Metropolitan

Sentil Gubernur Anies, BASKARA: Kapan Akhiri `Aniaya` Warga Jakarta?

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 22/11/2020 08:30 WIB

Ketua Umum DANTARA (Damai Nusantaraku) selaku anggota Baskara, Putri Simorangkir (Foto: Ist)

Opini, INDONEWS.ID - Penderitaan warga Jakarta bisa dibilang tiada habisnya. Setidaknya, sejak awal tahun 2019, tatkala banjir hebat menenggelamkan hampir seluruh wilayah ibu kota terjadi akibat kelalaian yang disengaja Gubernur DKI Jakarta dalam mempersiapkan penanggulan bencana.

"Namun sayangnya, alih-alih mengurangi dampaknya terhadap masyarakat, Anies Baswedan malah gesit sekali mengalokasikan dana yang sangat besar untuk Formula E," kata salah seorang pengurus Barisan Masyarakat Anti Kekerasan (BASKARA), Putri Simorangkir dalam keterangan tertulis yang diterima Indonews.id, Minggu (22/11/20).

Selain itu, Ketua Umum Damai Nusantara (Dantara) ini juga menyebut, masih ada sederet pekerjaan tangan Anies Baswedan yang buruk, seperti mengobrak-abrik lapangan Monas yang asri dengan menebangi pepohonan yang tinggi, dan tanpa ampun merusak keaslian Taman Ismail Marzuki yang sebagian lahannya akan dibangun hotel bintang.

"Kalau mau disebut semuanya, sebetulnya masih banyak lagi tingkah polah Anies Baswedan, seperti membuat antrian sangat panjang penumpang MRT di awal masa pandemi. Tapi sudahlah, kita hanya bisa mengurut dada karena Anies Baswedan tidak akan pernah mau mendengar saran, kritik dan suara rakyat," sesal Putri.

Putri menuturkan, penderitan warga Jakarta seperti tiada akhirnya. Ketika masyarakat Jakarta tengah menikmati eforia kegembiraan atas diresmikannya MRT (Mass Rapid Transport), tiba-tiba seperti mimpi buruk, muncul Covid-19--yang menjadi pandemi melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Virus jenis baru mematikan ini masuk ke Indonesia melalui Jakarta dan berkembang secara rapid. Di sinilah puncak penderitaan itu dimulai yakni dengan adanya PSBB, PSBB diperketat, PSBB transisi yang terus menerus diterapkan oleh Anies Baswedan seturut kehendaknya.

"Sejak saat itu, orang-orang kecil menjerit karena tidak bisa lagi berjualan atau berusaha. Para sopir angkot harus berhenti bekerja dan harus menarik nafas pedih mendengar keluhan keluarganya tidak bisa makan," ungkap Putri perih.

Virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan China itu disambut peraturan "semau gue Anies Baswedan" sehingga roda ekonomi terhenti, banyak orang harus tidur di jalan karena tidak mampu lagi membayar uang sewa rumah.

Korban berjatuhan, ratusan bahkan ribuan orang meninggal dunia, termasuk para dokter maupun perawat. Banyak di antaranya adalah dokter-dokter spesialis serta perawat yang berpengalaman.

Tentu saja, lanjut Putri, adalah suatu kerugian yang tidak terkatakan karena mereka adalah aset negara di bidang kesehatan masyarakat. Bisa dibayangkan, kerugian itu bukan semata-mata secara materi, sebab untuk menjadi ahli di bidang kesehatan itu, dibutuhkan waktu puluhan tahun.

Tentu semua orang berharap agar pandemi segera berakhir agar kehidupan dapat berjalan seperti semula. Masyarakat bisa kembali beribadah, anak-anak bisa menjalani sekolah secara normal kembali.

Namun, bagaimana pandemi akan berakhir apabila penanganannya tidak terencana dan profesional sehingga berkepanjangan dengan timbulnya ribuan kasus baru per harinya yang dapat dicurigai sebagai keteledoran dan ketidakmampuan Gubernur DKI mengelola Jakarta, sehingga seolah-olah Pemerintah Pusat atau Presiden dianggap tidak mampu mengatasi Covid-19.

Masyarakat Jakarta patut diacungi jempol karena seluruh penderitaan selama delapan bulan diadakannya PSBB yang telah menyusahkan masyarakat Jakarta, khususnya karena penyakit, kematian dan ekonomi, tetap ditaati oleh warga demi pemulihan Jakarta.

"Tetapi, tiba-tiba hanya gegara seseorang pulang dari Arab, semua peraturan yang selama ini diberlakukan seolah tidak berlaku bagi seseorang yang sama sekali tidak layak diperlakukan secara istimewa. Yaitu, seorang buronan masalah pidana (bahkan media Australia menyebutnya sebagai “porn fugitive”) yang konon dideportasi dari Arab Saudi," tegas Putri.

Oleh karena itu, BASKARA mewakili rakyat Jakarta yang sudah di puncak penderitaan, mendesak seluruh aparat pemerintah agar memberikan sanksi hukum kepada pejabat siapapun yang telah merusak segala tatanan yang telah diatur dengan baik. Apalagi, presiden pun mengatakan bahwa “keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi”

"Satu jiwa saja bernilai tidak terhingga, maka bisakah kiranya orang-orang yang waras menghitung berapa nilai kerugian bangsa yang diobrak-abrik hanya dalam kurun waktu tiga hari saat dan setelah kedatangan si buron itu?," tutup Putri.*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait