Opini

Nobel Kedokteran & Perdamaian 2021 untuk Trio SBY-Terawan-Jokowi

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 13/04/2021 10:15 WIB

Nobel Kedokteran & Perdamaian 2021 untuk Trio SBY-Terawan-Jokowi

Sebuah Dialog Imajiner

Oleh: Chrstianto Wibisono, penulis Buku "Kencan Dinasti Menteng" dan pendiri selaku Ketua Pusat Data Bisnis Indonesia 

Opini, INDONEWS.ID - Hari Senin, 12 April 2021, saya didatangi Bung Karno di swimming pool Hotel Indonesia Kempineski lantai 11 yang diberi dekorasi patung dua wanita mandi nir busana yang dipasang sejakHI dibuka 1962.

Bung Karno bersemangat mengawali pembicaraan: Bung Christ selamat ulang tahun ke-76, hari Sabtu 10 April serta meraih penghargaan Muri atas moda Wawancara Imajiner yang sangat orisinal menurut bung Jaya Suprana pendiri Muri yang pantas juga dapat penghargaan dari kita semua.

CW: Sebetulnya saya cuma mengadaptasi karya Dante 1320 Alighieri: The Divine Comey - trilogy Inferno - Purgatorio -Paradiso pak. Dan juga figure bapak yang menjadikan WIBK itu menarik perhatian dan tepat sasaran sesuai dengan aura profil dan anatomi kinerja bapak. Sebagai tokoh intelektual negarawan kaliber global yang layak dapat Nobel.

Tapi gagal di injury time karena blunder policy yang hanya bisa disesali dengan mawas diri yang tidak bisa mengubah sejarah. Seperti tulis Hendrik Willem van Loon 1972 dalam buku A History of Mankind: Even God Cannot Change History.

BK: Ya tapi Van Loon nyletuk meski begitu, a historian can write intertretative history ya seperti yang Dante dan anda lakukan dengan serial WIBK dan saya jadi “kelinci percobaan”anda.

Tapi OKlah sudah kepalang basah saya mau ikut memberdayakan WIBK ini untuk memberi bisikan terutama pada elite oligarki Indonesia maupun elite global seperti yang sudah sering kita lakukan dengan Sarasehan Imajiner dengan tokoh negarawan Indonesia maupun global.

Kali ini, saya tidak sabar untuk menggarisbawahi dan mengulangtegaskan blunder gol bunuh diri, menembak gawang sendiri, gagal memperoleh Hadiah Nobel. Padahal pada 1929 feng shui nya Jawa dan Bandung itu telah mengorbitkan Christiaan Eijkman memperoleh hadiah Nobel Kedokteran atas penemuan vitamin B sebagai obat anti beri beri.

Jadi hamper seabad lalu aura Indonesia sudah memperoleh konkret Hadiah Nobel Kedokteran.

CW:Ya tapi itu kan rezim colonial dan kita kan anti nekolim pak.

BK Sudah kamu jangan main sindir saya sebab saya sudah ditingkat Begawan pasca manusia Homo Sapiens sudah jadi Homo Deus menurut buku Yuval Noah Harari.

Tahun 1962 itu adalah tahun berkah bagi Indonesia. Kita menjadi tuan rumah Asian Games IV sekaligus jaringan TV pada 24 Agustus. Seminggu sebelumnya, saya berpidato di Monas berjudul Tahun Kemenangan TAKEM (A Year of Victory) karena berhasil mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi tanpa perang, berkat mediasi Pres Kennedy dengan perjanjian New York 17 Agustus 1962.

Nah berdasarkan itu saya layak dapat Nobel Perdamaian. Tapi sejarah berubah mendadak, dan saya terpancing melancarkan konfrontasi ganyang Malaysia yang dibentuk 16 Sep 1963 memicu demo pembakaran Gedung kantor kedubesan Inggris di Thamrin dan kedubesan Malaysia di seberang RS Abdi Waluyo Jl HOS Cokroaminoto Menteng.

Lalu Kennedy tertembak misterius oleh komplotan yang sampai detik ini belum bisa ditelusuri dan Lee Harvey Oswald jadi terdakwa tunggal, yang sudah ditembak mati saat jumpa pers oleh Jack Ruby paska penembakan Kennedy di Dallas 22 November 1963, Hadiah Nobel yang mestinya bisa didapat oleh Ir Sukarno “melayang’ ke Linus Pauling yang diberikan tahun 1963 sedang Nobel 1963 diberikan ke PMI Palang Merah Internasional ICRC.

CW:Ok pak ini sudah sering kita bahas termasuk pak Harto sudah berani menerima sowan PM Rabin dari Halim langsung ke Cendana 1992 selaku ketua GNB di New York 1993 tapi sayang tidak berani proaktif jadi jurudamai sehingga hadiah Nobel 1994 melayang ke trio Arafat Rabin Peres yang berhasil meneken Perjanjiang damasi Oslo.

BK: Ya lantas Habibie memerdekakan Timtim 1999 diberengi kerusuhan Dilli sampai perlu diminta pasukan PBB diwakili Australia maka Hadiah Nobel 1999 melayang ke Medicins Sans Froentieres Dokter Tanpa Batas yang mendatangkan bantuan kemanusiaan ke Dilli pasca referendum

CW: Kalau Gus Dur dan Mega kan tidak ada yang signifikan?

BK: Siapa bilang, Gus Dur satu-satunya elite Indonesia yang berani terang terangan menganjurkan Indonesia membuka hubungan diplomatic dengan Israel agar bisa jadi jurudamai TimurTengah.

Karena kita, sejak 1956 sudah dipercaya menjaga Terusan Suez sejak perang Arab Israel berjilid-jilid dari 1948, 1956, 1967, 1973, dstnya konflik tanpa henti Israel Palestina.

Elite Indonesia itu lucu sekali selalu Lebih Arab dari Arab, Lebih China dari China, Lebih AS dari AS. Saya heran dan frustrasi. Balik ke Asian Games 1962 saya tolak Israel ikut, akibatnya RI diskors tidak boleh ikut Olimpiade Tokyo 1964 tapi negara negara Arab tetap ikut bertanding di Tokyo. Jadi solidaritas air susu dibalas air tawar.

CW: Ya itu juga karena bapak konfrontatif terhadap AS dan PBB, bahkan keluar dari PBB mendirikan PBB tandingan, Conefo yang sekarang gedungnya diubah jadi kantor MPR DPR DPD. Nah ya sekarang mau bapak usulkan apa setelah SBY juga gagal memperoleh Nobel Perdamaian 2006.

BK: Ya itu sudah kisah klasik. SBY layak dapat Nobel Perdamaian karena berhasil meneken Helsinki Agreement tapi 3 minggu sebelum pengumuman Tibo dieksekusi meskipun ada protes dari Sri Paus dan Uni Eropa.

Lalu seminggu sebelum hari H, Polycarpus kasus Munir dibebaskan. Maka Hadiah Nobel 2006 “jatah SBY” melayang ke M Junus, Grameen Bank Bangla Desh. Lantas pada 2008 diberikan kepada Marti Ahtisaari Finlandia yang jadi salah satu mediator negosiasi Helsinki RI GAM.

CW: Ya pak Kishore Mahbubani mengecam komite Nobel yang tidak memberikan Nobel kepada SBY tapi hanya kepada Marti Ahtisaari. Sekarang we, even God cannot change history.

BK: Nah sekarang kita masuk paradgma baru bung Christ, kita mau jadikan seri WIBK ini sebagai A Future History Perspectives. Jadi kita menulis alternatif sejarah masa depan dengan membisiki elite dan pelaku sejarah untuk mengambil kebijakan dan kebijaksanaan yang arif bijaksana, bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia di seluruh dunia berbasis meritokrasi dan Golden Rule you reap what you sow. So do unto others what you want others do unto you. And do not to unto others what you don’t like others do unto you.

CW: Ya konkretnya apa pak yang bisa dilakukan.

