Nasional

Putri Simorangkir ke Mendikbud: Pak Menteri, Para Pendidik Juga Perlu Pendidikan

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 13/02/2020 21:30 WIB

Ketua Umum DANTARA (Damai Nusantaraku) Putri Simorangkir (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Fenomena kasus perundungan yang marak terjadi dalam dunia pendidikan dewasa ini menyisakan duka yang mendalam di hati masyarakat kita dan menambah suram wajah pendidikan di Bumi Pertiwi.

Merespon fenomena tersebut, Ketua Umum DANTARA (Damai Nusantaraku) Putri Simorangkir menilai fenomena tersebut tidak terlepas dari pendidikan para guru. Belum lama ini, Putri mencontohkan, seorang pembina pramuka dengan tanpa beban mengajarkan "tepuk `Islam Yes, Kafir No`" di Yogyakarta.

Maka dari itu, Putri meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan agar tidak hanya memikirkan kurikulum bagi para anak didik tapi juga pendidikan bagi para pendidik. Sehingga para pendidik tidak mengajarkan kebencian, tapi cinta damai.

"Mungkin para pendidiknya terlebih dahulu perlu dididik agar tidak mengajarkan kebencian kepada anak didik. Salah satu contoh yang masih lekat dalam ingatan kita adalah yang terjadi di Jogjayarta," ungkap Putri dalam keterangan tertulis kepada Indonews.id, Kamis (13/2/2020).

"Tolong bapak Mentri Nadiem, agar prioritas bukan hanya masalah kurikulum, tetapi juga pendidikan bagi para Pendidik," sambung Putri.

Putri mengaku bingung karakter anak-anak Indonesia mengalami kemunduran. Anak-anak Indonesia dewasa ini cendrung individualistik dan tidak ramah. Padahal, Putri beralasan Bung Karno dengan kharismanya yang luar biasa memikat pernah berkata bahwa Indonesia satu-satunya bangsa yang paling ramah di dunia.

"Misalnya ketika beliau berkata `kita ini bangsa yang besar. Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang paling ramah didunia.` Mendengar itu mata kecil dan hati saya berbunga-bunga karena bangga," kisah Putri.

Tapi kenyataan dewasa ini, jauh berbeda dari kisah waktu kecil itu. Pernah suatu ketika, putri mengisahkan, dirinya sedang kebingungan mencari alamat di suatu bagian wilayah Jakarta. "Lalu saya bertanya kepada pemuda-pemuda di lokasi itu, mereka beritahu arahnya. Ternyata mereka berbohong pad saya," kata Putri mengisahkan.

Sementara, berbeda sikap yang kami peroleh dari orang asing yang sering kali dianggap kafir tatkala kami kebingungan mencari alamat di negeri mereka. Mereka, tambah Putri, dengan sepenuh hati berusaha menunjukkan arahnya kapada kami.

Fenomena ini, lanjut Putri, adalah gambaran umum yang sedang terjadi di negeri kita. Bangsa yang ramah tamah itu kini berubah semakin hari menjadi semakin mengerikan. Bahkan, nuansa kebencian yang justru kental terasa. Putri mengatakan, betapa seringnya kita mendengar serta melihat kekejaman yang terjadi di antara kawan satu sekolah dan sepermainan.

"Anak-anak saling bully, terakhir seorang anak dikeroyok dan di bully oleh beberapa orang secara kejam. Lihat beberapa hari yang lalu, anak perempuan dibully tiga orang temannya laki-laki di dalam kelas. Sebelumnya lagi, seorang anak di malang bahkan diamputasi karena menjadi korban kasus perundungan," kata Putr mencontohkan.

Atas fenomena maraknya kasus ini, terjadi di lingkungan sekolah, Putri mempertanyakan di mana fungsi kontrol para guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Bahkan kasus perudungan di Malang, gurunya menutupi kasus tersebut.

"Sungguh menyedihkan. Bagaimana apabila hal ini terjadi pada anak-anak Anda? Itu menjadikan suatu pengalaman traumatis yang sangat menggores jiwa anak-anak dalam pertumbuhan mereka," kata Putri mengingatkan.

Putri mengakui bahwa memang mata pelajaran matematik penting dan yang lain juga penting, namun belajar memiliki karakter yang baik, lemah lembut, memiliki rasa belas kasihan kepada sesama itu merupakan kebutuhan utama setiap anak-anak Indonesia.

"Apa gunanya pandai dalam semua pelajaran, namun karakternya buruk? Apalagi kalau sudah bodoh dalam pelajaran ditambah buruk dalam karakter. Jadi tolong Pak Mentri Nadiem, mohon perhatian serius agar anak-anak Indonesia kembali kepada sifatnya semula sebagai bangsa yang ramah serta halus budi pekertinya," tutup Putri. *(Rikardo).

 

Artikel Terkait