Jakarta, INDONEWS.ID - Ketimpangan masih menjadi masalah besar di Indonesia saat ini. Pada September 2022, tingkat ketimpangan yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,381.
Salah satu yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah dengan memindahkan Ibu Kota Negara Nusantara ke Kalimantan Timur tepatnya di Penajam Paser Utara. Pemindahan tersebut dilakukan untuk mewujudkan visi Indonesiasentris.
Namun, tokoh pergerakan DR Rizal Ramli mempunyai cara lain untuk mengusahakan kesejahteraan tersebut, bukan dengan cara memindahkan IKN.
“Bagaimana caranya memajukan daerah-daerah? Bukan dengan Ibu Kota Baru, yang penuh kibul-kibul, tapi dengan perbaikan alokasi khusus (% dari export tambang, ikan dll) untuk daerah-daerah, dan sistem pajak yang lebih murah untuk daerah-daerah terkebelakang,” ujarnya dalam acara Indonesia Lawyers Club dengan tema “25 Tahun Reformasi, Perlukah Reformasi Jilid 2? di Jakarta, Kamis (25/5).
Ekonom senior itu mengungkapkan untuk mengurangi ketimpangan, seharusnya pemerintah fokus agar 70 persen industri yang berpusat di Jawa bisa didorong ke luar Jawa. Misalnya memindahkannya ke Indonesia Timur atau sebagian daerah di Sumatera.
(Indonesia Lawyers Club dengan tema “25 Tahun Reformasi, Perlukah Reformasi Jilid 2? di Jakarta, Kamis (25/5). Foto: tangkapan layar)
Untuk itu, mantan Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu, mengatakan, hal tersebut dilakukan antara lain dengan mengkombinasikannya dengan kebijakan fiskal.
“Ngapain pemerintah memberlakukan kebijakan pajak untuk perusahaan yang sama di seluruh daerah di Indonesia? Karena itu, jika saya menjadi Presiden, saya akan memberlakukan pajak yang beda untuk industri di Jawa dan luar Jawa, yaitu 30 persen untuk Jawa dan 15 persen untuk daerah di luar Jawa. Karena itu, pengusaha yang melihat pajak di luar Jawa lebih rendah maka dengan sendirinya dia akan memindahkan industrinya ke luar Jawa,” ujarnya.
“Jadi, ada cara-cara inovatif untuk memperbaiki ketimpangan yang ada,” ujar ekonom senior itu.
Namun, katanya, hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang mempunyai leadership, bukan hanya bermodalkan pencitraan belaka.
“Mana bisa pemimpin dengan gaya begini. Pemimpin itu harus punya visi, strategi dan operasional untuk membuat mimpi jadi kenyataan,” ujar mantan Menko Kemaritiman tersebut. ***