Bisnis

Dugaan Pelanggaran Proses PKPU oleh Debitur Koperasi Simpan Pinjam Indosurya

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 19/05/2020 18:30 WIB

KSP Indosurya (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (KSP Indosurya Cipta) yang saat ini tengah menghadapi masalah gagal bayar diduga melakukan pelanggaran dalam proses PKPU yang sedang berlangsung saat ini di Pengadilan Niaga Jakarta.

Kuasa hukum sejumlah kreditur KSP Indosurya Cipta Hendra Onggowidjaya, S.H.M.H menegaskan bahwa Pengadilan Niaga telah mengabulkan permohonan PKPU pemohon kreditur berdasarkan putusan nomor 66/Pdt.Sus PKPU/2020/PN.Niaga. Jkt.Pst pada tanggal 29 April 2020. 

"Dengan adanya pengaturan damai terkait putusan PKPU, maka Pengadilan Niaga telah menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus dalam proses PKPU tersebut. Pengurus telah mengumumkan jadwal dan agenda rapat di  Koran Media Indonesia dan Harian Kota Tanggal 4 Mei 2020," kata  Onggowidjaya di Jakarta, (19/5/ 020).

Namun anehnya, debitur koperasi simpan pinjam Indosurya sejak tanggal 2 Mei 2020 telah mengundang kreditur untuk menandatangani kesepakatan bersama atau perdamaian.  Bahkan diduga menyediakan jasa kuasa hukum gratis bagi kreditur yang setuju untuk berdamai atau menandatangani kesepakatan penyelesaian pengembalian uang nasabahnya.

Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan apabila debitur hendak menawarkan atau membahas rencana perdamaian tentunya harus dengan seluruh kreditur di Pengadilan Niaga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 266 UU Kepailitan dan salinan rencana perdamaian tersebut harus diberikan kepada Pengurus dan Hakim Pengawas.

"Dalam hal ini diketahui bahwa rapat pembahasan rencana perdamaian itu sendiri dijadwalkan akan dilaksanakan pada 29 Mei 2020 dan rapat pemungutan suara akan dilakukan pada tanggal 5 Juni 2020 sebagaimana pengumuman pengurus di koran pada tanggal 4 Mei 2020," tutur Onggowidjaya.

"Keanehan lainnya adalah bagaimana debitur bisa mencuri start mengundang kreditur dan membahas serta menandatangani kesepakatan sebelum pengumuman diumumkan oleh Pengurus pada tanggal 2 Mei 2020?" tambah dia.

Bahkan, lanjut Onggowidjaya, pada rapat kreditur pertama di Pengadilan Niaga, ada salah satu kuasa hukum kreditur lainnya yang telah mengingatkan secara lisan dan tertulis terhadap pengurus dan debitur agar taat pada aturan main UU kepailitan, namun tampaknya hal ini diabaikan oleh debitur. Ia menambahkan, dengan debitur melakukan perdamaian dengan sebagian kreditur di luar pengadilan, maka patut diduga debitur akan memanfaatkan hak suara kreditur untuk lolos dari jerat pidana yang saat ini sedang disidik kepolisian. 

"Meskipun secara hukum, perdamaian bukan sebagai alasan pemaaf atau alasan pembenar dalam hukum pidana apalagi kasus ini merupakan kasus terbesar di Indonesia atau dapat dipersamakan dengan kasus Bernard Maddof di Amerika Serikat pada tahun 2009," kata Onggowidjaya.

Hendra lalu meminta Pemerintah  beserta lembaga tinggi negara terkait agare bersikap tegas terhadap dugaan praktik menghimpun dana masayarakat tanpa ijin otoritas yang berwenang terutama dalam kasus KSP Indosurya. Ia mempertanyakan bagaimana pengawasan pemerintah terhadap hal- hal seperti ini? Padahal sebagaimana diketahui ada Satgas Waspada Investasi yang didalamnya terdapat unsur OJK dan Kepolisian.

Penyelesaian kewajiban debitur dalam proses PKPU ini  juga harus berlandaskan itikad baik debitur berdasarkan asas keseimbangan dan asas keadilan sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Umum UU Kepailitan. Namun, dengan debitur melakukan hal-hal yang sangat patut diduga menabrak rambu-rambu UU Kepailitan, perlu menjadi perhatian bagi Hakim Pengawas dan Pengurus untuk mengambil sikap, setidak-tidaknya menyatakan seluruh kesepakatan yang terjadi di luar pengadilan menjadi batal dan tidak dapat dijadikan dasar hak suara kreditur untuk menerima rencana perdamaian. Apalagi, jika kuasa hukum para kreditur tersebut yang menurut banyak kreditur disediakan oleh debitur.

"Kami meminta pengawasan penuh dari pihak-pihak terkait termasuk Komisi Yudisial, Bawas Mahkamah Agung, dan instansi terkait lainnya agar benar-benar mengawasi kasus ini secara seksama agar tidak menjadi masalah hukum baru di kemudian hari. Terutama apabila terbukti pengurus tidak bersikap independen atau ada keberpihakan, mengingat ada sanksi pidana dan perdata terhadap pengurus PKPU apabila terbukti ada keberpihakan pengurus kepada debitur," pungkas Onggowidjaya.

"Kami telah menyurati hakim pengawas agar dapat bersikap tegas terhadap debitur dan pengurus atau setidak-tidaknya mengambil sikap pengawasan yang lebih cermat atas segala tindakan debitur selama dalam proses PKPU ini. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai ke depan timbul masalah hukum baru atau terdapat kesan ada pembiaran terhadap seluruh tindakan Debitur yang terlihat semau-maunya seolah-olah melecehkan ketentuan yang diatur dalam UU Kepailitan," tutup Onggowidjaya*

Artikel Terkait