Daerah

Terjadi Kriminalisasi Masyarakat Adat, Komnas HAM Surati Kapolri dan Menteri LHK

Oleh : Mancik - Jum'at, 06/12/2019 12:08 WIB

Ketua Komnas HAM saat menerima perwakilan dari Masyarakat Adat Sihaporas, AMAN Tano Batak, serta perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Masyarakat Adat di ruangan Rektor Universitas Nommensen Pematang Siantar, kemarin.(Foto:Istimewa)

Pematang Siantar,INDONEWS.ID - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan telah berkirim surat kepada Kapolri serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

"Komnas HAM sudah menyurati Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait persoalan konflik agraria, dan menyurati Kapolri terkait adanya penangkapan masyarakat akibat dari konflik agraria yang terjadi," ujar Ahmad Taufan Damanik selaku ketua Komnas HAM kepada warga, Kamis (5/12/2019) kemarin.

Ketua Komnas menerima perwakilan dari Masyarakat Adat Sihaporas, AMAN Tano Batak, serta perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Masyarakat Adat di ruangan Rektor Universitas  Nommensen Pematang Siantar, kemarin.

Komnas HAM  juga menawarkan  supaya pendamping hukum Masyarakat Adat Sihaporas mengusulkan Amikuskurae (memberikan keterangan dari sisi kemanusiaan oleh KOMNAS HAM dalam persidangan) kepada Pengadilan Negeri Simalungun terkait penangkapan Thomson dan Jonny Ambarita, pengurus lembaga adat Lamtoras.

"Komnas HAM akan menyurati Kapolda Sumatera Utara terkait proses hukum laporan Masyarakat Adat Sihaporas," kata Taufan yang menerima warga, setelah menyampaikan materi sebagai narasumber dalam seminar nasional "Intoleransi dan Radikalisme “.

Pada 24 September lalu, Polres Simalungun menetapkan tersangka dan menahan dua pejuang masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumut. Sepekan sebelumnya, 16 September 2019, warga terlibat konflik dan bentrok kontra karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di lahan sengketa di Sihaporas.

Seorang anak usia 3 tahun 6 hulan, Mario Teguh Ambarita juga menjadi korban pemukulan terduga Bahara Sibuea selaku Humas PT TPL. Thomson Ambarita yang menjabat Bendahara Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), juga menjadi korban pemukulan terduga Bahara Sibuea, namun Thomson justru menjadi tersangka. Adapun status hukum Bahara belum jelas oleh Penyidik Polres Simalungun.

Menurut catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, banyaknya konflik agraria di Sumatera Utara telah memposisikan petani, buruh tani dan masyarakat adat, nelayan, dan kelompok marjinal lainnya sebagai korban.

Protes dan tuntutan pengembalian wilayah adat yang dilakukan oleh masyarakat adat masih sering berujung kriminalisasi. Mereka mempersoalkan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT TPL (Toba Pulp Lestari) yang telah menghancurkan hutan adat. 

Namun, ketika Masyarakat Adat bercocok tanam di wilayah adatnya, seringkali pihak keamanan perusahaan menghalang-halangi hingga berujung bentrok dan berujung kriminalisasi yang memposisikan Masyarakat Adat sebagai korban. Seperti yang dialami oleh Masyarakat adat Sihaporas di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Pada 16 September 2019, pagi,  saat Masyarakat Adat sedang berladang di wilayah adatnya, pihak keamanan perusahaan datang meminta warga berhenti berladang di wilayah adat yang diklaim masuk konsesi perusahaan. 

Bentrok dan tindakan saling pukul pun tidak dapat dihindarkan. Pihak Perusahaan dan Masyarakat adat pun saling melaporkan kejadian ke pihak Kepolisian. Masyarakat adat melaporkan penganiayaan terhadap masyarakat adat dan balita yang turut menjadi korban saat kejadian tidak disidik Aparat Kepolisian.
 
Kepolisian justru menahan Thomson Ambarita (Bendahara Umum Lamtoras)  dan Jonny Ambarita (Sekeretaris Umum Lamtoras) atas laporan TPL yang mengadu dugaan penganiayaan orang atau benda. 

Keduanya ditangkap saat Kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita selaku Pelapor dan Saksi terkait tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Humas Perusahaan, Selasa 24 Septwmber 2019.

Ditetapkannya Jonny Ambarita dan Thomson Ambarita, menjadi korban kriminalisasi. Thomson Ambarita telah ditetapkan sebagai tersangka atas Laporan Polisi No. Pol. LP/226/IX/2019/SU/Simal tanggal 16 September 2019.

 Dan berujung pada penetapan Tersangka dan Penangkapan terhadap Jonny Ambarita berdasarkan surat Perintah Penangkapan No. Pol.: Sip. Kap/149/IX/2019/Reskrim bertanggal 24 September 2019. Thomson Ambarita dan Surat Perintah Penangkapan No. Pol.: Sip. Kap/150/IX/2019/Reskrim tanggal 23 September 2019 an.
 
Jonny Ambarita yang dilakukan oleh Penyidik Reskrim Polres Simalungun IPTU B HENGKY B SIAHAAN, SH berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp. Dik /375/IX/2019/Reskrim tanggal 18 Semtember 2019.

Penetapan tersangka dan penangkapan tehadap Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita tersebut memperlihatkan bahwa Laporan Polisi No. Pol. LP/226/IX/2019/SU/Simal tanggal 16 September 2019, yang dilaporkan oleh Bahara Sibuea, dkk, sangat cepat diproses oleh penyidik Polres Simalungun. 

Namun hal itu berbanding terbalik dengan lambannya penanganan Laporan Polisi No.: STPL/84/IX/2019 tanggal 18 September 2019 yang dilaporkan oleh Thomson Ambarita sebagai korban dan Bahara Sibuea sebagai Pelaku Penganiayaan.

Hingga saat ini, Laporan Thomson Ambarita masih belum dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Bahara Sibuea belum ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan Tindak Pidana penganiayaan terhadap Thomson Ambarita. Meskipun 2 (dua) alat bukti sudah terpenuhi unsurnya.

 Pertama, berdasarkan hasil VISUM REVERTUM yang dikeluarkan oleh RSUD Tuan Rondahaim Pematang Raya dan hasil rekam medik yang dikeluarkan UPDT Puskesmas Pematang Sidamanik, telah ditemukan adanya luka lebam di punggung Thomson Ambarita akibat pukulan benda tumpul. 

Kedua, hasil pemeriksan saksi korban Thomson Ambarita dan saksi-saksi lain yang melihat  peristiwa tindak pidana tersebut secara langsung. Ha-hall tersebut semakin menguatkan bahwa Humas PT. TPL telah melakukan tindak pidana penganiyaan terhadap Thomson Ambarita.

Dan pada tanggal 2 Desember telah berlangsung sidang perdana terhadap Jonny dan Tomson dengan agenda pembacaan dakwaan,namun dalam sidang itu tidak ada keterbukaan informasi terkait waktu pelaksanaan sidang dari pihak kejaksaan maupun pengadilan. (*)

 

 

Artikel Terkait