Bisnis

Pengembangan Energi Biomassa Pellet Kayu, Butuh Kolaborasi Berbagai Pihak

Oleh : very - Sabtu, 01/02/2020 11:04 WIB

PT Energy Management Indonesia (Persero) bersama Direktorat Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Litbang Kementerian ESDM, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan kunjungan kerja ke pabrik pembuatan tahu yang menggunakan energi pellet kayu (wood pellet), pabrik pembuatan pellet dan ke rumah penduduk pengguna kompor pellet yang berada di Kampung Susukan Girang, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Jumat (31/1). (Foto: Ist)

Subang, INDONEWS.ID -- PT Energy Management Indonesia (Persero) bersama Direktorat Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Litbang Kementerian ESDM, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan kunjungan kerja ke pabrik pembuatan tahu yang menggunakan energi pellet kayu (wood pellet), pabrik pembuatan pellet dan ke rumah penduduk pengguna kompor pellet yang berada di Kampung Susukan Girang, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Jumat (31/1).

Hadir dalam kunjungan tersebut Direktur Operasi dan Pengembangan PT Energi Management Indonesia (Persero), Antonius Aris Sudjatmiko, Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Haruki Agustina, Litbang Kementerian ESDM Dian, Direktorat Bioenergi Agil Gozal, dan Leo dan anggota rombongan.

(Ibu Haruki Agustina dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berbincang-bincang dengan Ibu Sari, di Lokasi pabrik, Jumat, 31/1).

Kunjungan tersebut dilakukan untuk melihat perkembangan penggunaan energi pellet kayu sambil mencari solusi terobosan pembiayaan yang bisa dilakukan untuk membantu mendorong masyarakat dalam penggunan energi alternatif.

Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan bahwa PT EMI (Persero), yang merupakan BUMN di bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, siap mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT, khususnya biomassa wood pellet tersebut. Dia mengaku, phaknya sedang melakukan beberapa kajian dan program rintisan untuk mendorong pemanfaatan wood pellet untuk memenuhi kebutuhan energi domestik.

"Kami sedang melakukan beberapa kajian dan rintisan agar wood pellet ini dapat menjadi sumber energi yang handal untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Mulai dari teknologi burner/tungku untuk menciptakan pasar sampai kepada menyusun sistem manajemen energi untuk mengatur keseimbangan suplai dan demand termasuk bagaimana solusi pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat yang kurang mampu,” kata Aris.

Lebih lanjut Aris berharap agar program pengembangan dan pemanfaatan EBT ini benar-benar menjadi perhatian serius semua pihak sehingga dapat menyelesaikan permasalahan energi terutama di sektor rumah tangga dan IKM.

Haruki Agustina mengatakan pellet kayu pontensial menjadi energi alternatif di Indonesia ke depan di tengah persediaan energi alternatif yang ada. Pellet kayu, katanya, bisa dikembangkan sebagai biofuel untuk menjawabi kebutuhan masalah di sektor industri. “Artinya jika dikembangkan maka pellet kayu ini bagus. Hanya saja bagaimana me-maintance agar dia reasonable dikembangkan dalam skala kecil,” ujarnya.

Jika mau dikembangkan, katanya, harus dipetakan kebutuhanya untuk skala kecil maupun kebutuhan IKM. Jika diperihatikan, skala pabrik di Subang tersebut layak dikembangkan sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri IKM. “Hanya saja perlu diperhatikan keberlanjutannya sehingga persediannya bisa memenuhi kebutuhan untuk jangka panjang,” ujarnya.

Agustina mengatakan, dari sisi lingkungan, pellet kayu tidak bermasalah, karena itu pantas dikembangkan lebih lanjut. Pellet kayu katanya, masuk dalam energi baru dan terbarukan alternatif untuk menggantikan energi fosil. Karena itu, seharusnya bisa masuk di Kementerian ESDM untuk digodok terlebih dahulu.

(Saat meninjau pabrik pellet kayu, di Subang, Jawa Barat).

Menurutnya, potensi pellet kayu di Indonesia luar biasa besar. Misalnya saja, bisa menggunakan sampah yang dikumpulkan di tiap rumah tangga. Karena itu, seharusnya sampah rumah tangga tidak perlu masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah itu dipilah dan kemudian diolah terlebih dahulu sehingga menghasilkan pellet kayu. Selan itu, setiap taman kota, saat dibersihkan, kayu-kayunya juga bisa dimanfaatkan sebagai pellet kayu. “Karena itu, dibuatan dulu skemanya. Pellet kayu ini sebenarnya cocok untuk remote area karena sumber bahan bakunya gampang,” ujarnya.

Karena itu, sejatinya, pellet kayu bisa menjadi salah satu solusi kekurangan energi di tengah masyarakat. Hanya saja perlu kolaborasi dan koordinasi berbagai pihak untuk mensukseskannya. “Ini jadi salah satu solusi untuk mendorong Nawacita Jokowi,” ujarnya.

Agil Gozal dari Kementerain ESDM mengatakan, pihaknya memang telah sejak awal mendorong program biomassa dari pellet kayu tersebut. “Kalau dari Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTE) memang kita awal tahun ini lagi mempersiapkan program pemanfaatan biomassa yang bentuknya bisa pellet atau bentuk yang lain yang akan kita sambungkan ke PLTU,” ujarnya.

Dia mengatakan ide pellet kayu yang bisa disambungkan ke thermal adalah ide yang menarik. “Ini nanti kita akan bahas di Kementerian ESDM. Kita sebagai fasilitator akan menyiapakan diskusinya. Tapi untuk skala UMKM atau ukuran yang lebih luas, sehingga kita tidak sembarangan. Makanya harus disosialisasi dan diuji coba dulu,” ujarnya.

Ditambahkannya, pellet ini adalah sesuatu terobosan bagus menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan. Karena itu, dia berharap nantinya setiap kementerian akan melakukan kolaborasi dalam mensukseskannya. “Dari Kementerian Perindustrian pellet bisa menjadi salah satu solusi untuk sektor industri kecil dan menengah. KLHK bisa menawarkan sebagai energi yang ramah lingkungan. Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDTT) bisa menyiapkan bantuan dana untuk masyakarat. Tapi secara bersama-sama kita akan membicarakannya nanti. Jadi memang kita akan kerja secara kolaboratif,” ujarnya.

 

Pemerintah Segera Eksekusi

Pelaku industri yang sudah menggunakan wood pellet sebagai sumber energinya adalah San San Group. Industri tahu di Kampung Susukan Girang, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat itu telah dua bulan ini menggunakan wood pellet. Bahkan pabrik tahu tersebut jadi benchmark untuk energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.

(Agil Gozal dari Kementerian ESDM)

Dani, sang pemilik tahu mengatakan, banyak manfaat yang didapatnya setelah menggunakan wood pellet. Selain lebih hemat, tahu yang dihasilkannya juga jadi lebih bersih. Juga lingkungan tempat tinggalnya tidak tercemar asap hasil pembakaran lantaran pembakaran wood pellet tidak menghasilkan asap, seperti pabrik pembuatan tahun di Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur, yang sempat viral beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, sebelum menggunakan wood pellet, dirinya merogoh kocek Rp 700 ribu untuk membeli kayu bakar sebanyak dua mobil pickup. Sementara saat ini, ia hanya perlu mengeluarkan Rp 600 ribu untuk 240 kilogram wood pellet.

"Itu untuk memproduksi 1 ton tahu. Harga 1 kilogram wood pellet Rp 2.500," katanya.

Saat ini, pabriknya itu memproduksi 60 ribu hingga 70 ribu potong tahu untuk memenuhi konsumen di Subang dan Indramayu.

Dani menambahkan, selain kayu, ia juga pernah menggunakan gas LPG. Namun LPG kurang mendukung terkait kapasitas produksi. Bahkan, ia juga pernah ditawari untuk menggunakan limbah plastik sebagai bahan bakar. Namun, Dani menolak tawaran itu karena adanya dampak buruk penggunaan limbah plastik di pabrik tahu.

"Kemudian saya bertemu Bu Sari yang memproduksi wood pellet. Setelah dilakukan uji coba ternyata cocok dan lanjut hingga sekarang," ucap Dani yang mempekerjakan sekitar 26 karyawan tersebut.

Keuntungan lain yang didapatnya setelah menggunakan wood pellet adalah dari sisi beban kerja karyawannya. Jika dulu karyawannya harus mengangkat kayu, kini mereka tinggal menuangkan wood pellet.

Namun, dirinya terus berharap segera ada bantuan dari pemerintah, terutama dalam hal penyediaan tungku pembakaran.  

(Pak Dani, kanan, di depan pabriknya di Subang, Jawa Barat).

Sementara itu Sari dari PT Gemilang Makmur Sejahtera mengharapkan agar kunjungan tersebut segera direalisasikan. “Saya berharap agar pemerintah betul-betul memperhatikan masyarakat tingkat bawah. Karena pellet kayu ini luar biasa membantu masyarakat kecil di tengah ekonomi seperti saat ini. Karena itu, saya harap pemerintah bisa applicable dan segera mengeksekusi,” ujarnya.

Selama ini, kata Sari, pihaknya dengan bantuan PT EMI, telah melakukan sosialisasi dan membantu masyarakat. Setidaknya telah beberapa kali pihaknya dan PT EMI turun ke tengah masyarakat.

Dikatakannya, penggunaan pellet kayu sangat membantu masyarakat maupun industri. Untuk skala industri, kataya, sekali memasak menggunakan gas menghabiskan Rp 12 ribu sedangkan menggunakan pellet hanya Rp 10 ribu per sekali masak. Untuk penggilingan beras membutuhkan Rp1,8-2 juta sedangkan menggunakan pelet hanya menghabisikan Rp500-800 ribu saja.

Pellet kayu ini kata Sari, telah digunakan di pabrik minyak Atsiri, jamu, penggilingan padi, garmet maupun pabrik teh.

Sari mengatakan, untuk pellet kayu tersebut, perusahaannya menggunakan kayu keras (hard wood) yang beda dengan kayu pabrik pellet lainnya. Kayu keras ini berpegaruh pada efisiensi pembakaran dan asapnya. “Kalau kalau yang lembab biasanya lebih cepat terbakarnya dan kayunya juga cepat habis. Beda dengan kayu keras, pembakarannya lebih lama, dan sisa pembakarannya juga sedikit. Jadi lebih efisien,” ujarnya.

Karena itu, Sari mengharapan bantuan pemerintah dalam penyediaan kompor maupun pellet. “Mungkin kami di IKM burner-nya perlu difasilitasi. Sedangkan pellet-nya juga perlu bantuan pemerintah untuk masyarakat. Sedangkan untuk industri, pelletnya diserahkan pada mekanisme pasar saja sesuai dengan harga industri,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait