INDONEWS.ID

  • Rabu, 08/09/2021 14:56 WIB
  • Sebut KLHK Mirip Oknum Tukang Tambal Ban, Yos Nggarang: Tolak Pembabatan Hutan Bowosie

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Sebut KLHK Mirip Oknum Tukang Tambal Ban, Yos Nggarang: Tolak Pembabatan Hutan Bowosie
Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Yosef Sampurna Nggarang (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Yosef Sampurna Nggarang menyatakan menolak tegas pembabatan hutan seluas 8 hektar Bowosie yang terletak di Satar Kodi, Desa Nggorang, Kecamatan Komodo Manggarai Barat untuk dijadikan lokasi persemaian modern.

Yos Nggarang, demikian ia akrab disapa, menyampaikan bahwa ia tidak melihat nilai lebih dari proyek ini, murni hanya sebatas proyek oriented.

Baca juga : Buktikan Tetap Bertaring, KPK Harus Konsisten Proses Azis Syamsudin

Selain itu, resistensi penolakan oleh publik atas proyek ini, kata Yos, karena lokasinya di hutan yang sudah berpuluh, bahkan ratusan tahun tumbuh.

"Dalil penolakan: kami melihat ini hanya sebuah proyek oriented. Dan ini juga dilaksanakan di 5 daerah lain seperti Toba (Sumut), Lombok (NTB), Likupang (Sulut), di daerah yang direncanakan Ibu Kota Negara baru (Kaltim)," kata Yos seperti dikutip dari Facebooknya, Rabu (8/9/21).

Dasar lain penolakan, Yos menambahkan, hutan ini menjadi area tangkapan hujan, dimana terdapat lebih dari 10 mata air di lokasi proyek dan menjadi penopang hidup masyarakat beberapa Desa dan kota Labuan Bajo.

"Hutan ini menjadi penopang untuk kebutuhan air minum, kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan pengairan ke areal sawah pertanian daerah Nggorang, Capi, Marombok, Lobo Husu, Tompong, Mbrata, Nanga Nae," ungkap Yos.

Hutan Bowosie, lanjut Yos, merupakan "tabung Oksigen" untuk masyarakat Labuan Bajo dan Flores secara umum. Sebagaimana diketahui, Pulau Flores yang sangat kecil juga sangat rentan dengan namanya perubahan iklim akibat meningkatnya aktivitas efek gas rumah kaca.

Dalam kurun waktu selama 21 tahun terakhir (1998-2018), terang Yos, sebagimana data BMKG NTT yang menjadi rujukan sebuah Jurnal Fisika Undana Kupang, menjelaskan bahwa curah hujan dan suhu udara untuk daerah Flores Negatif (minus)-rendah.

"Kita lihat Labuan Bajo, ada dua hal soal curah hujan. Pada saat curah hujan rendah mengalami krisis air. Namun pada saat tertentu ketika curah hujan tinggi terjadi peristiwa banjir bandang, longsor seperti yang terjadi bulan Maret 2019 di daerah Culu dan Labuan Bajo," beber Yos.

Peristiwa ini, usul Yos, mestinya menjadi dasar kebijakan KLHK agar tidak membabat hutan yang sudah tumbuh. Menurutnya, sangat aneh, membuat kebijakan persemaian modern di hutan yang sudah berakar dan menumbuhkan mata air.

"Kebijakan proyek ini tidak beda dengan cara kerja oknum tukang tambal Ban. Nebar Paku untuk menjebak pengendara. Saat Ban kendaraan bocor dia menawarkan solusi untk menambal Ban yang bocor. KLHK mirip babat hutan jadi gundul, lalu buat proyek persemaian modern sebagai solusi," tutup Yos.*

 

Artikel Terkait
Buktikan Tetap Bertaring, KPK Harus Konsisten Proses Azis Syamsudin
Artikel Terkini
Perkuat Semangat Persaudaraan Antara Siswa, SMP Notre Dame Gelar Paskah Bersama dan Peringatan Hardiknas 2024
PNM Mekaar Beri Reward Ketua Kelompok Unggulan Studi Banding Olahan Jamu Tradisional
PNM Berikan Ruang Bakat dan Silaturahmi Karyawan Lewat Event SEHATI
Waspadai Pihak-Pihak yang Benturkan Konsep Negara Pancasila dengan Agama
Pelintas RI - Timor Leste Kini Bisa Akses Internet `Ngebut` di PLBN Motaain
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas