Opini

Rahman Vs Notonegoro, Kabinet Rasional Mitos Legenda Klenik

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 25/05/2020 22:30 WIB

Presiden ke-2 RI Soeharto (Foto: Ist)

Oleh: Christianto Wibisono*)

Opini, INDONEWS.ID - Pada Senin 25 Mei 2020, tepatnya pukul1400-15.00, dalam rapat yang digelar secara virtual via aplikasi meeting zoom yang membahas kemelut Covid-19, Ketua IEF Chairul Tanjung menegaskan perlunya satu komando menghadapi perang Covid-19 yang tentu berkaitan dengan efisiensi kabinet. 

Apakah selama ini Indonesia punya evaluasi kinerja kabinet secara rasional empiris historis atau sekadar ikut legenda mitos bahwa nama pemimpin Malaysia dan Indonesia mengacu pada akronim Rahman dan Notonegoro?

Pada 1996 PDBI melaksanakan kajian BAPPENAS bertema  Comparative Study of Proficient Good Governance yang membedah perbandingan struktur kabinet beberapa negara dan sejarah jatuh bangun kabinet RI sejak proklamasi. Sejak itu, PDBI melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap pembentukan kabinet pasca Reformasi dan terakhir, PDBI merelease kajian kabinet 2009. 

Dalam studi 2009, PDBI mengutip dalil Davide Castelvecchi tentang tingkat efisiensi kabinet berbanding terbalik dengan jumlah menteri dan mencerminkan derajat primitif tidaknya suatu negara bangsa. Dalam artikel di majalah Science News 9 Mei 2008 berjudul: “the Undeciders".

Castelvecchi menyimpulkan: "more decision makers bring less efficiency. Researchers have found an inverse correlation between a country’s level of development and cabinet size: on average, the more developed a country is, the smaller is its cabinet". 

Pada hari raya Idul Fitri kemarin, kolumnis Raja Petra Kamarudin (RPK) asal Malaysia keturunan India menulis surat terbuka minta maaf kepada Mantan PM Najib Razak dan istri Rosmah https://www.malaysia-today.net/2020/05/24/saya-minta-maaf-kepada-najib-dan-rosmah/. 

Permintaan maaf itu karena RPK telah memfitnah PM Malaysia ke-6 itu dan sang istri yang terlibat pembunuhan seorang wanita Mongolia Altuntia atas kecemburan Rosmah terhadap wanita Mongol selingkuhan PM Razak. RPK sudah menjalani hukuman sebagai tapol era PM Mahathir pertama. Anda bisa mengikuti langsung surat itu.

Malaysia dan Indonesia adalah saudara serumpun dengan saling tukar pengalaman dan saling meniru atau mendahului satu sama lain, dalam hal kinerja maupun dalam hal teori konspirasi ilmiah maupun mitos. Bila Indonesia mengenal mitos akhiran nama presiden Notonegoro yang ternyata sangat jauh meleset meskipun mau dipaksakan diutak-atik. Mitos Notonegoro hanya berlaku untuk dua presiden pertama Sukarno dan Suharto. Setelah itu, sudah melenceng jauh karena tidak ada miripnya dengan Negoro dibelakang Notonegoro.

Di Malaysia, ada mitos nama awalan RAHMAN bahwa PM Malaysia akan dijabat oleh 6 tokoh berawalan huruf pertama dari kata Rahman. Dan memang tepat terjadi meski melalui drama saling kudeta secara terselubung seperti diungkap oleh RPK dan menjadi rahasia umum khalayak Malaysia.

PM pertama Tengku Abdul Rahman  (huruf R) dikudeta melalui insiden 13 Mei 1969 oleh PM ke-2 Tun Abdul Razak, dengan bantuan kader muda Mahathir Muhamad. Tun Razak wafat mendadak diganti iparnya, Husein Onn sebagai  huruf H, PM ke-3. 

Tahun 1981, huruf M Mahathir melejit jadi PM ke-4. Ia mengganti 3 Waperdam, Musa Hitam, Ghafar Baba dan Anwar Ibrahim. Tokoh ini memang unik, mungkin ia terlalu berpretensi bahwa dua huruf awal namanya AN memenuhi menjadi PM ke-5 dan ke-6. Ternyata justru ia dipecat saat krismon 1998. Tapi ramalan nama tetap valid, Abdullah Badawi jadi PM ke-5 dan Najib Razak jadi PM ke-6.

Kemudian terjadi konflik lagi sesama elite UMNO sehingga Mahathir bisa menyerobot lagi jadi PM ke-8 setelah 22 tahun berhenti dari jabatan PM ke-4. Semua itu melalui intrik politik berbau sara seperti ketika Mahathir sebagai pendemo di lapangan menyulut insiden rasial 13 Mei 1969. Salah satu tokoh senior yang tersingkir dari panggung tapi sempat mengimbangi Mahathir adalah Tengku Razaleigh (Ku Li) CEO pertama Petronas yang berperan mirip Ibnu Sutowo era Soeharto.

Ku Li sempat mendirikan partai Semangat 46 menandingi UMNO Baru Mahathir, tapi kalah di pemilu 1987 dan tersingkir tidak pernah bisa kembali. Intrik politik Malaysia terakhir menjadi senjata makan tuan, ketika ia mengundurkan diri dari jabatan PM tapi diserobot oleh Muhyidin sebagai PM ke-8 tapi orang ke-7.  Sebab Mahathir 2 kali menduduki kursi PM ke-4 dan ke-7. 

Sedang Anwar Ibraim kali ini tersingkir mungkin tidak bisa bangkit lagi karena peralihan generasi dan konflik elite penuh Ken Arok di Malaysia yang tidak berubah sejak insiden sara 1969. 

Kembali ke Indonesia, rekrutment menteri di Indonesia untuk kabinet presidensial pertama dilakukan oleh Presiden Sukarno untuk 20 orang setelah itu meskipun menjabat presiden, dengan sistem kabinet parlementer ada 8 PM yang merekrut menteri berdasar parpol. Kedelapan PM itu adalah Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin dari PSI, Wapres, Hatta, Natsir dan Sukiman dari Masyumi, Wilopo dan Ali Sastroamijoyo dari PNI Burhanudin Harahap dari Masyuki dan Ali Sastroamijo untuk kedua kalinya. 

PM Ali sukses menyelenggarakan KAA di Bandung tapi mundur karena konflik suksesi KSAD dari Bambang Sugeng ke Bambang Utoyo. 

Kabinet BH menyelenggarakan pemilu 1955 dan menghasilkan kabinet koalisi PNI Masyumi NI dan ia kembali jadi PM. Satu-satunya orang Indonesia yang bisa come back setelah berhenti dari jabatan PM. Total ada 180 orang menteri yang berhutang pada koalisi parpol, kecuali 21 anggota kabinet presidensial I yang direkrut Presiden Sukarno.

Kabinet Ali II jatuh karena pergolakan daerah dan negara dinyatakan dalam keadaan bahaya. Maka Presiden Sukarno menunjuk dirinya sendiri menjadi formatur mengangkat tehnokrat tidak berpartai Juanda Kartawijaya yang sudah jadi Wamenhub sejak kabinet Syahrir I, menjadi PM ke-10 RI.

Sejak itu, selama 10 tahun sejak 9 April 1957–17 Oktober 1967, Bung Karno akan merekrut 156 menteri NIM 181-336. Termasuk kabinet 100 menteri yaitu Kabinet Dwikora II. Usia terpendek 24 Feb -28 Maret 1966.

Sejak 25 Juli 1966, Jendral Soeharto yang baru masuk kabinet Dwikora I pada 14 Oktober 1965 mendampingi Bung Karno dalam penyusunan Kabinet Ampera – 5 Juni 1968 akan terus memimpin Kabinet Pembangunan I-VII dan merekrut 128 menteri (NIM 181-464. 

Presiden Habibie hanya merekrut 17 menteri baru mempertahankan 20 menteri lama warisan Soeharto. 

Sementara Gus Dur 53, dan Megawati 17 (+ 16 menteri penerus), SBY 107 (termasuk 25 wamen) dan Jokowi 87 menteri (termasuk 11 wamen).
 
Kembali ke ZOOM Meeting Ketua IEF Chairul Tanjung yang menjadi Menko terakhir kabinet SBY sebelum digantikan oleh Kabinet Kerja, mungkin itu isyarat advise agar Presiden Jokowi mengambil putusan rasional komprehensive dengan kinerja acomplishment dan meninggalkan faktor koalisi parpol yang berdampak inefisiensi kinerja kabinet ataupun mitos Notonegoro Rahman.*

*) Christianto Wibisono adalah penulis buku Kencan Dinasti Menteng.
 

Artikel Terkait