Jakarta, INDONEWS.ID - Pengurus Aksi Cepat Tanggap (ACT) buka suara terkait klaim Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavan yang menemukan indikasi transaksi keuangan ACT berkaitan dengan kegiatan terorisme.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui ada dana yang disalurkan ke Suriah. Namun, dana itu bukan untuk aktivitas terorisme, melainkan untuk korban Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
Ia mengatakan penyaluran dana itu merupakan donasi untuk kemanusiaan. Menurut Ibnu, penyaluran dana kemanusiaan itu tidak bisa tebang pilih. Ia pun mempertanyakan klaim PPATK yang menemukan indikasi transaksi keuangan ACT berkaitan dengan kegiatan terorisme.
"Kemanusiaan itu tidak boleh nanya ke siapa yang kami bantu? Kami berikan bantuan, mereka Syiah atau ISIS, karena mereka korban perang, kami sering bingung dana ke teroris dana yang ke mana," ujar Ibnu dalam konferensi pers, Senin (4/7).
Ibnu mengaku heran mengapa tuduhan tersebut bisa muncul. Menurutnya, ACT sering mengundang beberapa kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan sejumlah program filantropinya.
"Kami diundang, kami datang. ACT dianggap radikal, ada isu tersebut karena di tiap program kami undang entitas gubernur, menteri datang," ucap Ibnu.
"Dan bantuan pangan di depan Mabes TNI, kita kerja sama dengan Pangdam Jaya untuk distribusi bantuan dengan bagus," imbuhnya.
Sebelumnya, PPATK mengindikasikan transaksi keuangan lembaga ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.
PPATK telah menyerahkan hasil pemeriksaan transaksi ACT ke beberapa lembaga aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin.
Sementara itu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri juga menyatakan telah membuka penyelidikan atas masalah pengelolaan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh ACT.*