Opini

Alur Laut Kepulauan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 20/07/2020 18:30 WIB

Ilustrasi Pertahanan Indonesia (Foto: Ist)

Oleh: Muhammad Ali Haroen, Pengamat masalah Pertahanan dan mantan Redaktur Majalah Teknologi Strategi Militer

Opini, INDONEWS.ID - Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang berdaulat san memiliki wilayah yang sangat luas dengan wilayah perairan yang jauh lebih luas dari luas daratannya.

Konsep keberadaan Negara Kepulauan oleh kalangan internasional semakin kokoh dengan hasil dari Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS III) pada 10 Desember 1982 yang berlangsung di London, Inggris.

Konvensi ini disebut sebagai the Law of the Sea Convention atau the Law of the Sea treaty, sebagai perjanjian internasional yang menggantikan perjanjian internasional quad-treaty 1958 Convention on the High Seas.

Tahun 1996, Pemerintah Indonesia mengajukan usulan kepada Organisasi Maritim Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (IMO) tentang penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) di wilayah teritorial perairan Indonesia. Usulan tersebut disetujui oleh IMO, dan Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang Undang Nomor 6 Tentang Perairan Indonesia.

Dengan demikian, ALKI dapat diterjemahkan sebagai alur laut yang dapat dilalui oleh Kapal-kapal dan pesawat udara internasional dengan cara normal, semata-mata untuk transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan di bagian laut lepas atau ZEE Indonesia lainnya.

Dengan demikian pelayaran dan penerbangan internasional dapat terselenggara di perairan dan wilayah udara yang ditetapkan diwilayah teritorial Indonesia.

Pembagian ALKI

Penetapan ALKI diperkuat dan diperjelas lagi melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002, Tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia.

Peraturan tersebut memperjelas batas wilayah ketiga ALKI beserta cabang-cabangnya. ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, Samudra Hindia.

Difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke arah Samudera Hindia dan sebaliknya. Untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya - atau disebut sebagai Alur Laut Cabang I A.

ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. Difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi melintas Selat Makasar, Laut Flores dan Selat Lombok menuju arah Samura Hindia, dan sebaliknya.

ALKI III Melintas Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, Samudra Hindia. Khusus untuk ALKI III, memiliki tiga cabang diselatan yaitu ALKI IIIA, ALKI IIIB dan ALKI III C.

ALKI IIIA difungsikan untik pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu. ALKI IIIA ini mempunyuai empat (4) cabang, yaitu: ALKI Cabang IIIB; untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, dan Selat Leti menuju Samudera Hindia, dan sebaliknya.

ALKI Cabang IIIC; untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda menuju Laut Arafura dan sebaliknya. ALKI Cabang IIID; untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu menuju Samudera Hindia dan sebaliknya.

 

AKI Cabang IIIE; untuk pelayaran dari Samudera Hindia melintasi Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda, Laut Seram, Laut Maluku dan sebaliknya. 

Dari gambaran diatas, tidak salah apabila Negara Kepulauan Republik Indonesia disebut juga sebagai Poros Maritim Dunia. Dapat dibayangkan padatnya lalu lintas jalur laut di nusantara ini, sebagai gambaran, kepadatan lalu lintas laut di Selat Sunda saja dalam kurun waktu satu tahun tidak kurang dari 53 ribu kapal dari berbagai jenis yang melintas.

Hak Dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Saat Melintasi ALKI Referensinya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002.

Penetapan ALKI.

Penetapan ALKI secara internasional selain bertujuan untuk memelihara kedaulatan teritorial negara, juga untuk memberikan kelancaran bagi lalu-lintas laut dan udara untuk menyebrangi dua samudera yaitu; Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

Oleh karenanya berlaku hak dan kewajiban bagi kapal-kapal dan pesawat udara asing yang melintas melalui ALKI yang merupakan wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mematuhi peraturan yang telah disepakati yaitu:

Pertama. Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata- mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang.

Kedua. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara titik- titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.

Ketiga. Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Keempat. Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.

Kelima. Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.

Keenam. Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah.

Ketujuh. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.

Dengan disepakatinya penetapan ALKI ini tentunya ada konsekuensi yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu menjamin keamanan pelayaran dan penerbangan di kawasan ALKI yang telah ditetapkan tersebut.

ALKI dan Potensi Ancaman

Dari segi kemamanan, keberadaan ALKI tentunya juga menimbulkan berbagai potensi ancaman yang memerlukan perhatian dan penanganan yang sangat serius. Dari beberapa kasus yang sudah diberitakan, kejahatan dan pelanggaran hukum di laut terjadi di kawasan ALKI baik berupa perompakan, penyelundupan, penyanderaan dan atau penculikan Awak Kapal, hingga pencurian hasil laut dan kekayaan alam lainnya.

Selain itu, juga perlu diantisipasi hal-hal yang berkaitan dengan masalah konflik batas wilayah negara seperti klaim beberapa negara atas beberapa wilayah di Laut Cina Selatan, masalah Pulau Spratley dan Paracel, yang mengakibatkan tidak terhindarnya terjadi manuver kapal-kapal perang dari negara-negara yang bersengketa. Kita juga tentu masih ingat lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, juga ada kondlik Blok Ambalat dan lain-lain.

Selain Faktor potensi ancaman, kehadiran Pemerintah dikawasan pulau-pulau terluar serta pulau-pulau kecil menjadi sangat penting. Pembangunan daerah wisata pulau atau laut strategis seperti di daerah Raja Ampat di ujung bagian Timur NKRI, mungkin dapat menjadi salah satu alternatif agar berbagai kawasan dapat berkembang dan bergulirnya kegiatan ekonomi rakyat.

Untuk menjaga pertahanan dikawasan teritorial perairan NKRI juga dibutuhkan suatu strategi yang jitu mengingat keterbatasan sarana pertahanan laut dan kemampuan anggaran pendukungnya.

Menurut catatan dari Global Fire Power tahun 2019, keberadaan armada kapal perang TNI AL diperkirakan sebanyak 221 unit dari berbagai jenis, dari Frigate, Corvette, Kapal Selam, Kapal Patroli Cepat, dan sebagainya.

Sementara untuk masa damai, kehadiran Badan Keamanan Laut dan Pantai (BAKAMLA) menurut catatan per Desember 2019 didukung dengan 40 kapal dari berbagai jenis, di antaranya satu unit kapal markas berukuran panjang 110 meter (KN 1101), 3 unit kapal patroli berukuran 80 meter (KN Pulau Nipah-321, KN Pulau Marore-322, dan KN Pulau Dana-323), 6 unit kapal patroli berukuran 48 meter (Kelas A), 16 unit kapal patroli berukuran 15 meter (Kelas IV, Kelas C), serta 14 unit Rigid Inflatable Boat (RIB) berukuran 12 meter (Kelas V, Speed Boat).

Dapat dibayangkan bagai mana penegakkan hukum di laut yang luasnya hampir 6 (enam) juta kilo-meter persegi ini. Data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), lautan non-ZEE seluas 3,25 juta Km2, dan lautan ZEE seluas 2,55 juta Km2. Dibandingkan dengan luas daratan NKRI yang luasnya 2,01 juta Km2 (terbagi dalam 17.499 pulau besar dan pulau-pulau kecil).

Kekuatan pihak pertahanan dan pihak penegakkan hukum di perairan dan pantai NKRI ini tentunya juga diperhitungkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan kawasan perairan NKRI. Baik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perdagangan dan lalu-lintas perairan dengan tujuan baik dan damai, maupun oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan tindakan kejahatan seperti perompak, pencurian sumber daya laut dan pelaku kriminal di
perairan lainnya.

Kekuatan armada kapal selam dengan jumlah yang sangat minim juga merupakan suatu problematika tersendiri, tidak dipungkiri bahwa perairan NKRI sering dilalui oleh berbagai kapal selam asing dimana di beberapa ALKI terdapat tempat ideal bagi kapal selam untuk"rendezvous", seperti di Selat Ombai sampai ke alur selatan wilayah Cilacap.

Belum lagi bila dikembangkan dengan konsep-konsep pembangunan wilayah seperti yang di di gagas oleh Rahardjo Adisasmita dalam buku yang berjudul "Kawasan Pembangunan SEMEJA",dimana digambarkan potensi perkembangan wilayah beberapa selat seperti; Selat Lombok, Selat
Makasar dan sebagainya.

Tentunya kehadiran penjaga kedaulatan Laut dan Pantai NKRI menjadi suatu hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Semoga saja kedepannya Kita memiliki kekuatan TNI AL dan BAKAMLA yang lebih kuat lagi, sesuai semboyan "DILAUT KITA JAYA".*

Artikel Terkait