Nasional

Resensi Buku: Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa

Oleh : Rikard Djegadut - Jum'at, 08/01/2021 12:45 WIB

Buku "Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa" karya Chappy Hakim (Foto: cover buku)

Jakarta, INDONEWS.ID - Generasi muda dewasa ini tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang wawasan kebangsaan, termasuk tentang kewajiban bela negara dan atau wajib militer serta pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pertahanan keamanan negara dan angkatan perang.

Atas dasar inilah, Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia periode 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim membuat ulasan mendalam dalam sebuah buku berjudul "Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa: Membangun Pertahanan Keamanan Negara" setebal 468 halaman berukuran 15cm x 23 cm ini.

Sosok yang sudah menelorkan puluhan buku bertema ketahanan dan keamanan negara ini berupaya
memberikan gambaran umum tentang pertahanan keamanan negara dalam arti luas agar mudah dipahami masyarakat awam. Tentu saja, upaya ini berangkat dari realitas dimana banyak anak-anak muda tidak memperoleh bekal yang cukup dan akses informasi memadai untuk memahami halhal tersebut.

Banyak pertanyaan muncul di benak para pemuda tentang pertahanan keamanan negara, tetapi sayang tidak memperoleh jawaban yang memuaskan. Hal lainnya adalah masalah pertahanan keamanan negara tidak, atau bahkan jarang sekali, menjadi topik pembicaraan di kalangan para pemuda.

Namun Chappy Hakim mengakui bahwa kekurangan pemahaman dan wawasan kebangsaan ini bukanlah semata-mata kesalahan anak-anak muda. Sebab menurutnya, dalam proses perjalanan menuju usia dewasa, pemuda Indonesia tidak melalui proses pendidikan yang memberikan mereka pengetahuan dan pengalaman soal pertahanan dan keamanan negara.

Sebagai contoh sederhana, di Indonesia, masyarakat tidak mengenal wajib militer, garda nasional, mobilisasi umum, national service dan pasukan cadangan, atau apa pun yang bcrhubungan dengan kewajiban bela negara.

"Padahal program wajib militer utau sejenisnya adalah sebuah program yang biasa dilaksanakan oleh negara-negara yang telah maju kesadaran berbangsanya. Wajib militer dan pembcntukan pasukan cadangm seharusnya menjadi bagian dari pcmbangunan karakter anak-anak remaja yang mulai beranjak dewasa," tegas Chappy Hakim.

Penerima Penghargaan dan Bintang Mahaputra dan Lima Kali Rekor MURI ini menceritakan bahwa dahulu, Indonesia pernah menerapkan kegiatan bela negara di berbagai perguruan tinggi yang disebut "Wajib Latih Mahasiswa (Walawa" atau Reserve Officer Training Centre.

Walawa harus dilalui mahasiswa baru yang mengarah pada kesadaran berbangsa dan bernegara serta pengenalan masalah bela negara. Dalam program itu, para mahasiswa yang menjadi peserta berkenalan dengan banyak hal terkait permasalahan pertahanan dan keamanan, serta tanggung jawab bela negara. Sayangnya, program Walawa sekarang ditiadakan. Berangkat dari kenyataan seperti itu, Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (KNKT) 2007 ini membedahnya dalam beberapa Bab.

Pada bab pendahuluan, Chappy Hakim menguraikan pengertian umum dari pertahanan dan keamanan negara, termasuk mengenai tujuan negara dan perencanaan strategis yang memengaruhinya. Sementara pada bab kedua akan diuraikan hubungan antara kemajuan teknologi dan pertahanan semesta (total defense), berserta beberapa contoh yang diharapkan dapat memudahkan pengertian mengenai pertahanan dan keamanan.

Semantara pada bab ketiga, penerima sejumlah Bintang/tanda jasa/penghargaan dari beberapa negara kawasan ini berupaya mengajak pembaca melihat sejenak dinamika lingkungan di sekitar Indonesia dalam kaitannya dengan masalah pertahanan dan keamanan negara. Selanjutanya pada bab keempat, ia berdiskusi tentang wujud sebuah angkatan perang diuraikan dengan lebih mendetail.

Kemudian pada bab kelima, ia mengemukakan masalah yang tidak dapat dilepaskan dari pertahanan dan keamanan negara, yakni keberadaan dan peran industri pertahanan strategis. Pada bab akhir, yakni bab 6, Chappy Hakim mengakhirinya dengan kesimpulan beserta saran dan juga penutup.

Menurutnya, tumbuhnya kesadaran berbangsa dan bernegara sangat dibutuhkan Indonesia saat ini. Karena sekarang semakin jelas terlihat ketika negara-negara lain berlomba untuk maju, bangsa Indonesia justru terlihat sangat sibuk dengan pertengkaran-pertengkaran tidak berguna di dalam negeri.

Maka sebagai kesimpulan akhir dari resensi ini, Chappy Hakim menggarisbawahi tiga hal mendasar yang menjadi saran dalam rangka menumbuhkan wawasan kebangsaan dan semangat bela negara bagi generasi muda. "Harapan ke depan memang akan selalu bertumpu pada generasi muda penerus bangsa," demikian tegas Chappy Hakim.

Pertama, Chappy Hakim mengusulkan kepada pemerintah agar perlu dan penting menerapkan kurikulum "bela negara". Hal ini berdasarkan pada berbagai temuan yang menyebutkan bahwa posisi Pancasila sebagai dasar berdirinya NKRI sudah bergeser. Dalam laporan BBC Indonesia 18 February 2012 disebutkan anak-anak muda indonesia makin radikal.

Peniliti dari LIPI, Anas Saidi menegaskan kalangan anak muda Indonesia makin mengalami radikalisasi secara ideologis dan makin tak toleran, sementara perguruan tinggi banyak dikuasai oleh kelompok garis keras. Penyebab, lanjut Anas, Proses Islamisasi dilakukan secara tertutup sehingga tertutup pada pandangan lainnya.

Kedua, Chappy Hakim mengusulkan agar pergantian Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) meskipun tetap berdasarkan hak prerogatif presiden, namun harus tetap mengikuti mekanisme rotasi antar matra. Artinya Panglima harus ditunjuk secara bergantian dari ketiga matra yakni darat, laut dan udara, sehingga tidak dimonopoli oleh satu matra.

Ketiga, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari Darat, Laut dan Udara, maka peningkatan anggaran harus dilakukan pada setiap matra. Artinya, bila anggaran pada matra angkatan darat ditingkatkan, porsi anggaran bagi matra yang lain juga harus ditingkatkan. Meski dengan catatan tidak harus sama.*

Judul Buku: Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa, Membangun Pertahanan Keamanan Negara
Penulis : Chappy Hakim
Penerbit : Kompas Penerbit Buku
Tebal : 368 Halaman, 15 cm x 23 cm.

Tentang Penulis

Chappy Hakim adalah Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia periode 2002-2005. Sebagai penerbang ia mengantongi lebih dari 8 ribu jam terbang dari beberapa pesawat, antara lain L-4J Piper Cub, T-41 D Cessna, T-34A Mentor, Jet Trainer L-29 Dolphine, C-47/DC-3 Dakota, VC-8 Vickers Viscount, dan 0-130 H/L-1OO Hercules.

Tahun 2007, Chappy ditugaskan oleh Presiden RI sebagai Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (KNKD.

Chapy tetap aktif menulis. Sejumlah tulisannya dimuat di majalah Angkasa, Intisari, TSM, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Seputar Indonesia, Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Kompas, Koran tempo, dan The Jakan‘a Post, serta Kompas.com.

Selain di media massa, 14 judul buku juga telah ditulis, antara lain, Air Diplomacy, Dari Segara ke Angkasa, Cal Rambut Orang Yahudi (Penerbit Buku Kompas, 2009), Awas Ketabrak Pesawat(Grasindo, 2010), Berdaulat di Udara; Pelangi Dirgantara; Saksofon Kapal lnduk, dan Human Eror (Penerbit Buku Kompas, 2010), dan Penahanan Indonesia (Red&White Publishing 2011).

Chappy Hakim memegang empat buah rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), antara Iain “The Best Publisher of The Year” dengan menerbitkan buku-buku satuan jajaran Angkatan Udara sebanyak lebih dari 160 judul dalam waktu satu tahun.

Berbagai bintang dan tanda penghargaan/kehormatan berhasil
ia terima dari Pemerintah Indonesia, antara Iain Bintang Mahaputra. la Juga meraih sejumlah bintang/tanda jasa/penghargaan dari Pemerintah Singapura, Korea Selatan, United States Air Force (USAF), Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Kegiatan setelah Purnawira adalah mengajar, memberikan ceramah, dan menjadi pembicara di beberapa perguruan tinggi dan Seskoau serta Seskoal. Selain itu juga menjadi narasumber pembicara di bcrbagai seminar nasional dan internasional.

Kerap diundang sebagai pembicara di berbagai forum internasional antara lain United States-lndonesia (Usindo) di Washingthon D.C., SAG lkahan (Cannbera, Australia) dan Kokoda Foundation (Cannbera, Australia), serta Regional Air Power Conference di LIMA, Langkawi Malaysia.*( Drs. Asri Hadi,MA)

Artikel Terkait