Nasional

"Man of Contradictions", Bland: Jokowi Telah Kembali ke Akar Otoriter Indonesia

Oleh : very - Minggu, 06/09/2020 11:02 WIB

“Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia” karya Ben Blad. (Foto: Twitter Alex Oliver)

Jakarta, INDONEWS.ID – Buku berjudul “Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia”, telah diluncurkan pada 1 September 2020 lalu. Buku yang ditulis oleh Ben Bland tersebut hendak melacak perjalanan hidup Presiden Joko Widodo dari awal kehidupan, tinggal di sebuah rumah sederhana di tepi sungai, hingga sukses menjadi pengusaha furnitur, dan selanjutnya memasuki dunia politik.  

Ben Bland yang merupakan seorang analis dari Lowy Institute tersebut telah belasan kali mewawacarai Joko Widodo (Jokowi) mulai saat menjadi Wali Kota Solo, menjabat Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden RI pada Oktober 2014.   

Dalam salah satu bagian dari bukunya, Bland mengeritik pendekatan Presiden Jokowi terhadap kehidupan politik - dari orang biasa, kemudian menjadi otoriter dan semakin dekat serta bergantung pada elit politik Jakarta.

"Jokowi tidak suka analisis, dia suka tindakan dan keputusan," kata seorang penasihat presiden kepada penulis.

"Tidak ada analisis yang tepat tentang proyek infrastruktur mana yang akan paling meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas. Sebaliknya dia hanya mendorong proyek tergantung di mana dia berkunjung," tulis Bland.

Dalam Bab Kesimpulan bukunya, penulis Ben Bland mengatakan "What we know for sure is that after just six years in the presidential palace, he has lurched back towards Indonesia’s authoritarian roots, eroding free speech and the rights of minorities, undermining the all-important fight against corruption, and launching his own nascent political dynasty’. (Yang kita tahu pasti, setelah enam tahun berada di istana presiden, dia (Jokowi) telah kembali ke akar otoriter Indonesia, mengikis kebebasan berbicara dan hak-hak minoritas, merusak perjuangan yang sangat penting melawan korupsi, dan meluncurkan dinasti politiknya yang baru lahir),” tulinya.

Dalam bukunya seperti dikutip The Sydney Morning Herald, Bland menulis bahwa Presiden Jokowi "tertarik untuk menarik investasi dari negara manapun yang memiliki uang tunai paling banyak demi mencapai tujuan ekonomi domestiknya”.  

Dan untuk saat ini "negara Tionghoa/China sedang membangun jalan, jembatan, pembangkit listrik, dan pelabuhan di seluruh Indonesia, di samping jalur rel Jakarta-Bandung yang terkenal".  

Bland, seorang mantan koresponden Financial Times di Jakarta, Hong Kong dan Hanoi, menulis biografi pertama Jokowi dalam bahasa Inggris. Dia memberi penilaian tentang prioritas pemimpin Indonesia itu pada saat ketegangan meningkat antara AS, China dan negara-negara Asia Tenggara di Laut Cina Selatan.

Bland menulis bahwa para pemimpin Barat "sangat membutuhkan mitra baru di Asia untuk membantunya melawan China Xi Jinping. Namun, Presiden Jokowi tidak punya waktu untuk membangun sebuah kekuatan besar”.  

Bland mengingatkan ekspektasi yang terlampau tinggi terhadap Presiden Jokowi. Banyak pihak di Canberra "berharap Jokowi akan membuka ekonomi Indonesia untuk investasi Australia dan berdiri di kawasan itu sebagai kekuatan penyeimbang melawan China".  

"Tapi Jokowi telah menunjukkan sedikit minat pada kepemimpinan daerah dan, bagaimanapun, dia tetap dibatasi oleh komitmen besar Indonesia untuk mempertahankan otonomi strategis dan menghindari keterlibatan asing. ‘Man of Contradictions’ menyeimbangkan pandangan simpatik tentang pencapaian signifikan Jokowi dalam membangun infrastruktur jalan dan kereta api yang sangat dibutuhkan yang telah tertunda, dalam beberapa kasus, selama beberapa dekade dengan kritik atas gaya pemerintahannya yang terkadang kacau”.  

Bland juga mengkritik penanganan Jokowi terhadap pandemi virus korona di mana pemerintah "menunjukkan banyak sifat terburuknya: mengabaikan nasihat ahli, kurangnya kepercayaan pada masyarakat sipil, dan kegagalan untuk mengembangkan strategi yang koheren".  

Hasilnya adalah munculnya pengangguran baru yang mencapai 2 juta orang, kemunduran potensial selama satu dekade dalam menekan angka kemiskinan dan eksposur sistem kesehatan yang lemah. Belum lagi ada sekitar 128.776 kasus orang yang terinfeksi virus Corona dan 5.824 kasus kematian - yang jumlahnya akan terus bertambah – menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.

Bland juga menyoroti rencana Jokowi membangun ibu kota baru di Pulau Kalimantan – yang oleh Bland merupakan bukti sifat Jokowi yang aneh (keras kepala) dan gaya pemerintahannya yang tidak teratur - dan pendekatannya terhadap kebijakan luar negeri.

Presiden Jokowi juga memiliki "sedikit perhatian terhadap pertemuan diplomatik tradisional", tulis Bland. Berdasarkan catatan Bland, dalam lima tahun pertama pemerintahan, Jokowi tidak menghadiri sekalipun Sidang Umum PBB. (Very)

 

Artikel Terkait