Temuan Riset: Sekitar 64 Persen Publik Skeptis Reshuffle Bawa ke Arah Perbaikan
Pada momen demo itu, netizen beranggapan Menteri HAM kurang cekatan mengatasi beberapa peristiwa di aksi yang menurut netizen berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
Reporter: very
Redaktur: very
Jakarta, INDONEWS.ID - Temuan riset menunjukkan terdapat sekitar 64% sentimen bersifat negatif terhadap reshuffle kabinet Merah Putih yang baru saja dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, pada Senin (8/9) lalu.
Hal itu disebabkan karena netizen skeptis bahwa reshuffle akan membawa perubahan ke arah perbaikan. Di samping itu juga karena ada pertanyaan terkait kualitas terhadap personel yang menggantikan mereka yang dicopot Prabowo.
”Di samping itu netizen juga menyoroti beberapa posisi menteri di kementerian yang seharusnya diganti, tapi ternyata tidak diganti, yaitu Menteri Hak Azasi Manusia (HAM) dan Kapolri. Itu disebabkan karena terjadinya demonstrasi rusuh yang terjadi beberapa waktu lalu,” ujar Peneliti Continuum Data Indonesia, Wahyu Tri Utomo dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk ”Sentimen Publik terhadap Reshuffle Kabinet” di Jakarta, Kamis (11/9).
Diskusi juga menghadirkan Direktur Pengembangan Bid Data Indef, Eko Listiyanto, dan Prof Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina yang juga ekonom senior INDEF, yang memberi Kata Pengatar diskusi.
Wahyu mengatakan, riset tersebut menggunakan metode data dari Tiktok Twitter, Youtube, FB dan Instagram. Riset tersebut dikumpulkan pada 8-9 September 2025 lalu. Data tersebut selanjutnya dilakukan penyaringan dari pengaruh media dan buzzer, analisis disclosure, sentimen dan analisis perbincangan.
Riset menemukan bahwa ada 44.404 perbincangan di medsos, postingan dan komen sejak 8-9 Sept 2025. Data yang dikumpulkan yang paling banyak berasal dari Tiktok, dan yang paling sedikit berasal dari Instagram.
”Pada momen demo itu, netizen beranggapan Menteri HAM kurang cekatan mengatasi beberapa peristiwa di aksi yang menurut netizen berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM,” katanya.
Wahyu mengatakan, Kementerian Keuangan adalah sosok yang paling banyak dibahas. ”Sebagian besar terkait pemberhentian Sri Mulyani hingga kontroversi Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, ihwal beberapa statemennya yang dinilai kurang pas,” lanjutnya.
Netizen juga beranggapan reshuffle tersebut terkait upaya untuk menghentikan pengaruh dari geng Solo dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Selain itu, ada beberapa posisi menteri lain yang juga di-mentioned adalah Menteri Kehutanan, Menteri HAM, Menteri ESDM, hingga Menko Pangan.
Kelanjutan dari Bagi-bagi Jabatan
Riset juga menemukan beberapa hasil tanggapan terhadap reshuffle. Pertama, sebanyak 64% netizen menilai pesimis terhadap resufle yang dianggap tidak akan membawa perubahan besar. Pasalnya, masih ada beberapa menteri yang seharusnya juga ikut di-reshufle.
Kedua, ada semacam kekhawatiran bahwa reshuffle akan menjadi kelanjutan dari bagi-bagi jabatan di pemerintahan.
”Dari 64% netizen, 35%-nya bersentimen positif. Itu berupa apresiasi terhadap resufle karena dinilai tokoh-tokoh yang diresufle memang pantas karena dinilai oleh netizen kurang perform. Dengan harapan penggantinya akan berbuat yang lebih baik,” katanya.
Wahyu mengatakan, Menteri Keuangan yang paling banyak di-mentioned. Hal tersebut karena pergantian Sri Mulyani yang paling banyak mendapat simpati akibat sangat lama mengabdi. ”Di sisi lain Menteri Keuangan yang baru mendapat negatif simpati karena penyataannya dinilai netizen menyakitkan rakyat banyak,” ujarnya.
Selanjutnya, Budi Arie juga banyak dibahas. Di antaranya karena mantan Menteri Koperasi itu paling ramai karena terkait kasus judol yang mungkin jadi salah satu penyebab dirinya direshufle.
”Netizen menilai, Sri Mulyani dihormati, tapi pajak disesalkan. (Sri Mulyani dinilai) Kompeten namun blundernya membekas. Eksposure Sri Mulyani jauh lebih tinggi dibanding Purbaya. Sri Mulyani dianggap punya andil pada tingginya pajak saat ini,” katanya.
”Menteri Keuangan baru dominan dinilai cukup kompeten dengan pengalamannya yang panjang di pemerintahan, tapi statemennya pada hari pelantikan dinilai cukup membuat blunder sehingga dia harus meminta maaf. Hal itu, sedikit mengurangi sentimen positif terhadap Purbaya,” lanjutnya.
”Kasus pencopotan Budi Arie mendapat sentimen positif kecil yakni 10%, 90% nya negatif. Karena dinilai sangat bagus sesuai kondisi akibat performance Budi Arie yang kurang, dan kasus dugaan judol,” ujarnya.
Masalahnya Bukan Hanya pada Likuiditas
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bid Data Indef, Eko Listiyanto, mengatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi hanya bisa dicapai apabila kebijakan fiskal dan moneter berjalan seimbang dan dapat mendorong kegiatan ekspor.
Menurutnya, rencana pemindahan rekening pemerintah dari BI ke bank umum bukan merupakan solusi utama. Pasalnya, hal tersebut harus disertai kebijakan yang dapat menggerakkan dunia usaha.
Langkah itu, katanya, justru akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian domestik. Dia mengatakan, Bank Indonesia selama ini diketahui telah menurunkan suku bunga acuan sebagai kebijakan pro growth. Namun masalahnya justru terletak pada minimnya penyerapan kredit oleh sektor rill.
Eko mengatakan, masalahnya bukan hanya pada likuiditas. ”Likuiditas kita tidak kering, tapi kenyatannya sektor riil yang memang tidak bergerak,” ujarnya.
Menurutnya, bank umum masih gamang dalam menyalurkan kredit produktif. Di sisi lain, dia harus tetap menanggung biaya dan dari para nasabah. Akibatnya, dana besar yang ditempatkan di bank umum berpotensi mengendap.
Dia mengatakan, APBN berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. ”Jangan digunakan untuk hal tidak esensial. Efisiensi harus dilakukan, dan anggaran harus mendorong produktivitas,” katanya.
Pemerintah juga, katanya, diharapkan tidak memangkas dana transfer ke daerah. Karena kontribusi pemda terhadap perekonomian nasional juga tidak bisa diabaikan. Dana transfer yang memadai akan jadi motor penggerak investasi dan membuka lapangan kerja, serta meningkatkan konsumsi masyarakat di wilayahnya.
Karena itu, menurutnya, kebijakan mendorong likuiditas perbankan hanya akan efektif jika diiringi langkah nyata untuk menggerakkan sektor riil.
”Diperlukan juga deregulasi kebijakan yang menghamba usaha, penurunan biaya kredit, hingga pemberantasan praktik premanisme yang membebani pelaku usaha,” pungkasnya. *