INDONEWS.ID

  • Jum'at, 06/08/2021 20:59 WIB
  • RANHAM 2021-2025 Disahkan, SETARA Desak Sejumlah Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah

  • Oleh :
    • very
RANHAM 2021-2025 Disahkan, SETARA Desak Sejumlah Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Sayyidatul Insiyah, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute (kiri) dan Syera Anggreini Buntara, Peneliti KBB SETARA Institute (kanan). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM secara resmi meluncurkan Rancangan Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Generasi V yaitu RANHAM Tahun 2021-2025 pada Kamis, 5 Agustus 2021. RANHAM Generasi V yang disahkan dalam Perpres No. 53 Tahun 2021 ini fokus terhadap pemajuan HAM bagi empat kelompok sasaran, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.

SETARA Institute mengapresiasi langkah pemerintah dalam pengesahan Perpres No 53 Tahun 2021 tentang RANHAM Tahun 2021-2025 itu. Meskipun, SETARA juga menyayangkan keterlambatan proses perumusan RANHAM Generasi V yang seharusnya dapat disahkan pada tahun 2020 pasca berakhirnya RANHAM Generasi IV di tahun 2019.

Baca juga : SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi

“Keterlambatan tersebut menunjukkan kurang kuatnya komitmen pemerintah dalam menjadikan RANHAM sebagai pedoman pemajuan HAM yang bersifat berkesinambungan setiap 5 tahun sekali,” ujar Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah, dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (6/8).

SETARA Institute juga mencatat bahwa RANHAM Generasi V merefleksikan keseriusan pemerintah untuk lebih berfokus pada upaya pemajuan HAM bagi kelompok perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat. Secara objektif, keempat kelompok tersebut  sangat rentan dan kerap menjadi korban pelanggaran HAM.

Baca juga : Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik UNPAM, Bangun Ekosistem Toleransi Harus Jadi Perhatian Bersama

Namun demikian, SETARA Institute menyayangkan absennya isu penyelesaian pelanggaran HAM Berat dalam RANHAM Generasi V. Seharusnya 12 pelanggaran HAM Berat yang masih menjadi PR bagi pemerintah memiliki porsi sebagai salah satu fokus RANHAM 2021-2025. Terlebih, Indonesia telah menyetujui rekomendasi yang diberikan oleh Universal Periodic Review (UPR) untuk menguatkan komitmen dan meneruskan usaha dalam melawan impunitas.

Sejauh ini, nyaris tidak ada progress dalam penyelesaian pelanggaran HAM Berat di Indonesia. Stagnasi dalam isu pelanggaran HAM Berat di Indonesia mestinya bisa mendorong  RANHAM Generasi V untuk menjadi salah satu jembatan bagi pemerintah dalam mengoptimalkan kembali upaya penyelesaian pelanggaran HAM Berat dan menghentikan situasi impunitas,” ujarnya.

Baca juga : Perkuat Ekosistem Toleransi, SETARA Institute Fasilitasi 13 Daerah untuk Akselerasi Adopsi RAD PE

Pemerintah luput dalam mengakomodasi salah satu prinsip HAM terhadap masyarakat adat yaitu prinsip transparansi. Prinsip ini tidak tercermin dalam sasaran strategis terhadap kelompok masyarakat adat sebagaimana dalam Lampiran I Perpres No. 53 Tahun 2021. Padahal, transparansi merupakan prinsip penting untuk meminimalisasi bias informasi yang berpotensi menderogasi hak masyarakat adat, khususnya berkaitan dengan konflik lahan.

Selain itu, pemerintah hanya fokus terhadap peningkatan penyelesaian konflik lahan tanpa menyebut adanya jaminan terhadap keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability) yang merupakan nilai sentral bagi masyarakat adat dalam menikmati hak-hak konstitusionalnya.

Peneliti KBB SETARA Institute, Syera Anggreini Buntara mengatakan berkaitan dengan hal tersebut, SETARA menagih komitmen pemerintah dalam isu HAM. Dalam konteks itu, terkait RANHAM yang sudah diluncurkan, SETARA menekankan beberapa langkah berikut.

Pertama, mendesak pemerintah untuk berkomitmen dalam mempublikasikan laporan capaian pelaksanaan RANHAM secara konsisten sebagai wujud akuntabilitas publik;

Kedua, mendorong pemerintah untuk segera menghapus peraturan atau produk hukum diskriminatif yang selama ini menjadi pemicu terjadinya diskriminasi dan derogasi hak asasi khususnya terhadap perempuan.

Ketiga, mendorong pemerintah untuk meningkatkan komitmennya terhadap instrumen HAM baik nasional maupun internasional yang berkaitan dengan isu-isu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

Keempat, mendesak pemerintah untuk memastikan jalannya pengarusutamaan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang inklusif (inclusive governance) sebagai pintu masuk pemajuan dan penghormatan HAM.

“Kelima, mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan yang lebih progresif untuk memastikan adanya kemajuan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” pungkas Syera. (*)

Artikel Terkait
SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi
Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik UNPAM, Bangun Ekosistem Toleransi Harus Jadi Perhatian Bersama
Perkuat Ekosistem Toleransi, SETARA Institute Fasilitasi 13 Daerah untuk Akselerasi Adopsi RAD PE
Artikel Terkini
Jelang Musim Haji, MERS CoV di Arab Saudi Perlu Diwaspadai
PJ Bupati Maybrat Pantau Ujian Nasional 3 SD Terdalam di Aifat Utara
PNM Sosialisasikan Program Mekaar Pada Tokoh Masyarakat dan Pemuka Agama Serang
Pj Bupati Maybrat Hadiri Rapat Persiapan Penilaian Akreditasi Delapan Puskesmas
Peringatan Hari Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura ke-207
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas