Nasional

Melihat Alasan Mengapa PDIP Marah Usai Benderanya Dibakar Massa

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 28/06/2020 14:01 WIB

Tangkap layar video aksi pembakaran bendera PDIP oleh massa PA 212 di Jakarta 

Jakarta, INDONEWS.ID - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengeluarkan surat perintah harian kepada seluruh  kader baik di tingkat elit maupun akar rumput merapatkan barisan dan mengutamakan jalur hukum atas kasus yang menjmpa partai berlambang banteng tersebut.

Sikap Megawati itu merupakan respon terhadap aksi pembakaran bendera PDIP saat demonstrasi menolak RUU HIP di depan Gedung MPR/DPR pada Rabu (24/6) membuat seluruh kader naik darah. Kader di tingkat pusat sampai akar rumput mendesak polisi menangkap dan mengadili pembakar simbol partai berlambang banteng moncong putih itu.

"Terus rapatkan barisan! Tempuhlah jalan hukum, perkuat persatuan dengan rakyat, karena rakyatlah cakrawati Partai," seru Mega dalam suratnya.

Para kader menindaklanjuti titah sang Ketum dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya. PDIP membuat laporan melalui kuasa hukumnya Ronny Berty Talapessy. Laporan tersebut terdaftar dalam nomor laporan LP/3.656/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tertanggal (26/6).

Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Wiliam Yani ikut mendampingi Ronny. Dia mengaku tidak terima jika PDIP dikaitkan dengan organisasi terlarang PKI. Tak habis pikir juga bila PDIP dianggap memaksakan pembahasan RUU HIP yang menjadi bahan protes massa aksi.

Usut Dalang Aksi Pembakaran

Ketua Komisi III DPR Herman Herry yang juga kader PDIP meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mengusut serta menindak tegas dalang di balik pembakaran bendera partainya. Aksi itu dianggap berbahaya karena mencoba memecah belah persatuan bangsa. Polisi diminta profesional mengusut kasus tersebut.

Dia menegaskan, siapapun yang melanggar hukum harus diberi sanksi tegas. Mengingat Indonesia sebagai negara hukum, Ia meminta kepada seluruh pihak agar tidak terpancing dan selalu mengedepankan dialog dalam mengatasi perbedaan.

"Maka sekali lagi saya minta Kapolri untuk segera mengusut kasus ini dan menindak tegas segala pihak yang melakukan aksi provokatif ini," demikian politikus asal Nusa Tenggara Timur itu.

Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Selatan, Yuke Yurike juga menyampaikan empat poin yang menjadi tuntutan politik PDI Perjuangan kepada polisi. Pengurus PDIP meminta segera mengusut, menangkap serta mengadili para pelaku pembakaran bendera PDIP dan mengusut aktor intelektual di balik pembakaran bendera PDIP.

Kemudian, Yuke meminta polisi menindak tegas ormas-ormas terlarang yang masih beraktivitas di Indonesia dan menindak ormas yang masih menyebarkan ujaran kebencian.

Indikasi Serangan ke Jokowi

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaitkan aksi pembakaran tersebut dengan pemerintahan Joko Widodo. Dia menduga sasaran dari aksi pembakaran tersebut adalah mengganggu pemerintahan Jokowi.

"Serangan ke PDI Perjuangan punya tujuan lebih jauh, mengganggu pemerintahan Pak Jokowi. Untuk itu PDI Perjuangan menegaskan bahwa dialog dan musyawarah kita kedepankan, namun jangan uji kesabaran revolusioner kami," ujar Hasto.

Aksi tersebut juga mengingatkan PDIP dengan sejarah kelam peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996. Peristiwa pengambilalihan dan penyerbuan Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, yang diduduki Ketua Umum PDI Kongres Surabaya, Megawati.

Penyerbuan ini diduga kuat melibatkan unsur militer, Komando Daerah Militer Jaya. Saat itu, pemerintahan Soeharto tidak memberi restu pada PDI pimpinan Megawati. Insiden yang menyebabkan lima orang tewas.

"Saya teringat ketika konsolidasi dilakukan pasca peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996. Saat itu ada yang mengusulkan untuk melakukan perlawanan terhadap rezim. Namun Ibu Megawati Soekarnoputri mengambil langkah yang mengejutkan, yakni membentuk Tim Pembela Demokrasi dan melakukan gugatan di lebih dari 267 kabupaten kota," ujar Hasto.*(Rikard Djegadut)

Artikel Terkait