INDONEWS.ID

  • Selasa, 21/05/2019 10:55 WIB
  • Pemindahan Ibukota Baru, Kemendagri Harus Jadi Komposernya

  • Oleh :
    • hendro
Pemindahan Ibukota Baru, Kemendagri Harus Jadi Komposernya
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri periode 2010-2014 Djohermansyah Djohan

Jakarta, INDONEWS. ID - Siang itu, udara Jakarta mulai terasa panas menyengat. Bulan Ramadhan 1440 H tidak menyurutkan warga Jakarta untuk giat beraktifitas. Kendaraan tetap ramai. Sebagian titik yang sudah terbiasa padat juga tetap serupa itu. Di sejumlah pasar ternama justru semakin ramai, mungkin karena mendekati Lebaran, orang-orang mulai berburu baju baru atau kue-kue kering. Lapar dan dahaga bukan halangan untuk terus bergerak dan bekerja.

Demikian pula halnya Djohermansyah Djohan. Jum’at siang pekan lalu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri periode 2010-2014 itu tampak segar bugar saat melangkah melintas kelas pasca sarjana di IPDN Kampus Jakarta. Senyum khas beliau langsung terukir di wajahnya,  tak terlihat gurat kelelahan di tubuh Guru Besar IPDN tersebut, “Selamat Siang, yuk mari, kita wawancara di rumah dinas saja ya,” sapanya pada INDONEWS.ID.

Baca juga : Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD

Saat akan memulai wawancara, Prof Djo, demikian pangilan akrabnya, menunjukkan beberapa koleksi buku-bukunya yang berjajar rapi di perpustakaan pribadinya, “ini buku-buku yang saya beli, barter dengan kawan-kawan, ada juga yang dapat gratis, sebagai hadiah. Saya rawat, kumpulkan dan diberi nomor indeks seperti perpustakaan umumnya. Ngumpulinnya sejak jadi mahasiswa APDN Bukittinggi,” kata pria yang pernah menjabat Penjabat Gubernur Riau sembari mempersilakan duduk.

Mengapa ibu kota perlu dipindahkan?

Baca juga : Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional

Kita lihat keadaan ibukota sekarang tidak lagi mendukung sebagai pusat pemerintahan yang ideal. Sebuah ibu kota itu ibarat etalase sebuah Negara. Cerminan bagaimana Negara dikelola tampak dari ibu kotanya. Karena itu, tempatnya harus nyaman, indah, tertib teratur, aksesibilitasnya baik, transportasi lancar, kotanya modern.

Dan Jakarta tidak layak lagi?

Baca juga : Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua

Jakarta bukannya tidak mampu untuk memenuhi itu semua, namun  beban Jakarta sebagai pusat perdagangan, pendidikan, dan pemerintahan terlalu berat dari hari ke hari. Padahal untuk ukuran Indonesia, masih banyak daerah yang bisa dikembangkan terutama sebagai pusat pemerintahan. Nantinya ibu kota yang baru ini harus benar-benar menjadi etalase Negara. Bukan semata-mata kantornya Presiden berikut menteri-menteri dan lembaga parlemen, tapi juga semua duta besar dari Negara sahabat akan membuka kantor di sini. Para tamu negara yang datang hendaknya memuji dan kagum akan kemolekkannya.

Banyak yang menduga, bencana banjir yang kerap melanda Jakarta menjadi pertimbangan Presiden Jokowi…

Sebagai ilustrasi saja. Saya pernah pergi ke Washington DC, ibu kota Amerika. Saya lihat di sana kotanya rapi, indah, teratur seperti sepotong surga yang jatuh dari langit. Tidak ramai, tidak sesak, tidak semrawut, tidak macet, dan tidak banjir. Mulai dari turun bandara hingga menuju pusat kota, kita pasti akan merasakan aura kewibawaan sebuah ibu kota.

Wah, kalau begitu ibu kota merupakan sosok kota yang ideal di sebuah Negara.

