Nasional

Di Tengah Risiko Covid-19, 50 Ribu Buruh Siap Tolak Omnibus Law di DPR

Oleh : very - Jum'at, 03/04/2020 09:30 WIB

Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Anggota DPR RI sepakat membawa RUU omnibus law Cipta Kerja (Ciptaker) untuk diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). Hal ini dinyatakan di dalam rapat paripurna DPR yang digelar di kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Menyikapi hasil rapat tersebut, KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sikap DPR RI yang akan membahas omnibus law RUU Cipta Kerja. Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

"Kami berpendapat, anggota DPR yang mengesahkan pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg tidak punya hati nurani dan tidak memiliki empati kepada jutaan buruh yang sampai saat ini bertaruh nyawa dengan tetap bekerja di pabrik-pabrik, ditengah himbauan social distancing" kata Said Iqbal seperti dikutip dari siaran pers.

Menurut Iqbal, patut dipertanyakan kepada pimpinan dan anggota DPR RI. Mengapa yang akan dibahas lebih dulu adalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja dibandingkan omnibus law RUU Ibukota yang lebih dahulu masuk.

"Ini kepentingan siapa? Patut diduga, tangan-tangan kekuatan modal sedang bekerja di DPR," tegasnya.

KSPI meminta agar omnibus law RUU Cipta Kerja  sebaiknya di drop dari prioritas Prolegnas tahun 2020. "Nanti setelah pandemi corona teratasi dan strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam puluhan bahkan ratusan ribu buruh berhasil dilakukan, baru kita semua bisa berfikir jernih untuk membahas RUU Cipta Kerja," ujarnya.

Menurut Said Iqbal, ada dua hal yang lebih penting didiskusikan di DPR ketimbang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang ditentang keras kalangan buruh, mahasiswa, insan pers, masyarakat adat, tokoh masyarakat dan agama, serta lement masyarakat ini.

"Pertama, DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona. salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah social distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya," ujarnya.

Kemudian Iqbal juga mempertanyakan peran DPR. “Kok malah membicarakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang belum penting urgensinya saat ini? Bahkan RUU Ibukota yang lebih dulu masuk tidak dibahas, ada apa dengan segelintir oknum DPR RI ini?,” ujarnya.

Kedua, kata Said Iqbal, DPR sebaiknya fokus memberikan masukan terhadap Pemerintah dengan melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap potensi ancaman PHK yang akan terjadi akibat adanya pandemi corona dan pasca corona. “Apa yang sudah dilakukan DPR, terhadap potensi puluhan bahkan ratusan ribu buruh yang terancam PHK tersebut? Ada apa dengan DPR, dalam situasi seperti ini kok malah ngotot membahas omnibus law?,” ujarnya.

KSPI melihat ada empat alasan yang akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran ditengah dan pasca pandemi corona ini, yaitu menipisnya bahan baku, anjloknya nilai tukar rupiah, industri pariwisata yang merosot, dan anjloknya harga minyak mentah. Bahkan, saat ini pun ancaman PHK ribuan buruh sudah mulai terjadi. Misalnya di PT Okamoto Mojokerto, PT Pipa Sidoarjo, industri di Bitung, industri tekstil garmen di Bandung, industri manufaktur di Bekasi hingga Karawang.

 

Retorika Kosong

Said Iqbal juga merespon negatif pernyataan segelintir oknum anggota dan pimpinan DPR RI yang akan mengundang buruh untuk hearing membahas omnibus law, baik secara langsung atau virtual untuk memberi masukan terhadap omnibus law. Semua itu dinilainya omong kosong.

"Itu adalah retorika kosong dan mengada-ngada. Karena saat ini,yang pertama sena sekali, serikat buruh dan para buruh sedang fokus menyelamatkan nyawa anggotanya yang terancam virus corona karena hingga saat ini jutaan buruh masih bekerja, tidak diliburkan bergilir oleh perusahaan. Dan yang kedua, serikat buruh dengan segala upaya sedang mencegah agar tidak terjadi PHK akibat ekses pandemi corona dan pasca corona," tegas Said iqbal.

"Jadi dalam situasi seperti ini, tidak mungkin serikat buruh akan konsentarasi membahas omnibus law RUU Cipta Kerja," lanjutnya.

“Jadi apa urgensi oknum segelintir oknum pimpinan dan angota DPR RI ngotot dan terkesan memaksakan kehendak membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, bukannya RUU ibukota negara? Ada apa dengan kengototan segelintir DPR RI ini? Fokuslah pada isu penghentian virus cirona dan darurat phk terhadap buruh,” lanjutnya.

 

50 Ribu Buruh Akan Aksi di DPR

KSPI kata Said, akan siap melakukan aksi pada pertengahan April 2020 dengan melibatkan 50 ribu buruh se-Jabodetabek. Adapun aksi akan dipusatkan di depan DPR RI, dengan resiko apapun. Aksi akan dilakukan dengan tertib, pemberitahuan, dan sesuai hak konstitusional rakyat.

Kalaulah ada sebagian pihak mengatakan tidak sependapat dengan aksi puluhan ribu buruh ini, dia mengatakan hal itu seharusnya ditanyakan pada lembaga DPR RI. Lembaga itulah yang telah menabuh "genderang perlawanan" jutaan buruh indonesia, yang seharusnya tidak terjadi ditengah keprihatinan bangsa dan rakyat Indonesia melawan virus corona. Buruh bersama pemerintah dalam melawan penyebaran virus covid 19 dan mengantisipasi darurat PHK.

"Bahkan buruh tidak gentar dengan resiko tentang corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya. Yaitu yang pertama, ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi corona. Dan yang kedua adalah ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena omnibus law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Panja Baleg," kata pria yang juga menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan ILO Governing Body PBB ini.

Dia mengatakan, ada 9 alasan KSPI menolak omnibus law RUU Cipta Kerja yaitu, karena beleid ini menghilangkan UMK, mengurangi pesangon, mempermudah PHK, outsourcing seumur hidup bebas di semua jenis pekerjaan, kerja kontrak seumur hidup tanpa batasan, TKA tidak berketerampilan bebas masuk bekerja di indonedia, waktu kerja yang eksploitatif, potensi hilangnya jaminan sosial dan hak cuti, dan hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha.

"KSPI berharap anggota DPR RI mendengarkan suara buruh Indonesian dengan menghentikan pembahasan onmnibus law RUU Cipra Kerja sampai pandemi corona selesai dan tidak terjadi ancaman darurat PHK pasca pandemi corona,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait