Nasional

Pemerintah Kedepankan Strategi Deradikalisasi Atasi Penyebaran Paham Radikalisme

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 11/11/2019 16:31 WIB

Seminar berjudul `Mengedepankan Strategi Deradikalisasi` yang diselelnggarakan oleh Kemenkominfo, pada Senin (11/11/19/Foto: Rikard Djegadut)

Jakarta, INDONEWS.ID - Penggunaan istilah "manipulator agama" pertama kali dicestuskan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Kamis, 31/10/19.

Hal itu diambil pemerintah dalam rangka memperkuat strategi deradikalisasi atau deideologisasi untuk menangkas penyebaran paham radikalisme yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan.

Mendefinisi ulang istilah atau label "radikalisme" menjadi penting, mengingat penggunaan istilah tersebut kerap menyudutkan agama dan kelompok tertentu dan cendrung dimanfaatkan untuk agenda politik.

Untuk itu, narasi terkait strategi Indonesia ke depannya soal "deradikalisasi atau deideologisasi
perlu disampaikan secara jelas, konsisten dan berkelanjutan dengan perbedaan masing-masing istilah agar penyebaran paham ini bisa diputuskan.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta masyarakat untuk ikut mencegah penyebaran paham radikal di lingkungan masing-masing. Sebab, menurutnya, bahaya laten paham radikal sangat mudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

“Mulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar kita. cegah masuknya paham radika yang dapat merusak persatuan negara ini,” ujar Mahfud di sela kegiatan Jalan Sehat Nasiona (JSN) Khatulistiwa Korps Alumni Himpunan Mahasiswa lslam (KAHMI) di Pontianak, Kalimantan Barat, belum lama ini.

Sejalan dengan Mahfud,, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi berencana menggelar penataran bagi ustad-ustad atau penceramah. Tujuannya untuk mencegah tersebarnya ajaran-ajaran provokatif kepada masyarakat lewat masjid-masjid atau tempat ibadah lainnya.

"Saya akan mengadakan penataran bagi ustad-ustad atau penceramah yang mau kami ajak ngomong tentang masalah toleransi, radikalisme, Pancasila. Nanti diberi sertifikat," ujar Fachrul Razi di Jakarta, Senin (28/10/2019).

Menag mengatakan, langkah tersebut diambil untuk menunjukkan keseriusannya mencegah paham-paham radikal yang berkembang di tengah masyarakat.

"Walaupun jumlah ustad atau penceramah provokatif itu sedikit secara kuantitas, tapi secara kualitas tetap berbahaya," ujar Fachrul Razi.

Mendagri Tito Karnavian menegaskan, Indonesia memiliki dasar Pancasila dan UUD 1945. Dua dasar pemikiran tersebut harus diterapkan kepada para ASN. Kedua dasar itu, ungkap Tito adalah modal paling dasar yang menjadikan Indonesia kuat hingga hari ini.

"Kesetiaan pada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 45. kemerdekaan d3" pluralisme, itu yang membuat bangunan NKRl ini kokoh," jelas Tito.*(Rikardo).

Artikel Terkait