Betul. Ia akan menjadi ikon Negara, dijadikan model bagi provinsi-provinsi yang ada di Negara itu. Ibu kota adalah kiblatnya. Jadi kepala daerah kalau ingin membangun daerahnya agar bersih, indah, aman dan tentram, maka belajarlah ke ibu kota.
Kondisi sekarang, malah banyak provinsi-provinsi di Indonesia yang kebersihannya, kenyamanannya, ketertibannya lebih baik dari Jakarta. Artinya setelah 23 tahun otonomi daerah, banyak daerah-daerah potensial yang dapat dikembangkan lebih maju lagi asal ada _political will_ dari pemerintah pusat. 

Presiden Jokowi telah memanfaatkan momentum tepat untuk memindah ibu kota?

Dari segi dimensi waktu, gagasan ini sebenarnya sudah lama. Jakarta ini ibu kota warisan dari zaman kolonial Belanda. Pada zaman kemerdekaan, kita melanjutkan saja apa yang sudah ditinggalkan Belanda. Sekarang sudah tahun 2019, sudah 74 tahun kita merdeka. Kiranya ini momentum tepat untuk berbenah. Sehingga, paling tidak pada peringatan kemerdekaan RI ke 100 tahun, kita sudah memiliki ibu kota baru. Ada 26 tahun ke depan untuk mempersiapkan hal ini. Akan ada kebanggaan, bahwa satu abad kemerdekaan, kita akan memiliki ibu kota baru yang bertaraf world class hasil kreasi anak bangsa. Ini adalah hadiah terindah dari dan untuk bangsa Indonesia. Presiden Jokowi sudah tepat, mengambil momentum memindahkan ibu kota Negara saat ini. Harus dimulai dari sekarang. 26 tahun itu waktu yang singkat.

Kalau dari kaca mata Anda, di mana sebaiknya ibu kota baru itu?

Kalau dari perspektif otonomi daerah, bahwa pembangunan ibu kota baru itu baiknya di luar Jawa. Daerah-daerah di Jawa sudah crowded. Perlu pengembangan daerah lain guna memenuhi azas keadilan dalam bernegara dan berpemerintahan. Otonomi itu untuk memberikan keadilan, percepatan pelayanan, pemenuhan kebutuhan rakyat. Jadi dengan kondisi Jakarta yang kian sesak, baiknya memang berada di luar Jawa. Itu dari perspektif ilmu pemerintahan, bukan dalam konteks ilmu ekonomi yang masih debatable.

Sebagai perbandingan, Washington di Amerika sepi-sepi saja, tak seperti New York yang merupakan pusat bisnisnya. Canberra sebagai ibu kota Australia tidak seramai Sydney dan Melbourne yang tumbuh sebagai kota bisnis modern. Artinya, jangan diasumsikan bahwa sebagai ibu kota baru harus tumbuh besar menandingi Jakarta sebagai pusat bisnis. Tidak seperti itu. Ibu kota baru adalah untuk efektifitas dan efisiensi pergerakan pemerintah guna memenuhi tugas dan tanggung jawabnya yang selama ini terpengaruh dengan berbagai persoalan Jakarta.

Bagaimana dengan budget yang dianggap terlalu…
Ada yang hitung 300 T, 400 T, bahkan sampai mengatakan 1.000 T Rupiah.  Nah, kalau soal uang bisa dicari, ada banyak strategi, ada skema-skema. Yang penting lebih dulu adalah semangat, apakah kita mau ibu kota baru enggak? Semangat itu dulu yang penting.

Soal budget, kita bisa mengupayakannya dengan beberapa strategi, tentu dengan prinsip jangan sampai memberatkan APBN, dan jangan sampai berhutang pula, karena bisa menjerat bangsa ini di kemudian hari. Nah, di sinilah perlunya kretifitas pemerintah untuk mencari strategi pembiayaan ibu kota baru.

Presiden tampak serius dengan bergerak cepat meninjau beberapa lokasi calon ibu kota baru. Pendapat Anda?

Untuk merealisasikannya, perlu ditindaklanjuti dengan keputusan politik. Presiden boleh saja bergerak cepat, melihat langsung kondisi calon ibu kota baru seperti yang telah beliau tinjau ke Kalimantan beberapa waktu lalu. Namun, dukungan politik jangan terlewatkan. Perlu adanya approval DPR. Perlu dimusyawarahkan dengan lembaga legislatif. Sehingga keputusan pemindahan ibu kota ini akan menjadi tanggung jawab sekaligus kebanggaan bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana telah terwakilkan dalam lembaga DPR. Rakyat perlu dilibatkan dalam momentum bersejarah ini.

Detail engineering design atau DED infrastruktur kota harus jelas. Bagaimana kantor-kantor, sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, perbankan, hotel, taman-taman, dalam satu kesatuan yang tertata secara rapi dan modern. Itu harus jelas. Sehingga Ibu kota baru benar-benar rancak dan bercita rasa internasional.

Jadi, langkah-langkah apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah ?

Harus diawali dengan kajian yang komprehensif tidak hanya terhadap rencana pemindahan ibu kota, namun juga terhadap ibu kota yang lama. Itu semua harus dipikirkan. Jadi ada dua dimensi kajian yang perlu diolah secara komprehensif.

Kajian komprehensif seperti apa?

Setahu saya yang dilakukan baru kajian terbatas, dari Bappenas saja, belum ada kajian komprehensif. Tim kajian komprehensif tentang pemindahan ibu kota hendaknya dibentuk melalui keputusan Presiden dengan melibatkan seluruh stakeholder, kementerian dan lembaga terkait. Kemendagri harus memimpin kajian ibu kota baru. Karena secara filosofis, normatif, dan empirik, menata sebuah ibu kota baru dalam sebuah Negara merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Ibarat sebuah orkestra, Kemendagri harus bertindak sebagai konduktor pemindahan ibu kota baru ini, mulai dari persiapan regulasinya, kajian-kajiannya, lobi-lobinya, dan sebagainya.
Nantinya Kemendagri, perlu melibatkan kementerian terkait seperti Bappenas, PU, Agraria dan Tata Ruang, Lingkungan Hidup, Pendayagunaan Aparatur Negara, Kesehatan, Pendidikan, para pakar seperti pakar pemeritahan, hukum, sosial, lingkungan, hingga melibatkan gubernur pada lokasi calon ibu kota baru, tokoh-tokoh masyarakat, prominent person harus diajak bicara, bahkan terhadap rencana pembentukan pemerintahan spesial yang semuanya itu harus di bawah konduktor Kemendagri.

Pemerintahan spesial?

Begini, pemindahan ibu kota itu, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengisian, hingga pengoperasiannya perlu ditunjuk seorang wali kota, yang tidak diserahkan pada daerah. Inilah special local government, wali kota dan jajarannya ini berasal dari ASN yang juga perlu dipersiapkan dari sekarang karena mereka akan bertugas secara khusus untuk mengelola ibu kota baru. Wali kota tersebut tidak ada sangkut menyangkut dengan politik di daerah, hirarkinya langsung pada pemerintah pusat, kalau presiden tidak suka akan kerjanya, ia bisa langsung diganti. Sifatnya appointed, penunjukkan dari presiden, sehingga ibu kota ini tidak perlu ada DPRD.
Karena tidak bersinggungan dengan politik daerah, wali kota ini lebih tepat dikatakan sebagai city manager. Tugasnya memastikan ibu kota berjalan sebagaimana fungsinya. Nantinya ia akan dilengkapi dengan dinas-dinas yang dibutuhkan seperti dinas-dinas yang menangani bidang PU, pendidikan, kesehatan, pertamanan, kebersihan, pemadam kebakaran, listrik, air minum, bahan bakar, logistik warga kota,  dan sebagainya. Prediksi saya, jumlah warga kota yang akan dilayani wali kota tersebut dikisaran satu juta jiwa sampai satu setengah juta jiwa.

