Nasional

Soal Parodi Lagu Kebangsaan, Kerja Cepat Polisi Diraja Malaysia dan Polri Patut Diapresiasi

Oleh : very - Jum'at, 01/01/2021 19:47 WIB

Hikmahanto-Juwana Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kerja cepat Polisi Diraja Malaysia dan Polri yang berhasil mengungkap para pelakunya parodi lagu “Indonesia Raya” perlu mendapat apresiasi. Parodi lagu kebangsaan tersebut membuat banyak warga Indonesia marah.

Penyelidikan kepolisian menunjukkan bahwa ternyata para pelakunya adalah anak dibawah umur dan warga negara Indonesia, yaitu satunya berada di Cianjur, Indonesia dan yang lainnya berada di Sabah Malaysia.

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengatakan, kerja keras dua lembaga kepolisian beda negara ini telah berhasil mencegah rusaknya hubungan antara masyarakat ke masyarakat (people to people) antar dua negara.

“Saat ini WNI yang berada di Malaysia tentu harus menghadapi proses hukum di Malaysia. Dalam hukum internasional prinsip ini dikenal sebagai asas teritorial,” ujar Rektor Universitas Jenderal A Yani itu, dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (1/1/2021).

Asas teritorial, kata Hikmahanto, menggariskan aparat penegak hukum yang berwenang untuk melakukan proses hukum adalah aparat penegak hukum dimana kejahatan dilakukan (locus delicti).

Kecuali otoritas Malaysia tidak berkeinginan untuk menjalankan kewenangannya maka pelaku dapat diserahkan ke otoritas Indonesia berdasarkan prinsip nasionalitas.

Hikmahanto mengatakan, prinsip nasionalitas menggariskan aparat penegak hukum yang berwenang melakukan proses hukum adalah aparat penegak hukum dari kewarganegaraan pelaku atau korban yang dalam hal ini Indonesia. Namun demikian jeratan hukum didasarkan pada hukum Malaysia.

Sementara proses ekatradisi tidak bisa dilakukan mengingat pelaku WNI yang berada di Sabah tidak melakukan kejahatannya di Indonesia.

Hikmahanto mengatakan, kerja keras oleh Polri ini seharusnya berbanding lurus dengan proses hukum atas agen intelijen Jerman yang diketahui masuk ke Markas FPI. FPI saat ini telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai organisasi terlarang.

Seharusnya Kemlu tidak mudah percaya dengan alasan yang disampaikan oleh pihak Kedubes dan membiarkan pihak Kedubes memulangkan agen intelijen tersebut

“Kemlu harusnya meminta Kedubes Jerman untuk menyerahkan agen intelijen kepada Polri agar Polri dapat mendalami motif dan kegiatan dari agen intelijen tersebut di Markas FPI,” ujarnya. (Very)

Artikel Terkait