INDONEWS.ID

  • Jum'at, 15/12/2023 20:35 WIB
  • Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi, Politik dan Hukum:

    Terjadi Pelemahan Sistematis Hampir di Setiap Lapisan Pemerintahaan

  • Oleh :
    • very
Terjadi Pelemahan Sistematis Hampir di Setiap Lapisan Pemerintahaan
Diskusi yang diselenggarakaan Universitas Paramadina dengan tema “Evaluasi Akhir Tahun pada Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum”, pada Kamis (14/12). Acara yang digelar secara daring ini dimoderatori oleh Nurliya Apriyana, MM. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Ekonomi politik pada dasarnya berfokus pada anggaran. Pasalnya, anggaran menjadi pilar yang paling penting sebagai cermin dari demokrasi.

Baca juga : Penyelundupan 560 Liter BBM Subsidi Digagalkan Pos Siliwan Satgas Yonif 742/SWY di Perbatasan RI-RDTL

Namun, justru aspek anggaran tersebut yang dinilai paling rapuh, karena utang Indonesia terus menggunung yang diwariskan secara turun-temurun.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini dalam diskusi yang diselenggarakaan Universitas Paramadina dengan tema “Evaluasi Akhir Tahun pada Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum”, pada Kamis (14/12). Acara yang digelar secara daring ini dimoderatori oleh Nurliya Apriyana, MM.

Baca juga : Lepas Suhajar sebagai Sekjen Kemendagri, Mendagri Apresiasi Kinerja dan Loyalitas

“Justru ketika bencana, banyak orang yang culas atau curang. Mestinya saat pandemi Covid, 2/3 kegiatan tidak ada sehingga dana tersebut dapat dialihkan bagi masyarakat yang terdampak Covid. Tetapi dalam keadaan tersebut negara berhutang 1.500 triliun, untuk berfoya-foya,” ujarnya.

APBN pada dasarnya merupakan cermin dari sebuah kebijakan. Namun APBN tersebut telah digunakan oleh para bandit. “APBN bisa dipakai secara legal tetapi curang untuk alat politik, Pilpres, Pileg, dan lain sebagainya. Presiden ke depan jangan meniru pengelolaan anggaran seperti sekarang,” ungkap Didik.

Baca juga : Purna Tugas sebagai Sekjen Kemendagri, Suhajar Sampaikan Terima Kasih kepada Mendagri dan Jajaran

Dalam bidang politik Didik menilai bahwa praktek demokrasi yang dijalankan di Indonesia pasca reformasi merupakan dasar fondasi bagi ekonomi yang baik. Namun saat ini terjadi kemunduran demokrasi satu dekade terakhir. 

“Hal ini merupakan salah satu kendala bagi investasi untuk masuk ke Indonesia. Demokrasi diindikasikan masuk kejurang karena matinya check and balances, peranan parlemen yang kian melemah, partai politik sebagai sarang oligarki, usaha perpanjangan 3 periode, dan rule of law rusak,” lanjut Didik.

Guru Besar Universitas Paramadina, Prof. Didin S. Damanhuri, melihat Kejaksaan Agung dipakai sebagai instrumen melawan politik atau aliansi. Selain itu, katanya, penggunaan buzzer dan influencer dengan menggunakan biaya APBN secara konsisten dilakukan oleh pemerintah. Suara masyarakat juga dibungkam oleh UU ITE dan lawan politik langsung dilaporkan.

Didin mengingatkan pentingnya mengaktifkan check and balances. “Sebenarnya gejala otoritarianisme baru sudah dijalankan sejak masa pemerintahan Soeharto, tetapi pada saat itu kebutuhan pokok rakyat bisa didapatkan dengan harga terjangkau,” kata Didin.

Dia mengungkapkan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini yang menambah utang Indonesia seperti kereta cepat yang prosesnya sangat terburu-buru. Selain itu, Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan proses perundangannya yang begitu cepat terjadi dan berbagai permasalahan lainnya baik dari sisi lingkungan maupun sisi geopolitik.

“Hal tersebut terjadi karena tergesa-gesa, hingga saat ini masih menjadi banyak perdebatan di berbagai pihak termasuk dalam perdebatan Capres,” imbuhnya.

Didin mengungkapkan masalah lain yaitu terkait impor pangan yang terjadi seperti kartel. Dia mencontohkan pada impor garam, yang hingga saat ini masih terjadi. “Indonesia saat ini terjebak pada middle income trap, yang menyebabkan utang Indonesia semakin bertambah banyak,” tambahnya.

 

Distribusi Sembako Sebagai Alat Politik

Sementara itu, Dr. Hendri Satrio, Pendiri Kedai Kopi menduga dalam proses pemilu 2023 ini ada usaha satu putaran kemenangan Prabowo – Gibran dengan diksi-diksi masif tentang menang satu putaran.

“Menerobos aturan dari Mahkamah Keluarga, kemudian diperetelinya kejadian, dan masukan-masukan kritis dari Univeritas Paramadina. Bahkan banyak pengamat politik yang melihat kalau sampai tidak satu putaran, Prabowo - Gibran akan kalah,” kata Hendri.

Menurutnya, metode politik tersentral dengan distribusi sembako sebagai alat politik. “Bahkan distribusi sembako Januari nanti tidak diberikan oleh Kementerian Sosial karena dikhawatirkan akan mewakili atau pemberian dari salah satu pasang capres-cawapres,” imbuhnya.

Hendri Satrio memandang rasa cinta tanah air harus lebih besar dibanding rasa cinta kepada sebuah golongan. Warga diharapkan memiliki akal sehat dan kepatutan dalam memilih pemimpin, dan sebagai pemilik otoritas suara harus dipergunakan sebaik mungkin.

“Oposisi yang lemah tidak akan membuat Indonesia kemana-mana. Sementara dalam teori lainnya, negara akan langgeng melaksanakan demokrasinya jika ada ekonomi yang merata, hukum yang tidak tebang pilih, dan kedewasaan berfikir,” tambahnya.

Ahmad Khirul Umam, Ph.D. Managing Director of PPPI menceritakan bahwa lahirnya Univeritas Paramadina adalah manifestasi dari lahirnya demokrasi di Indonesia. “Terminologi tersebut dibangun oleh Nurcholis Madjid pada 18-21 Mei 1998, yang ditulis untuk reformasi di Indonesia pada masa Presiden Soeharto,” ujarnya.

Umam menyebutkan bahwa pelemahan secara sistematis hampir di tiap layer dalam pemerintahaan. “Penghancuran pelemahan di negara karena terjadi dominasi yang dilakukan, yang menghasilkan power relation. Politik yang wealth of defence yang hanya menjadi sebuah retorika belaka, faktanya yang disebut dengan konsep oligarki,” imbuhnya.

Dia mengatakan bahwa yang terjadi dalam lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) adalah adanya kekuasaan eksekutif yang mengintervensi kekuatan yudikatif. “Meskipun sulit bahkan tidak bisa dibuktikan tetapi logika kita menyebutkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam putusan 90 dan diperkuat dengan putusan 140,” paparnya.

Masih menurut Umam, prinsip-prinsip yang hilang rata-rata terjadi karena dominasi yang dikembangkan oleh kekuasaan, muncul narasi yang dapat menghancurkan, dan politik identitas. “Yang bisa dilakukan adalah mencoba untuk menggabungkan semua elemen kekuatan, mencoba menarasikan akal sehat, tentu semua pesimisme menggelayuti kita. Tapi bukan berarti menghentikan kita,” ucapnya.

Sebagai pamungkas, Guru Besar Paramadina Prof. Komarudin Hidayat dalam penutup diskusi memberikan pandangannya bahwa terjadi 25 tahunan generasi atau orde politik.

“Idealnya yang semakin baik dan terjadi perkembangan terus menerus. Mengutip Ronggo Warsito bahwa dalam sejarah terjadi pengulangan. Proses ke-Indonesiaan semakin membesar dan menguat dari segi bahasa, ditumpangi oleh globalisme dan tradisi negara sehingga terjadi benturan dengan komunalisme dan local wisdom,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Penyelundupan 560 Liter BBM Subsidi Digagalkan Pos Siliwan Satgas Yonif 742/SWY di Perbatasan RI-RDTL
Lepas Suhajar sebagai Sekjen Kemendagri, Mendagri Apresiasi Kinerja dan Loyalitas
Purna Tugas sebagai Sekjen Kemendagri, Suhajar Sampaikan Terima Kasih kepada Mendagri dan Jajaran
Artikel Terkini
Penyelundupan 560 Liter BBM Subsidi Digagalkan Pos Siliwan Satgas Yonif 742/SWY di Perbatasan RI-RDTL
Lepas Suhajar sebagai Sekjen Kemendagri, Mendagri Apresiasi Kinerja dan Loyalitas
Purna Tugas sebagai Sekjen Kemendagri, Suhajar Sampaikan Terima Kasih kepada Mendagri dan Jajaran
Pj Bupati Maybrat hadiri Acara Pengantar Tugas Sekjen Kemendagri
Mendagri Lantik Suhajar sebagai Wakil Rektor IPDN
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas