Daerah

Generasi Muda Indonesia Diminta Cerdas Gunakan Media Sosial

Oleh : Mancik - Selasa, 03/03/2020 07:44 WIB

Kegiatan Kemendagri Goes To Campus Nasional Is Me di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Banten.(Foto:Istimewa)

Tangerang, INDONEWS.ID - Generasi muda Indonesia diminta untuk cerdas menggunakan media sosial. Hal ini karena arus informasi yang terus berkembang menghadirkan manfaat positif sekaligius negatif.

Menurut Astri Megatari, lalulintas informasi saat ini,semakin tidak dapat dikendalikan. Masyarakat semakin sulit antara fakta dan opini karena datang secara bersamaaan di ruang maya.

"Istilah "post-truth" pun kini semakin populer dipicu oleh meningkatnya signifikansi media sosial sebagai sumber berita dan dibarengi dengan semakin besarnya ketidakpercayaan terhadap fakta dan data yang disajikan oleh institusi terkait maupun media massa," kata Astri Megatari, Government Public Relation dalam acara Kemendagri Goes To Campus Nasional Is Me di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Banten, Senin (02/03/2020) kemarin.

Karena itu, ia menekankan, literasi media khususnya media sosial, sangat penting bagi semua kalangan, terutama bagi generasi milenial yang paling banyak menggunakan media sosial.

Masyarakat harus memahami tidak semua informasi merupakan bentuk dari jurnalisme, sehingga tidak menelan bulat-bulat informasi dan tidak mudah terjebak dalam penggiringan opini.

"Hoaks dan berita negatif dapat berpotensi memecah belah bangsa, hal inilah yang harus dihindari. Oleh karena itu, mari kita lebih bijak dalam menyikapi informasi dan tidak mudah menyebarkan berita," ungkap Asri.

Semengtara itu, Michael Tjandra menjelaskan penggunaan istilah Post-Truth yang pertama kali digunakan pada bulan Januari tahun 1992 dalam sebuah artikel pada Nation Magazine. Artikel tersebut ditulis oleh seorang penulis keturunan Serbia-Amerika, Steve Tesich.

Post-truth dapat didefinisikan sebagai kata sifat yang berkaitan dengan kondisi atau situasi dimana pengaruh ketertarikan emosional dan kepercayaan pribadi lebih tinggi dibandingkan fakta dan data yang objektif dalam membentuk opini publik.

"Jika dahulu jurnalistik di era tahun 2000 kebawah, jurnalis dikelola oleh instansi jurnalis seperti televisi atau media cetak. Namun saat ini, masyarakat banyak yang percaya dengan media sosial untuk mengakses informasi, padahal media sosial bukanlah platform jurnalistik,” ungkap Michael Tjandra, yang sudah 15 tahun berprofesi sebagai jurnalis televisi.

"Disinilah pentingnya peran jurnalis, untuk tetap menghadirkan informasi yang berimbang, cover both sides dan tidak memihak. Tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran dan menyampaikan informasi yang bermanfaat. Bukan justru memperkeruh suasana atau menimbulkan keresahan di masyarakat," tambah Michael.

Acara yang dipandu oleh Sony Mongan (penyiar radio) dan Yohana Elizabeth (pemerhati pendidikan) ini, diikuti oleh sekitar 500 mahasiswa dari berbagai jurusan di Universitas Multimedia Nusantara.

Kegiatan ini didukung oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Politik & PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dengan komunitas Nasionalisme Radikal (Nakal) dan Yayasan Bentang Merah Putih dan rencananya dilangsungkan di 23 kampus sepanjang tahun 2020 di seputar Jabodetabek.*

Artikel Terkait