BK: Saya akan dukung kalau PDBI memberi masukan kepada elite Indonesia agar bertobat dari blunder masa lalu. Konflik internal elite oligarki RI 1945-1949 dengan 4 Perdana Menteri saling menjatuhkan berbuat RI jadi negara ex terjajah yang harus membayar utang US$ 1,2 milyar kepada Belanda dalam Perjanjian KMB.

Saya gagal dapat Nobel karena ganyang Malaysia meski bisa damai dengan Belanda. Soeharto juga lemah semgangat untuk jadi jurudamai Palestine, Habibie digagalkan oleh kerusuhan, Gus Dur konflik sendiri dengan Mega meski Mega berani ke AS sebagai presiden pertama yang menemui Presiden George W. Bush pasca terror WTC 11 Sep 2001.

CW: Nah sekarang resep konkret 2021 ini apa pak untuk elite Indonesia.

BK: Motivasi politik di balik pemberian (atau pembatalan) Nobel sangat subyektif, tapi dapat dirasa dan diantisipasi dengan lobby, tapi pada akhirnya itikad, upaya dan usaha konkret untuk mendapatkan Hadiah Nobel itu memang memerlukan ketulusan dan keiklasan serta pamrih positif dan bukan atau tidak diselubungi atau “disabot” sendiri oleh karakter selfish dan egois yang mengorbankan pihak lain atau bertentangan dengan hati Nurani, keadilan dan kejujuran.

CW: Wah bapak ini jadi sangat abstrak dan terlalu mengawang kayak Rocky Gerung.

BK: Saya tentu tidak bisa demosi jadi RG yang keki sama apa saja yang dilakukan rezim petahana karena tidak dalam system. Gagalnya SBY karena di saat injury time, dia menembak gol ke gawang sendiri, mengeksekusi Tibo agar reaksi eksekusi terhadap kasus Bom Bali bisa diredam.

Begitu juga penanganan kasus Munir memperlihatkan pemerintah kurang peduli HAM pejuang kelas “global”. Sudahlah itu tidak bisa dikoreksi, sudah telanjur jadi almarhum semua pelakunya, kecuali actor intelektualnya. Tapi kita disini mau beritikad baik menyumbangkan pikiran untuk masa depan.

CW: Jadi konkretnya bagaimana pak?

BK: Saya usulkan kepada Presiden ke-7 Jokowi untuk pertama menunjuk SBY sebagai Chief Fasilitator Geopolitik, geoekologi dan geoekonomi. Kedua, menunjuk Bandung sebagai Pusat Studi Pandemi Global dengan Dr. Terawan sebagai Chief Exeutive Officer dengan target Nobel Kedokteran 2021 untuk Vaksin Nusantra. Ketika, jika rekonsiliasi ini terwujud maka bukan mustahil Indonesia bisa meraih 2 Hadiah Nobel sekaligus, Kedokteran dan Perdamaian.

Atau seapes-apesnya dapat satu Nobel Kedokteran atau 1 Nobel Perdamaian dibagi berdua atau bertiga sebab Hadiah Nobel bisa diberikan untuk lebih dari satu orang dengan orang kedua, ketiga dan atau lembaga.

CW: Terima kasih pak atas pencerahan bapak tentang paradigma baru We Create Alternative Future History. Terima kasih kepada Mas Jaya Suprana yang terus menggairahkan masyarakat untuk mengingat Wawancara Imajiner dengan Bung Karno. Sudah ada di you tube dua video tentang dua buku Kencan dengan Karma dan Kencan Dinasti Menteng. Ada pesan khusus bapak yang masih mengganjal.

BK: Sudah cukup tuntas, saya sudah hamper “budeg” di Nirwana sini cape memamah biak blunder masa lalu, selingkuhan konspirasi Brutue Ken Arok Machiavelli 3in1. Ya kita harus melawan dengan metode 3Ein1, EDUCATING, ENCHANTING, ENLIGHTENING. Selamat memasuki bulan Ramadhan semoga Lebaran Mei depan kita diberkahi dengan dunia yang resiliens dan bangkit dari pandemic covid maupun SARA.

Artikel Terkait