Nasional

Model Pemilu Asimetris: Desentralisasi Politik & Minimalisasi Masalah Pemilu Serentak 2019

Oleh : hendro - Jum'at, 26/04/2019 14:31 WIB

Prof Dr Nurliah Nurdin MA,Guru Besar Ilmu Politik IPDN Kemendagri

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemilihan asimetris telah dibahas dalam berbagai forum  sebagai alternatif untuk model pemilu Indonesia dan sangat relevan menjadi  mengingat masalah masif dalam pemilihan simultan saat ini. 

Memiliki populasi yang besar, jumlah pemilih yang besar, kesenjangan geografis pulau-pulau yang hambatan bersama dengan desentralisasi yang kuat dari dukungan pemerintah maka desentralisasi politik harus berjalan berdampingan untuk saling mendukung untuk akuntabilitas sosial dan layanan publik. Konsep Starfish tentang model desentralisasi dapat menjadi yang terbaik menggambarkan perlunya pemilihan asimetris di mana suara-suara lokal penting. 

Semua politik bersifat lokal adalah masalah penting di tingkat nasional di mana cara sistem pemilihan harus koheren. Makalah ini berpendapat bahwa pemilihan di tingkat nasional harus dipisahkan dari DPR dan DPD dan pemilihan Presiden saja untuk menaruh hormat pada pemimpin nasional serta panggilan untuk perhatian publik dalam pencalonan mereka. Berfokus pada pemilihan Presiden saja mengabaikan DPR, DPD dan DPRD tidak hanya menghasilkan degradasi demokrasi tetapi juga moralitas.

 Di tingkat daerah harus diadakan pemilihan anggota DPRD dan pemilihan Kepala Daerah. Ini bisa menekankan masalah lokal di mana masyarakat lokal perlu berpikir dan lebih memperhatikan perwakilan mereka yang akan menyuarakan kepentingan mereka pada peraturan lokal.

Pemilu asimetris menjadi pilihan bagi pemerintahan Indonesia yang terus menerus menguatkan Desentralisasi pemerintahan. Tanpa desentralisasi politik yang modelnya dengan penyelenggaran pemilu terpisah, level nasional dan pusat, tentu akan menjadi paradoks dalam membangun demokrasi untuk kesejahteraan; dimana desentralisasi bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat (bottom up policy) dalam pemerintahan namun di sisi lain penyelenggaran pemilu serentak menjauhkan isu lokal dan akhirnya kebijakan parpol tetap pada sistem sentralisasi (top down policy) dimana kebijakan elit penguasa parpol sangat dominan. 

All politics is local belum menjadi prinsip dalam pemilu serentak. Pemilu asimetris sebagai model Desentralisasi Parpol adalah suatu keniscayaan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat agar sejalan dengan tujuan desentralisasi pemerintahan. 

Solusi atas permasalahan pemilu serentak adalah perlunya desentralisasi politik  dan penggunaan teknologi cepat hitung dengan model pemilu yang lebih mendekatkan masyarakat kepada pemerintah daerahnya, sekaligus untuk meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas. Penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan haruslah sejalan dengan desentralisasi politik. 

Setidaknya pengurus daerah diberikan ruang untuk berbeda sikap dan pilihan karena mereka harus mengikuti dinamika politik lokal warga masyarakatnya. Hal ini hanya dapat terwujud melalui perubahan Undang Undang Politik yang memberikan peluang kepada kepala daerah terpilih untuk melaksanakan program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat tanpa harus terbebani membayar hutang akibat mahalnya pilkada atau biaya mahar dalam perwakilan.

Disisi lain, memberikan perhatian khusus kepada pemilihan Presiden dan anggota DPR dan DPD tentu akan meningkatkan tingkat kritis dan atensi masyarakat karena bagaimanapun dalam negara kesatuan, keputusan pemerintah pusat adalah hierarki kepada pemerintah daerah. 

Penyelenggaran pemilu sudah harus melaksanakan kebijakan All Politics is local dimana pemilu asymetrus diharapkan dapat mendorong terbentuknya infrastruktur politik untuk integrasi dan mobilisasi warga, artikulasi dan agregasi kepentingan warga, perumusan kebijakan politik berdasarkan kepentingan warga masyarakat, perekrutan pemimpin politik berdasarkan prestasi bukan uang.

Managemen pemilu asymetris bukan lagi dominasi pemerintah pusat tapi di dalamnya pemerintah daerah menjadi nerve system. Pemilu asymetris juga dapat mendorong partai untuk tidak lagi menjadi milik elit parpol tapi rakyat sehingga manager parpol yang duduk dalam struktural parpol berfungsi untuk membesarkan parpol tesebut temasuk untuk mencari kader terbaik dan mempromosikannya kepada rakyat. 

Konsep teoritis Starfish ala Indonesia patut diterapkan model sistem pemilu Indonesia.  Public Trust ini menjadi modal utama pembangunan. Law Enforcement menjadi syarat utama yang dapat terwujud dengan indikator terjadinya desentralisasi finansial (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota), transparansi dalam pemasukan dan pengeluaran, pengakuan desentralisasi dan pembagian tupoksi parpol dan pemerintahan yang jelas. 

Starfish dalam pemilu asimetris diperlukan agar DPC/DPD mempunyai kewenangan di daerah untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Agar proses demokratisasi bisa mensejahterakan rakyat maka desentralisasi parpol (pemilu asimetris) dan desentralisasi pemerintahan harus jalan berdampingan dengan ciri: menjamin pemilihan yang bebas dan adil, mendesentralisasikan kekuatan dan sumber daya untuk masyarakat lokal secara tepat, melindungi independensi peradilan dan akses terhadap keadilan, menjamin pagawai negeri berfungsi secara efektif dan tidak digunakan sebagai mesin politik, memastikan pemisahan kekuasaan antara parpol sebagai infrastruktur politik bukan suprastruktur pemerintahan, melindungi akses terhadap informasi dan independensi media, melindungi hak asasi manusia, kebebasan usaha, dalam mengejar kebijakan ekonomi yang berkerakyatan.

(Penulis Prof Dr Nurliah Nurdin MA,Guru Besar Ilmu Politik IPDN Kemendagri)

Artikel Terkait