Sosok

Ngopi Bareng Jus Soema di Praja, Wartawan Tiga Zaman

Oleh : very - Senin, 14/09/2020 10:10 WIB

Jus Soema di Praja, wartawan tiga zaman. (Foto: Jakartasatu.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Sabtu, 12 September 2020, pukul 08.05 pesan lewat WA masuk di hendpon saya. Isinya: Kang ke Depok yu Kang ngobrol Sama Wartawan 3 zaman. Jus Soema di Praja, Eks Wartawan Indonesia Raya Mochtar Lubis. Kalo akang Ada waktu longgar nanti saya jemput. Gapa2 Kang…

Pesan dari kang Tjahja Gunawan itu membawa kekuatan dan energi baru saat pandemi ini memang saya perlu di cas otak ini dengan sebuah diskusi. Selama ini yang hanya diam dan keluar pun sekadarnya. Info-info dari sejumlah Group WA, dll.

Tanpa ba bi bu. Saya jawab WA Kang Tjahja itu: “Siap kang…Akang tak usah jemput saya di rumah biar enak akang jemput saya di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan,” jawaban saya ini mendapat respon cepat juga. “TB Simatupang Manhattan kang?” tanyanya.

“Saya jawab jangan kang arah ANTAM saja biar muter dekat arah Depok,” kata saya lagi. Kang Tjahja tahu kalau Simatupang The Manhanttan itu kantor saya, namun kantor saya dilingkaran Cilandak, sehingga saya minta arah ANTAM saja. Saya juga sengaja memang tak mau merepotkan Kang Tjahja yang dari BSD untuk ke Depok rumah wartawan senior 3 Zaman itu.

Sehabis Dzuhur saya sudah meluncur ke TB Simatupang saya menunggu dan akhirnya kami meluncur ke bilangan Perumnas Depok I Jawa Barat. Dan nyampaikan di Depok. Dalam ngopi pagi saya mungkin hanya akan bahas sedikit saja tentang Abang Jus Jus Soema di Praja sekilas saja hasil bertemu dengannya saat itu.

Jus Soema di Praja namanya, ia bukan orang sembarang, sebelum membuka obrolan dengan saya ia paparkan dulu silsilah panjang lebar. Saya terbelalak dengan kisahnya. Ia adalah Putra dari Mr. Ma’mun Soema di Pradja Menteri Dalam Negeri Pasundan zaman Soekarno.

Jus Soema di Praja namanya adalah wartawan super senior yang di tahun 60-70-an sebagai wartatan Indonesia Raya dan pada tahun 1976-1978 menjadi wartawan KOMPAS. Ia mengakui sambil menunjuk surat pengunduran diri dari KOMPAS yang dia pajang diruang tengahnya: Ini Tanggal 13/02/1978 adalah momentum penting bagi saya. Genap 29 tahun saya Keluar dari KOMPAS, saat besoknya KOMPAS ulang tahun.

Alasannya kelur adalah karena KOMPAS dan beberapa Media lainnya saat itu telah melakukan Penandatanganan Perjanjian dengan Pemerintah Indonesia (Suharto) yang saat itu diwakili oleh Jakob Oetama. Nurani saya mengatakan KOMPAS sudah melanggar etika Pers dengan melakukan Kompromi dengan Pemerintah. Dan mulai saat itulah saya berhenti total menjadi Wartawan begitu juga yang dilakukan oleh TEMPO tahun 1982 setelah kejadian kasus Lapangan Banteng makanya sangat wajar bila TEMPO dibredel tahun 1994 karena Pemerintah menganggap TEMPO telah melanggar isi Perjanjian. Datanya ada semua, sambil memberikan copy data itu ke saya dan kang Tjahja.

Jus Soema di Praja namanya memang sebelum kerja di KOMPAS, adalah Wartawan Harian Indonesia Raya yang Pimpinan Mochtar Lubis. Koran Indonesia Raya sangat disegani karena pernah membongkar kasus Korupsi Pertamina yang dipimpin oleh kerabat dekat Cendana yaitu Ibnu Sutowo.  Soal kasus ini sebenarnya kehebatan dari Mochtar Lubis yang melakukan Investigasi terhadap Kasus Pertamina tersebut. kalau kami-kami yang di Indonesia Raya hanya menindaklanjuti

Jus Soema di Praja namanya secara pengalaman ia mengaku bandel, dia bahkan bilang bahwa duduk dibangku SMP saja 6 kali, kerena waktu muda bandel, tapi itu ia syukuri karena ia bahkan senang bahwa ada sejumlah kawan SMPnya itu menjadi Jenderal, dan ia juga bangga karena lulusan Universitas Indonesia (UI).

Jus Soema di Praja namanya siang itu dia menrima kami dua wartawan muda yang jaraknya jauh. Lama ia menerima kami dari siang sampai sehabis magrib. “Kalau tak covid-19 ini saya bebas bisa sampai pagi ngobrol apapun  dari media sampai politik dari dulu sampai konteks kekinian. Tapi intinya jika untuk Pers saat ini sekarang sepertinya hanya cari aman saja. Makanya saya tak terlalu percaya media mainstream. Ia juga mengakui semua tahulah siapa pemilik-pemilik media besar elektronik. Tapi Pers sekarang diberi kebebasan yang sangat luas, tapi tidak paham apa itu kebebasan. Mereka gagap, katanya.

Jus Soema di Praja namanya juga berbicara soal politik dimana dia melihat bahwa politik Indonesia ini dalam circle sama. Putaran yang perristiwa kini sudah ada sejak lama dan ini semua terjadi sejak 1960-an dan terulang kembali. Yang ini nanti kita cerita panjang lagi.

Jus Soema di Praja namanya memang dikenal sebagai wartawan yang keras kepala dan kekuatan idealismenya kuat. Seorang rekan seangkatannya pernah menulis dia digelari oleh Tokoh Pers Kita dan Mochtar Lubis adalah sebagai Tokoh Kebebasan Pers begitu tulisan Rum Ali dalam tulisannya yang dimuat oleh Majalah Prisma tahun 70-an. Tapi sayang bukti-bukti penting tentang Sejarah Pers Indonesia masa lalu tidak pernah terpublikasikan seolah terkubur, padahal kalau dari pengakuannya, bahwa Jakob Oetama yang pernah bersaksi ahli dalam Pemberedelan TEMPO hingga Hakim Agung Benyamin Mangkudilaga memenangankan TEMPO atas kesaksian Jakob Oetama adalah hasil bujukan dia. “Saat itu padahal Jakob awalnya tak mau bersaksi ahli karena sudah penuh tekanan dari Dirjen Subrat dan Menpen Harmoko, tapi Jakob tetap dibujuk dan akhirnya mau,” kenang Bang Jus.

Kami sebenarnya ingin panjang cerita dengan Jus Soema di Praja yang secara berkisah suka loncat-loncat dan jika kami tak bisa nangkap akan susah merajutnya. Ada rasa untuk saya sering mendengar kisah-kisah lain yang saya peroleh sehingga saya mencoba mengunyah dan menyusunnya dalam benak ini dan saya bilang: terurai gambaran tentang apa dan siapa sajanya.

Untuk itu sementara saya sudahi dulu catatan indah ini, saya mau gowes dulu pagi sebentar saja, saya ingin menikmatinya dan karena besok ada PSBB Ketat di Jakarta nikmati dulu Jakarta gowes dan abis gowes ngopi pagi.

Sekali lagi Jus Soema di Praja namanya saya sampaikan salam TAKJIM..!!

CATATANJAKARTASATU

@AENDRAMEDITA 

Artikel Terkait