Tahap berikutnya?

Setelah membentuk tim kajian komprehensif itu, presiden menetapkan kelayakan kajian itu dan memutuskan setuju untuk pindah ibu kota dari Jakarta ke daerah yang dianggap layak tersebut. Dari sana kemudian presiden mengirimkan surat kepada DPR dengan melampirkan hasil kajian tim komprehensif, untuk dibawa dalam pembahasan komisi terkait. Maksudnya untuk minta persetujuan DPR. Dari sini, DPR yang akan menggodok rencana tersebut. Dalam pembahasannya, DPR perlu mengajak pemerintah dan DPD karena ini menyangkut daerah. Hasilnya, DPR akan mengeluarkan persetujuan kepada pemerintah untuk melanjutkan rencana pemindahan ibu kota ke daerah yang disetujui tersebut.

Setelah mengantongi persetujuan DPR tersebut, presiden membentuk tim teknis yang terdiri dari orang-orang yang berlevel world class, orang-orang yang mengerti dan berpengalaman secara teknis bagaimana membangun sebuah ibu kota baru, memindahkan personil berikut keluarganya, dan bagaimana keberlangsungan ibu kota yang lama. Tim inilah yang akan memaparkan DED pada presiden, membuat time schedule pekerjaan, master plan perencanaan dan pembiayaannya, analisis dampak lingkungan, desain kelembagaan serta kewenangan penyelenggaraan pemerintahan di ibu kota baru. Dua poin terakhir tadi adalah kewenangan Kemendagri.

Apa guna kajian teknis ini?

Dari hasil kajian teknis inilah presiden lalu menetapkan peraturan presiden tentang rencana pemindahan ibu kota yang memuat tentang step by step pembangunan dan pengelolaan ibu kota baru. Perpres ini sebagai dasar acuan bagi pemerintah untuk mulai membangun fisik ibu kota dan menyiapkan SDM yang akan menetap dan bekerja di sana.

Tahapan-tahapan ini harus dilalui dengan tertib, bila tidak, dikhawatirkan malah jadi permasalahan di kemudian hari. Pemindahan ibu kota ini bisa jadi membutuhkan beberapa presiden. Namun, kalau sudah ada persetujuan DPR, akan bisa mengikat pemerintah untuk menjalankan proyek besar ini hingga tuntas.

Seperti syair lagu Soleram, kalau tuan mendapat ibu kota baru sayang, ibu kota lama ditinggalkan jangan, pemerintah juga harus membuat perencanaan dan penataan terhadap Jakarta pasca tidak lagi berstatus sebagai ibu kota Indonesia. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI tentu perlu direvisi menjadi Undang-undang tentang Pemerintahan Provinsi Jakarta sebagai Daerah Khusus Ekonomi dan Bisnis.

 

Biografi Prof.DR.Djohermansyah Djohan

Tempat dan Tanggal Lahir :  Padang, 21 Desember 1954.
Pendidikan: APDN Bukittinggi 1977, IIP Jurusan Politik, Jakarta 1984, University of Hawaii di Honolulu, Amerika Serikat 1991, Universitas Padjajaran 2004.

Karier : Deputi Setwapres RI Bidang Politik, 2005-2010, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri 2010-2014, Pj Gubernur Riau 2013-2014, Guru Besar IPDN sejak 2005-sekarang.

Tanda Jasa: Sarjana Adhi Praja Nugraha dari Mendagri RI (lulusan terbaik IIP angkatan XII) 1984, Bintang Jasa Utama dari Presiden RI 1999, Satya Lencana Karya 20 tahun dari Presiden RI 1999, Satya Lencana Karya 30 tahun dari Presiden RI 2009.

Buku: Etika Pemerintahan 2007, Menata Otonomi Daerah 2014, Merajut Otonomi Daerah pada Era Reformasi 2014, Menata Pilkada 2015, Menelisik Sisi Pelik Desentralisasi dan Praktik Pilkada 2016. 

 

Artikel Terkait
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Artikel Terkini
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas