebasan Polycarpus tersangka kasus Munir. Maka Hadiah Nobel Perdamaian mendadak hijrah dari kandidat SBY-JK melayang ke Grameen Bank dan Mohamad Jusus dari Bangla Desh. Tentu saja ini merupakan dadakan bagi Komite Nobel yang harus mengubah penerima pada detik terakhir injury time.

Momentum ini memang sulit terulang, kepada dua inner circle Presiden SBY, Silalahi yang Sudi Mensesneg dan Silalahi yang TB Menpan saya menghibur bahwa sebetulnya hadiah Nobel itu sudah pasti akan ke Jakarta.

Hanya gara gara, 2 kasus “predator sara” eksekusi Tibo dan pembebasan Polycarpus maka hadiah Nobel yang nyaris 99% “jatah SBY” melayang ke Dacca.

Kepada Bung Denny JA yang antousias mempertanyakan Nobel Sastra dan masyarakat sastra Kungfu yang baru saja mendiskusikan fenomena Sastra Kung Fu, semoga paparan ini menambah semangat berjuang untuk Indonesia memperoleh hadiah Nobel.

Optimislah bahwa justru di ilmu Kedokteran Indonesia sudah pernah memperoleh hadiah Nobel tapi waktu zaman Hindia Belanda 1929, yaitu dokter Christiaan Eijkman yang namanya dilembagakan jadi Lembaga Eijkman.

Gara gara salah timing eksekusi Tibo dan bebaskan Polycarpus, Nobel Perdamaian 2006 melayang dari SBY JK ke Grameen Bank M Junus.*

 


"Terkait kewarganegaraan itu, Orient sudah melepaskan kewarganegaraan AS pada 5 Agustus 2020 atau beberapa bulan sebelum pilkada. Oleh sebab itu, tim hukum Orient , Paskaria meminta MK menolak gugatan pemohon.

Artikel Terkait
Kenang Christianto Wibisono, Pemred Asri Hadi: Beliau Kerap Berkolaborasi dengan Indonews
Kabar duka! Pendiri PDBI, Christianto Wibisono Tutup Usia Sehari Jelang Pesta Emas Perkawinan
Stop John Bull All England
Artikel Terkini
Semangat Kebangkitan Nasional: Perjalanan Inspiratif Mila dari Serang, Banten
HUT Minahasa Tenggara ke 17, Pj Bupati Maybrat Saksikan Festival Benlak 2024 dan Makan Malam Bersama di Ranumboloy Water Park
PJ Bupati Maybrat Hadiri Pentas Seni Festival Benlak 2024 HUT Minahasa Tenggara ke 17
Saksikan Pekan Gawai Dayak Kalbar, Ratusan Warga Malaysia Serbu PLBN Aruk
Buka WWF ke-10, Presiden Jokowi Berharap Bisa Ciptakan Kepastian Distribusi Air Bersih
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas