INDONEWS.ID

  • Jum'at, 08/10/2021 21:51 WIB
  • UU HPP Jangan Sampai Jadi Jebakan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kelas Menengah.

  • Oleh :
    • Mancik
UU HPP Jangan Sampai Jadi Jebakan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kelas Menengah.
Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin menyatakan, jangan sampai Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi jebakan bagi laju pertumbuhan kelas menengah yang saat ini sedang diuji dengan pandemi Covid-19.

Senator dari Bengkulu ini menjelaskan, secara mekanisme UU yang diklaim sebagai bentuk Reformasi Perpajakan itu seperti cantrang yang tidak peduli dengan ukuran dan jenis ikan bahkan berpotensi merusak terumbu karang yang dijaring.

Baca juga : Marwan Cik Asan Ingatkan Pemerintah Waspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi 2024

"Kebijakan seperti Ini tentu sangat resisten dan beresiko bagi masyarakat menengah ke bawah yang menjadi kelompok mayoritas dalam struktur sosial kita," ujar Najamudin melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/10/21).

Mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini memberikan contoh, salah satu aturan dalam UU tersebut bahwa penghasilan yang terkena pajak di mulai dari angka Rp4.500.000.

Baca juga : Sambangi Menko Airlangga, Tony Blair Optimis Kawasan Asia Tenggara Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dunia

"Tentu kita akan prihatin jika masyarakat khususnya millenial yang berpenghasilan 5 juta harus menanggung beban fiskal negara dengan menyetor 5 persen gaji bulanannya," ujarnya.

"Di saat yang sama mereka juga akan mengeluarkan lebih banyak biaya konsumsi di tahun depan karena dipangkasnya subsidi bahan bakar gas melon 3 kg," tuturnya. 

Baca juga : Menko Airlangga: Digitalisasi Menjadi Salah Satu Andalan Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru Bagi Ketahanan Ekonomi Mendatang

Karena itulah, Baktiar berharap, jangan sampai UU ini akan menjadi jebakan bagi laju pertumbuhan kelas menengah yang saat sedang diuji dengan pandemi Covid-19.

"Padahal yang selama ini terindikasi memanipulasi laporan atau bahkan enggan membayar pajak adalah subjek pajak menengah ke atas. Bahayanya lagi ketentuan tax amnesty dalam UU HPP hanya bersifat sukarela. Ini sangat tidak adil dan melemahkan marwah UU dan negara di hadapan subjek pajak bandel," tegasnya.

Namun demikian, karena UU ini sudah sah dan sebentar lagi akan berlaku. Ia pun mengajak kepada  seluruh komponen bangsa untuk bekerja sama dan bergotong-royong bersama pemerintah dalam proses pemulihan ekonomi nasional. 

"Kami memaknai ini sebagai ujian kebangsaan yang harus kita lewati Bersama. Sebagai bangsa kita tentu tidak ingin negara ini colaps akibat defisit anggaran," tuturnya.

Artikel Terkait
Marwan Cik Asan Ingatkan Pemerintah Waspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi 2024
Sambangi Menko Airlangga, Tony Blair Optimis Kawasan Asia Tenggara Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Menko Airlangga: Digitalisasi Menjadi Salah Satu Andalan Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru Bagi Ketahanan Ekonomi Mendatang
Artikel Terkini
Sudah Dibatalkan MK, Partai Buruh Akan Gugat Aturan Pencalonan Pilkada
Update Banjir Bandang di Agam, Korban Meninggal 19 Orang
KNKT Minta Semua Pihak Buat Rencana Perjalanan Wisata yang Baik dan Bijak
Akibat Banjir Bandang Di Tanah Datar, 8 warga Tewas dan 12 Orang Masih dinyatakan hilang
Pj Gubernur Agus Fatoni Lepas Keberangkatan 445 Jemaah Calon Haji Kloter Pertama Embarkasi Palembang
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas