Nasional

Lembaga Survei IPI : 41 Persen Masyarakat Indonesia Masih Belum Bersedia Divaksin

Oleh : Ronald - Minggu, 21/02/2021 21:59 WIB

Jokowi Kembali Terima Vaksin Corona Dosis Kedua

Jakarta, INDONEWS.ID - Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei mengenai kesediaan masyarakat untuk vaksinasi Covid-19. Hasilnya, dari 1.200 responden yang disurvei pada 1-3 Februari, hanya sekitar 54,9 persen yang bersedia untuk divaksin. Sementara, 41 persen responden masih tidak bersedia divaksin. 

"Kalau dijumlah itu 55 persen (yang bersedia), yang mengagetkan adalah meski survei (Indikator) dilakukan setelah Presiden (Jokowi) divaksin pertama, masih banyak nggak bersedia, total itu 41 persen, kurang atau sangat tidak bersedia," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi saat merilis survei yang disiarkan secara daring, Minggu (21/2/2021).

Burhanudin menjelaskan, pada survei Desember 2020, persentase responden yang kurang atau tidak bersedia divaksin jumlahnya ada 43 persen. Artinya, jika dibandingkan survei pada Februari hanya turun dua persen.

"Artinya efek Presiden Jokowi ada, tapi hanya dua persen menurunkan mereka yang awalnya tidak bersedia menjadi bersedia, tapi yang kurang dan tidak bersedia ini terlalu besar, karena masih ada 4,2 persen yang tidak jawab," kata Burhanudin.

Ia pun mengungkap alasan dari 41 persen yang tidak bersedia divaksin. Hasilnya, lebih dari setengahnya yakni 54,2 persen menyebut tidak bersedia karena khawatir dengan efek samping vaksin Covid-19 yang belum diketahui saat ini. Sedangkan, ada sekitar 27 persen dari 41 persen yang tidak bersedia ini menilai vaksin tidak efektif.

"(Untuk yang khawatir efek samping) alasan yamg menurut saya justified dan legitimate ya, sehingga pihak pemerintah harus menjelaskan bahwa vaksin Covid ngga punya efek samping yang berbahaya," kata Burhanudin.

Selain itu, alasan responden lainnya tidak bersedia divaksin karena merasa tidak membutuhkan vaksin sebanyak 23,8 persen, lalu ada masih ada 10,4 persen yang menilai vaksin tidak halal.

Ia melanjutkan, ada juga responden yang menilai tidak merasa perlu vaksin karena sudah ada yang bersedia divaksin yakni 5,9 persen.

"Alasan ini boleh lebih dari satu alasan ya, ada juga alasan nggak mau masuk persekongkolan perusahaan farmasi itu 3,1 persen," kata Burhanuddin.

Ia mengatakan, mayoritas yang tidak bersedia karena efek samping vaksin adalah perempuan dengan 59,2 persen dan laki laki sebanyak 48,7 persen.

Burhanudin pun menilai, jumlah 41 persen yang tidak bersedia itu adalah angka yang besar. Sebab, ini berpengaruh pada upaya keberhasilan vaksinasi yakni mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity.

"Ini jadi masalah karena vaksinasi pada dasarnya untuk kepentingan bersama. Kalau misalnya Kang Emil, Pak Ganjar, kita bersedia tapi tetangga nggak divaksin, nggak mau ya nggak fair, padahal ini demi tercapai kekebalan komunitas," ujar dia.

Dengan demikian, ia menilai tantangan vaksinasi bukan hanya semata-mata problem teknis kesehatan. Akan tapi juga problem politik dan psikologi.

"Pilihan Pilpres, orang yang memilih pak Jokowi cenderung bersedia ketimbang yang memilih pak Prabowo di 2019 dalam melakukan vaksin," ujarnya. (rnl)

Artikel Terkait