Bisnis

Menteri Keuangan Harus Awasi Kewajiban PNBP Bolt dan First Media

Oleh : very - Jum'at, 23/11/2018 21:37 WIB

Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, di Jakarta. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Terkait kasus tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan rencana pencabutan ijin pemanfaatan frekuensi terhadap  PT.First Media,Tbk. dan PT.Internux (Bolt), Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim penegakan hukum yang kondusif bagi penerimaan negara.

“Hal itu agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemungutan PNBP, Menteri Kominfo seyogianya segera memberikan peringatan tertulis untuk menagih tunggakan dan memenuhi ketentuan dalam rangka pencabutan ijin,” pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Dia juga meminta Menteri Keuangan untuk melakukan pengawasan. “Menteri Keuangan sebagai penanggung jawab dan pemegang otoritas bidang PNBP dapat melakukan pemantauan dan pengawasan demi memastikan pemungutan dan pemenuhan kewajiban PNBP dilakukan sesuai UU,” ujarnya.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PP No.29/2009, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran PNBP kepada Menteri Kominfo selambat-lambatnya 20 hari sebelum jatuh tempo pembayaran PNBP. Faktanya, utang PNBP PT.First Media,Tbk. Dan PT.Internux (Bolt) telah jatuh tempo sejak 17 November 2018 lalu. Dengan demikian, secara administratif permohonan penundaan, pengangsuran, maupun penjadwalan ini sudah tidak dapat diajukan lagi.

Menurut Yustinus, permohonan ditujukan kepada Menteri Kominfo untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan agar dapat diberikan persetujuan/penolakan/tindakan lainnya. Dalam hal permohonan telah disetujui oleh Menteri Keuangan, maka penjadwalan akan ditentukan oleh Menteri Kominfo.

Pasal 17 Peraturan Menteri Kominfo No. 9/2018 mengatakan bahwa Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) dapat dicabut sebelum masa berlaku berakhir. Pasal 21 ayat (1) huruf f menjelaskan bahwa pencabutan IPFR dilakukan apabila Wajib Bayar tidak melunasi pembayaran BHP Frekuensi Radio untuk IPFR selama 24 bulan. Namun, faktanya, kedua Wajib Bayar ini sudah memiliki tunggakan sejak tahun 2016.

“Dengan demikian pencabutan harus dilakukan dengan prosedur pemberian surat peringatan tiga kali berturut-turut (tenggang waktu antar surat adalah satu bulan) kepada Wajib Bayar,” ujarnya.

Seperti diketahui, besaran utang PNBP PT.First Media,Tbk adalah Rp 364 miliar, sementara PT.Internux (Bolt) sebesar Rp 343 miliar. Jika terjadi penundaan pembayaran PNBP, berarti terdapat pemasukan negara yang tertunda.

“Padahal saat ini negara sedang mengalami shortfall penerimaan dan butuh tambahan penerimaan untuk pembiayaan pembangunan. Berarti penundaan ini cukup merugikan keuangan negara,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait