Jakarta, INDONEWS.ID - Perwakilan PBB di Indonesia membuat pernyataan terkait disahkannya KUHP baru oleh DPR atau Statement on the new Indonesian Criminal Code.
Pernyataan tersebut, menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tidak patut dikeluarkan oleh Perwakilan PBB di Indonesia. Setidaknya ada tiga alasan mengapa pernyataan itu tidak layak dikeluarkan.
“Pertama suara PBB yang dapat disuarakan oleh perwakilannya adalah suara dari Organ-organ utama PBB seperti Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan HAM, Sekjen PBB, dan organ-organ tambahan. Sama sekali bukan suara dari pejabat Perwakilan PBB di Indonesia,” ujar Hikmanto di Jakarta, Jumat (9/12).
Karena itu, katanya, menjadi permasalah apakah pendapat Perwakilan PBB di Indonesia didasarkan pada organ-organ utama atau organ tambahan PBB.
Kedua, Rektor Universitas Jenderal A. Yani tersebut juga mempertanyakan apakah pernyataan dari Perwakilan PBB di Indonesia sudah melalui kajian yang mendalam atas perintah dari Organ Utama dan Organ Tambahan. Seperti misalnya ada special rapporteur (pelapor khusus) yang mendapat mandat dari Organ Utama.
“Ketiga, pernyataan yang disampaikan oleh Perwakilan PBB di Indonesia jelas bertentangan dengan Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB,” katanya.
Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa "Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state..." (Tidak ada hal yang terkandung dalam Piagam ini yang memberikan kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk campur tangan dalam masalah yang pada dasarnya dalam yurisdiksi domestik setiap negara...).
Karena itu, kata Hikmahanto, pernyataan Perwakilan PBB terkait KUHP baru seolah memberi kewenangan PBB untuk campur tangan dalam masalah yang pada dasarnya masuk dalam yurisdiksi domestik negara Indonesia.
“Perwakilan PBB di Indonesia seharusnya menghormati proses demokrasi atas KUHP baru di Indonesia. Perwakilan PBB di Indonesia tidak perlu mengajari apa yang benar dan tidak benar terkait HAM yang cenderung HAM perspektif negara barat,” katanya.
Hikmahanto mengatakan, Perwakilan PBB di Indonesia seharusnya memberi ruang yang luas agar publik dan sistem ketatanegaraan di Indonesia yang beropini bila KUHP baru tidak selaras dengan HAM.
Atas pernyataan Perwakilan PBB ini, menurut Hikmahanto, Kemlu sepatutnya memanggil Kepala Perwakilan PBB di Indonesia dan bila perlu melakukan persona non grata (pengusiran) pejabat tersebut dari Indonesia.
“Jangan sampai individu yang menduduki jabatan di Perwakilan PBB Indonesia yang sebenarnya petualang politik menciderai ketentuan-ketentuan yang ada dalam Piagam PBB,” pungkasnya. ***