indonews

indonews.id

Balada PT Garuda Indonesia: "Bisnis Airline Masa Gitu?"

Balada PT Garuda Indonesia:
"Bisnis Airline Masa Gitu?" 

Reporter: luska
Redaktur: Rikard Djegadut

Oleh: Sudar Koma'udah
Praktisi Senior Bidang Bisnis Transportasi Niaga

Baru-baru ini tersiar kabar bahwa PT Garuda Indonesia (Garuda), akan membeli sebanyak 100 (seratus) buah pesawat baru. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada saat ini Garuda sudah memiliki armada pesawat terbang sebanyak 78 (tujuh-puluh-delapan) buah pesawat. 

Mengingat bahwa sejak lebih dari satu dekade belakangan ini kondisi keuangan Garuda berada dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, maka berita tentang pembelian pesawat-pesawat baru dalam jumlah yang besar ini, telah menimbulkan banyak tanda tanya, yang sulit dimengerti oleh masarakat. Contohnya adalah hal-hal seperti yang dibawah ini: 

1. Apakah kondisi keuangan Garuda dewasa ini memang mampu mendukung rencana pengadaan ke-100 (seratus) buah pesawat baru ini? Faktanya: Sejak 2014 Garuda selalu dirundung rugi-usaha yang tak kunjung berhenti, akumulasi hutang yang terus menumpuk dan puncaknya, pada 2020 nilai Ekuitas Perusahaan merosot Negatif (-) US $ 1,35 miliar. Jadi, rencana pembelian pesawat-pesawat baru ini dilakukan 

bukan karena Garuda tidak tahu kondisi tersebut, tapi justru mereka yakin bahwa penambahan pesawat itu harus dilakukan untuk menambah pemasukan revenue. Tapi mengenai cara bagaimana melakukannya, hanya Garuda yang tahu?

2. Sejak tahun 2020 yang lalu, ada kurang/lebih 20 (dua-puluh) pesawat yang "on ground" alias nganggur di hangar, karena ketiadaan 

anggaran pemeliharaannya. Faktanya: Hingga kini Garuda masih belum melunasi biaya perawatan pesawat-pesawat tersebut. Jadi dalam hal ini Garuda memang lebih memilih untuk membeli 100 (seratus) buah pesawat-pesawat baru, daripada melunasi biaya perawatan 20 (dua-puluh) pesawat lama.

3. Apakah ke-78 (tujuh-puluh-delapan) pesawat yang ada dalam jajaran armada Garuda 

sekarang ini, telah beroperasi secara optimal dalam sistem jaringan penerbangan niaga Garuda? Faktanya: Tingkat utilisasi atau penggunaan pesawat-pesawat tersebut relatif rendah. Begitu juga tingkat isian pesawat atau load factor yang juga rendah. Memang tingkat utilisasi pesawat-pesawat kecil yang terbang di rute domestik itu relatif baik, tapi masih kurang dari 8 (delapan) jam/hari. Sementara pesawat-pesawat 

besar yang mampu terbang jarak-jauh, atau wide-body/long range, tingkat utilisasi hanya 5 jam/hari. Konon, penyebabnya adalah karena pesawat-pesawat besar/jarak-jauh ini tidak selalu terbang di rute-rute yang sesuai dengan peruntukannya. Jadi, dalam hal ini terlihat bahwa Garuda memang tidak konsisten dalam penerapan prinsip The Right Planes on the Right Routes. Sepertinya, Garuda memang secara sadar mau 

mengambil resiko ganda yaitu, target revenue yang tidak tercapai, dan biaya operasi penerbangan yang membengkak. 

Semua orang tahu bahwa pesawat-pesawat besar/jarak-jauh yang "dipaksa" terbang di rute-rute jarak-pendek akan mengeluarkan biaya-biaya tambahan untuk handling, fuel dan maintenance. Nah, kalau kita sudah mengetahui bahwa pemakaian pesawat di rute-

rute yang tidak sesuai adalah tidak tepat guna, bukan strategi bisnis yang jitu dan bukan kebijakan yang cerdas, lalu mengapa justru itulah yang dijalankan oleh Garuda selama ini.

4. Fakta lain: yang luput dari perhatian masarakat adalah bahwa kinerja-usaha Garuda yang negatif ini sudah terjadi sejak 2014. Sejak itu pula Garuda telah melakukan pergantian Pimpinan 

sebanyak 7 (tujuh) kali. Tragisnya, selama masa itu Garuda tidak pernah melakukan evaluasi, atau re-evaluasi, apalagi koreksi atas program-program kerja yang bermasalah tersebut, dan selama itu pula kinerja-usaha yang merugi itu tidak pernah kunjung membaik sampai sekarang.

Fakta-fakta diatas sungguh memprihatinkan. Bagaimana mungkin, sebuah maskapai 

penerbangan nasional tertua, kebanggaan bangsa, seperti PT Garuda Indonesia ini mengelola pengoperasian pesawat-pesawatnya sendiri secara begitu lugu? Garuda yang terbiasa menerbangi route Jakarta-Amsterdam nonstop vv, menggunakan pesawat secanggih Airbus A330-900, kini mengelola maskapainya mirip-mirip dengan cara "maskapai" Angkot beroperasi atau "narik" di rute atau trayek Harmoni - 

Petojo Enclek PP, dengan kendaraan minibus tipe SUV-nya?

Seandainya fakta-fakta ini diketahui oleh masarakat, pasti mereka akan heran dan berseru: "apa kata dunia?". Dan kalau mereka yang dulu suka menonton serial sinetron TV "Tetangga Masa Gitu", pasti akan bergumam: "Bisnis Airline Masa Gitu?".

Jakarta, 18 Oktober 2025

 

© 2025 indonews.id.
All Right Reserved
Atas