Nasional

Muluskan Proyek PLTU Riau, Uang Suap Eni Saragih Dicicil 3 Kali

Oleh : luska - Minggu, 15/07/2018 11:11 WIB

Wakil Ketua KPK Basaria didampingi Jubir KPK lakukan jumpa pers soal suap proyek PLTU dengan tersangka Eni Saragih.(Indonews.id/Luska)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sebagai tersangka suap kerjasama proyek Pembangkit Tenaga Uap (PLTU) Provinsi Riau.

Hal itu disampaikan langsung oleh wakil ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi persnya di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Sabtu 14/7/2018).

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara secara bersama-sama terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau," jelas Basaria.

Selain Eni, KPK juga telah menetapkan tersangka lainnya yakni Johannes Buditrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited sebagai pihak pemberi.

Eni diduga menerima uang Rp 500 juta, yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari keseluruhan nilai proyek.

KPK menyebut bahwa penerimaan uang yang diterima Eni lebih dari sekali. Di mana uang tersebut dibagi dalam empat tahap dari Johannes Budisutrisno Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Adapun rincian pemberian suap dilakukan sejak bulan Desember 2017 dengan nilai Rp2 miliar. "Kedua Maret 2018 senilai Rp2 miliar, dan ketiga 8 Juni 2018 senilai Rp300 juta," tutur Basaria.

"Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS," ujar Basaria.

Dikatakan Basaria, uang-uang tersebut diberikan kepada Eni melalui staf dan keluarga. EMS disebutkan memiliki peran memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Dalamkasus ini Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak pemberi, Johannes disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001. (Lka)

Artikel Terkait