Oleh: Paulus Florianus *)
INDONEWS.ID -- “Informasi yang menyesatkan terkait Covid-19 lebih berbahaya dari pandemi corana itu sendiri”. Pernyataan tegas Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Konferensi Keamanan Dunia di Munchen, Jerman 15 Februari 2020 lalu ini memberi peringatan keras akan bahaya “virus” baru seperti Coronavirus Disease (Covid-19) yang tengah mewabah di dunia saat ini. Namanya infodemik (information pandemic). Infodemik bahkan bisa menyebar lebih cepat, mudah dan tak kalah ganas dengan Covid-19. Infodemik adalah informasi berlebihan akan suatu masalah sehingga publik kesulitan mengidentifikasi hal yang benar dan salah.
Bahaya Infodemik
Infodemik di tengah pandemi Covid-19 sangat berbahaya dan bahkan bisa lebih berbahaya dari SARS-CoV-2. Profesor John Oxford, ahli virologi dan penulis buku Human Virology mengatakan bahwa corona adalah wabah kepanikan massal. Virusnya sebenarnya biasa saja namun infodemiklah yang menjadikannya luar biasa.
WHO mengingatkan bahaya besar dibalik infodemik. Infodemik dapat menimbulkan kepanikan, ketakutan, rasa khawatir, ketidakpercayaan masyarakat, lalai, abai, menghambat efektivitas layanan kesehatan hingga salah dalam mengambil kebijakan. Infodemik juga dapat memantik kebencian, stigma primordial, rasa curiga dan ketakutan terhadap orang asing, menyebabkan gangguan psikosomatik (gangguan kesehatan psikis dan mental yang dapat menganggu atau menurunkan kesehatan fisik) hingga menyebabkan kematian.
Bahaya infodemik bahkan jauh lebih menakutkan dari virus corona karena infodemik adalah wabah yang sengaja dibuat dan disebarkan manusia dengan motif tertentu (man made pandemic) yang bisa disebarkan kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Berbeda dengan virus corna yang penyebaran dan penularannya terjadi karena ketidaksengajaan dan ketidaktahuan masyarakat.
Peran Media
Bahaya infodemik semakin mengerikan ditengah akses internet dan sosial media di Indonesia yang semakin mudah dan luas. Berdasarkan riset situs HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020" menyebutkan Indonesia termasuk 10 besar negara yang paling lama mengakses internet dan adiktif media sosial. Data riset ini mencatat sebanyak 388,2 juta ponsel beredar di masyarakat Indonesia, pengguna internet mencapai 175,4 juta jiwa, pemakai aktif sosial media sebanyak 160 juta orang. Rata-rata durasi mengakses internet 7 jam 59 menit per hari dan durasi berselancar di media sosial 2 jam 26 menit per hari.
Tingginya akses internet dan pengguna aktif sosial media tidak dibarengi dengan membaiknya budaya literasi. Penelitian dari organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan PPB (UNESCO) mencatat minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% yang artinya dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Lembaga ini juga menempatkan Indonesia pada urutan kedua dari bawah soal literasi membaca di dunia.
Rendahnya budaya literasi berdampak pada lemahnya daya kritis dalam menganalisis dan mengevaluasi informasi yang meluber di media sosial. Sementara menurut berbagai penelitian sosial media menjadi salah satu media yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan kabar palsu termasuk informasi bohong mengenai Covid-19.
Analisis yang dilakukan oleh Covid-19 Infodemic Observatory terhadap infodemik dengan basis data 200 juta cuitan twitter jangka waktu 21 Januari hingga 7 Mei 2020 menyebutkan sebanyak 42% atau sekitar 87 juta pesan yang beredar dikendalikan robot, sementara 29,6% atau 60 juta pesan diantaranya adalah hoaks. Jika dirata-rata sebanyak 600.000 pesan hoaks terkait Covid-19 disebarkan robot setiap hari melalui twitter di dunia. Sementara itu, di Indonesia menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sekitar 80 berita palsu tentang corona beredar setiap minggunya di masyarakat.
Dalam kondisi infodemik di tengah pandemi seperti saat ini media memiliki peran yang sangat vital tidak saja harus menyampaikan informasi namun juga edukasi terkait Covid-19 kepada masyarakat. Selain harus mengutamakan kebenaran daripada kecepatan (being right above being first) informasi tentang Covid-19 yang diwartakan media juga harus bisa membimbing masyarakat ke arah yang benar dan menenangkan di tengah simpang siur informasi terkait corona, sehingga masyarat bisa melewati badai pandemi dengan baik. Media berperan sebagai obat penawar untuk mengatasi semakin mewabahnya infodemik di tengah masyarakat saat ini.
“Vaksin” Infodemik
Di tengah situasi wabah infodemik masyarakat perlu mendapat “vaksin” infodemik, selain berguna menangkal kabar palsu “vaksin” infodemik juga bisa mencegah menularnya berita bohong secara luas di masyarakat. Berikut beberapa tips dari WHO untuk menghadapi infodemik di tengah pandemi :
- Cari fakta dan bukti. Bersikap kritis saat menerima informasi. Pertanyakan keakuratan sumber dan bukti serta coba bandingkan dengan sumber lain.
- Pilih informasi dengan hati-hati. Bagikan, sukai, atau unggah konten dari sumber yang terpercaya.
- Berhati-hatilah. Jangan membagikan ulang, meneruskan atau menyukai informasi palsu jika Anda tahu itu tidak benar.
- Jadilah contoh yang baik. Koreksi, atau hubungi orang-orang di jejaring sosial Anda ketika mereka mengunggah sesuatu yang tidak benar. Ajak mereka untuk memverifikasi konten tersebut, atau pandu mereka untuk merujuk ke organisasi resmi untuk informasi lebih lanjut.
- Kurangi waktu berselancar di dunia maya. Hal ini bisa dilakukan dengan hanya mencari informasi terbaru pada waktu-waktu tertentu dalam sehari. Cukup sekali atau dua kali sehari jika diperlukan.
- Olahraga, mendengarkan musik, atau membaca buku bisa membantu menjaga kesehatan fisik dan mental.
Saat ini, kita tidak saja sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 namun juga melawan wabah infodemik. Terus membajirnya kabar bohong akan semakin menyulitkan penanganan dan pemulihan pandemi Covid-19 di tanah air. Oleh karena itu di tengah situasi pandemi global ini mari kita sama-sama menangkal kabar hoaks dan selalu menyebarkan kebaikan dan kebenaran.
*) Paulus Florianus, Wartawan & Program Manager DAAI TV