Opini

Pemerintahan oleh Penjabat Sementara

Oleh : luska - Minggu, 27/09/2020 16:20 WIB

Penulis : Djohermansyah Djohan (Guru Besar IPDN, Dirjen Otda 2010-2014, Penjabat Gubernur Riau 2013-2014)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Kemarin para petahana yang maju pilkada serentak 9 Desember mulai melakukan kampanye sampai dengan 5 Desember atau selama 71 hari.

Pada masa kampanye itu mereka wajib cuti di luar tanggungan negara agar fokus memasarkan programnya kepada pemilih, dan sekaligus guna mencegah petahana melakukan "abuses of power" seperti: politisasi birokrasi, memakai fasilitas negara, menyelewengkan program, menjual perizinan, minta fee tender barang dan jasa, memeras pengusaha, dan menekan lurah/kepala desa.

Prinsipnya untuk mencegah kecurangan dan menegakkan pilkada yang jujur dan adil. 

Selama cuti kampanye petahana "off" dari jabatan. Tidak masuk kantor, keluar dari rumah jabatan, tidak menerima gaji dan fasilitas berupa kendaraan dinas, komputer, dan ajudan.

Sesuai dalil "no vacuum of power" selama petahana cuti diangkat penjabat sementara (Pjs) kepala daerah dari ASN yang memenuhi syarat. 
Pjs gubernur diambil dari eselon I pusat, biasanya dari Kemendagri. Sementara untuk Pjs bupati/walikota dipilih dari eselon II pemerintahan provinsi. 

Para Pjs ini haruslah orang orang terbaik, tidak punya cacat, dan berpengalaman luas di pemerintahan. 

Sebaiknya jangan keluar dari pakem itu, misalnya Pjs bupati/walikota didrop dari pusat, atau Pjs Gubernur diambil dari tentara/polisi.

Tentang kewenangannya sesuai Permendagri No 74/2016 jo No 1/2018 Pjs kepala daerah berwenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah, menetapkan perda, memutuskan APBD induk maupun perubahan, bikin mutasi jabatan seizin Mendagri, memimpin Forkopimda, memimpin satgas Covid, dan melaksanakan tugas tugas dari pusat.

Jadi, kekuasaan Pjs sama persis dengan kekuasaan kepala daerah definitif. Bedanya, Pjs diangkat pusat sedangkan kepala daerah definitif dipilih rakyat, dan karena itu legitimasinya kuat.

Namun tugas terpenting dari seorang Pjs ini hanya ada dua saja. Pertama, menjalankan roda pemda sehari hari. Kedua, menjaga agar pilkada masa wabah yg belum melandai ini bisa berjalan dengan aman dan lancar serta jujur dan adil. 
Kluster pilkada yg dikhawatirkan publik jangan sampai terjadi, dan ASN bisa netral.
Para Pjs ini juga harus pandai membagi waktu antara mengurus daerah dan mengurus SKPD yang dipimpinnya. Karna, dia merangkap jabatan. 

Selain itu, Pjs tidak boleh membuat programnya sendiri. Dia hanya bertugas melaksanakan program petahana yang lagi cuti kampanye. Apa lagi bila Pjs merekayasa proyek baru untuk cari duit, atau terseret kasus jual beli jabatan.

Terakhir, seorang Pjs dari ASN diharapkan tidak hanya cakap perkara teknokrasi pemerintahan, tapi mesti juga punya "sense of politics" untuk mengatasi konflik pilkada, dekat dengan pers, dan pandai bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat.

Artikel Terkait