Daerah

Ekspor Sarang Burung Walet dari Mataram Terus Meningkat

Oleh : Syailendra - Jum'at, 10/05/2019 18:02 WIB

Karantina Pertanian Mataram mencatat dalam tiga tahun terakhir ekspor sarang burung walet (SBW) ke Singapura dan Hongkong terus meningkat.

Indonews.id - Karantina Pertanian Mataram mencatat dalam tiga tahun terakhir ekspor sarang burung walet (SBW) ke Singapura dan Hongkong terus meningkat. Ditahun 2016 ekspor SBW senilai Rp 24 juta, 2017 meningkat Rp 48 juta dan di tahun 2018 meningkat lagi hingga mencapai Rp 455 juta. Namun sebenarnya potensi ekspor SBW asal Lombok lebih besar dari kenyataan ekspor langsung itu.

Karena dari data laulintas antar area Lombok ke Surabaya dapat dilihat adanya frekuensi pengiriman SBW untuk bahan baku ekspor ke Tiongkok dengan nilai yang sangat besar. Lalulintas antar area SBW dari Lombok ke Surabaya pada tahun 2016 mencapai Rp 30,28 miliar, tahun 2017 senilai Rp 36,512 miliar dan tahun 2018 mencapai Rp 20,896 miliar.

“Penyebab puluhan miliar nilai ekspor SBW yang seharusnya menjadi PAD Propinsi NTB namun menjadi milik propinsi lain dikarenakan Lombok belum bisa menembus pasar Tiongkok secara langsung. Sungguh disayangkan sekali, karena itulah Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengajak Pemerintah Propinsi NTB untuk mendorong adanya investor yang mau membangun rumah produksi walet di Lombok sebagai syarat memenuhi protokol karantina pasar Tiongkok,” kata Ali Jamil, Kepala Barantan dalam keterangan resminya, Jumat (10/5/2019).

Berdasarkan IQFAST Karantina Pertanian Mataram, di kuartal pertama 2019 nilai ekspor komoditas pertanian pulau Lombok mencapai Rp 318,6 juta antara lain: sarang burung walet/sbw senilai Rp 176,5 juta, kerajinan rotan senilai Rp 64,6 juta, kerajinan bambu senilai Rp 52,1 juta dan lainnya senilai Rp 25,3 juta.

Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus karena pada tahun 2018 nilai ekspor komoditas pertanian pulau Lombok mencapai Rp 3,9 miliar yang berasal dari ekspor manggis senilai Rp 3,6 miliar, melon senilai Rp 254 juta, sarang burung walet senilai Rp 96 juta dan bambu senilai Rp 20,8 juta. “Perlu adanya langkah2 khusus dan pengawalan terhadap manggis, kenapa tahun 2019 tidak ada ekpor,” ujar Jamil.

Sebagaimana data domestik antar area, SBW dan buah manggis banya dari Lombok dikirim ke Bali dan Surabaya. Ada indikasi bahwa manggis Lombok di ekspor ke Vietnam melalui Bali. Karena Bali sudah mempunyai packing house (rumah kemas) terigistrasi, merupakan salah satu persyaratan manggis bisa diterima dipasar Tiongkok.

“Di Lombok juga belum ada packing house (rumah kemas), sekali lagi kami mengajak Pemerintah Propinsi untuk dapat memfasiltasi para investor atau eksportir manggis untuk membangun rumah kemas di pulau Lombok, sehingga kita bisa kembali ekspor manggis langsung dari sini,” tegas Jamil.

Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari 2 pulau yang memiliki potensi ekspor komoditas pertanian yang besar, yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa Besar. Nilai total ekspor komoditas pertanian pulau Lombok di tahun 2018 mencapai Rp 4,7 miliar, dengan komoditas yang didominasi adalah ekspor manggis ke Vietnam senilai Rp 3,6 miliar.

“Meskipun Karantina Pertanian Mataram dapat membantu memberikan bimbingan teknis rumah produksi walet dan rumah kemas manggis yang sesuai dengan syarat protokol karantina negara Tiongkok, namun hal ini tidak dapat kami lakukan jika tidak ada kerjasama dari pihak Pemerintah Propinsi NTB yang dapat menggandeng investor,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Sekda Propinsi NTB, Rosyadi Husaeni Sayuti mengatakan pihaknya mendukung penuh program akselerasi ekspor yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut dibuktikan bahwa saat ini pemerintah propinsi NTB telah menyediakan lahan yang dapat digunakan untuk membangun rumah kemas manggis yang akan mulai dibangun bulan Mei 2019, begitupun dengan rumah produksi walet kami akan carikan investor yang mau berinvestasi di Lombok.

Kepala Karantina Pertanian Mataram, Arinaung Siregar mengatakan bahwa total komoditas pertanian yang diekspor pada kali ini secara langsung senilai Rp 74,2 juta. Dengan rincian tempurung kelapa tujuan Norway senilai Rp 54,4 juta, tas rotan tujuan Prancis dan Philipina senilai Rp 12 juta, sedotan bambu tujuan Swiss senilai Rp 2,3 juta dan sarang burung walet tujuan Netherland senilai Rp 5,5 juta.

Sementara ada juga sarang burung walet yang dikirim ke Jakarta untuk diekspor ke Tiongkok melalui Bandara Soekarno Hatta.

 

 

 

Artikel Terkait